BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pendidikan adalah hal
yang penting dan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan. Pendidikan bagi umat
manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa
pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia (dalam hal ini keluarga
petani) dapat hidup berkembang sejalan aspirasi (cita-cita) untuk maju,
sejahtera dan bahagia. Pendidikan sebagai salah satu kebutuhan hidup, salah
satu fungsi sosial, sebagai bimbingan, dan sebagai sarana pertumbuhan yang
mempersiapkan diri membentuk disiplin hidup.
Pendidikan Nasional
bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
serta berbudi luhur, memiliki pengetahuan, keterampilan dan rasa tanggung
jawab.
Salah satu tujuan berdirinya Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas tentu saja
dengan jalan pendidikan. Salah satu usaha pembangunan dalam bidang pembangunan
adalah dengan meningkatkan mutu (kualitas) pendidikan mulai dari pendidikan
dasar sampai pendidikan tinggi.
Menurut (UU Sisdiknas, 2003:1) pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan Negara.
Sementara itu dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Bab IV Pasal 6 Tahun 2003, yang berisi setiap warga negara
yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan
dasar.
Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun,
merupakan program Pemerintah untuk menjawab kebutuhan dan tantangan zaman.
Berdasarkan Undang-undang Pendidikan Nasional No. 20/2003. Pemerintah berupaya
meningkatkan taraf kehidupan rakyat dengan mewajibkan semua warga negara Indonesia
yang berusia 7-12 tahun dan 12-15 tahun untuk menamatkan pendidikan dasar
dengan program 6 tahun di SD dan 3 tahun di SLTP secara merata. Tidak relevan
bila di zaman modern ini masih ada anak-anak Indonesia yang tidak bersekolah
dan ada pula yang masih buta huruf. Oleh karena itu pemerintah berusaha
meningkatkan kualitas manusia melalui jenjang pendidikan dasar. Untuk merealisasikan tujuan tersebut di atas
memerlukan kerja sama yang kooperatif antara Pemerintah, masyarakat dan
keluarga. Masih banyak kendala dalam mempersiapkan WBPD 9 tahun antara lain:
dana yang terbatas untuk menyelanggarakan pendidikan secara merata, kurangnya
motivasi keluarga untuk wajib menyekolahkan anaknya. Masih ada 1.063.000 anak
usia 7-12 tahun dan 12-15 tahun yang belum bersekolah, pengaruh lingkungan
sosial dan perkembangan IPTEK serta melajunya era informasi dalam menyongsong
abad XXI, kurangnya tenaga pendidik yang profesional terutama daerah pedalaman.
Berdasarkan alasan di atas Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun sebagai salah
satu upaya pemerataan pendidikan dasar diusahakan pemerintah dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Namun diawal tahun 2013 ini lahirlah istilah
Pendidikan Menengah Universal yang selanjutnya disingkat dengan PMU merupakan
rintisan wajib belajar 12 tahun. Mentri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud)
Mohammad Nuh menjelaskan Pendidikan menengah Universal 12 tahun ditempuh untuk
menjaring usia produktif di Indonesia. Pemerintah akan mewajibkan program
Pendidikan Menengah Universal (PMU) atau pendidikan gratis hingga SMA. Oleh
karena itu, pemerintah mengamandemen
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang mengatur soal wajib belajar 9 tahun menjadi wajib belajar 12 tahun.
Kemudian peran serta orang tua dalam
pendidikan anak terdapat dalam UU Republik Indonesia Nomor 20 Bab IV Pasal 7 Tahun 2003, Orang tua berhak
berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang
perkembangan pendidikan anaknya. Di tangan orang tua, masa depan seorang anak
ditentukan. Berbagai hal awalnya dibentuk dari keluarga, mulai dari
kepribadian, sosialisasi, pengendalian diri, penyesuaian terhadap lingkungan
sekitar, kemampuan berpikir dan hal lain yang turut menunjang keberhasilan dan
kemandirian seorang anak. Bila orang tua mampu menjalankan fungsi-fungsinya,
pendidikan dan perkembangan anak dapat terjamin.
Sementara menurut
Soekidjo Notoatmodjo (2003:16) pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan
untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga
mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.
Proses belajar disini
adalah belajar dalam rangka pendidikan formal di sekolah, sejak sekolah rendah
sampai ke tingkat yang tertinggi. Sejalan dengan hal tersebut, maka banyak
orang beranggapan bahwa bila seseorang telah keluar dari sekolah berarti ia
telah selesai proses belajarnya. Bagaimana hidupnya, mereka serahkan pada hasil
belajar yang dicapainya sehingga belajar menentukan corak kehidupan seseorang
di dalam masyarakat. Bahkan mereka menerima kenyataan ini dengan sepenuhnya,
seperti terjadi pada masyarakat pedesaan yang terdiri dari keluarga tani dan
buruh yang mempunyai taraf hidup yang masih rendah (Soelaiman Joesoef,
1979:16).
Dalam memajukan
pendidikan nasional, peranan orang tua sangat menentukan, khususnya pola pikir
orang tua terhadap masa depan anaknya. Dalam hal ini diperlukan pendidikan
formal yang harus dijalani oleh anak-anak usia 7 (tujuh) sampai 18 (delapan
belas) tahun. Orang tua memiliki peranan penting dalam pengembangan kualitas
pendidikan dan tenaga kerja yang sesuai dengan tuntutan kesempatan yang ada.
Sebenarnya usia anak dan remaja mempunyai potensi yang sangat positif jika dikembangkan
dengan benar, karena masih banyak anak-anak dan remaja yang masih
mempertahankan tradisi dan nilai-nilai agama.
Namun pendidikan masih
merupakan konsep yang belum jelas, bahkan masih terus diperdebatkan di kalangan
para orang tua yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Sebagian
besar dari mereka memiliki pandangan bahwa pendidikan di sekolah belum atau
tidak mampu menjamin kehidupan yang akan datang. Pendidikan tidak akan pernah
memiliki kemampuan untuk mempertahankan tradisi bertani yang mereka jalani.
Serta selalu beranggapan bahwa
informasi tentang pendidikan sangat mahal harganya, sehingga masyarakat yang
kehidupan sehari-harinya bertani sulit untuk mencapainya.
Menurut Republik.co.id,
Banjarmasin, sebanyak 68.716 anak dari 206.426 anak di Kalimantan Selatan
(Kalsel) tidak melanjutkan sekolah ke jenjang sekolah menengah pertama antara
lain karena terkait masalah budaya dan lebih memilih mencari uang. Tim peneliti
Balitbangda Pemprov Kalsel Hidayat di Banjarmasin, Kamis (21/10) mengatakan,
sebagian besar anak usia 13-15 tahun memilih tidak melanjutkan sekolah karena
budaya di daerah sekitar yang menganggap pendidikan kurang penting. Selanjutnya
Hidayat juga berkata Banyak orang tua di beberapa daerah Kalsel berprinsip
bahwa tujuan sekolah untuk mencari uang, sehingga dari pada nanti lebih baik
mencari uang sekarang dan tidak perlu sekolah.
Dengan demikian, masalah
kurangnya peranan orang tua dalam membantu menentukan masa depan pendidikan
anak-anaknya di Desa Sungai Limas, berkaitan dengan latar belakang budaya yang
mereka miliki, hal ini merupakan masalah
yang masih akan terus terjadi sepanjang pemikiran seperti ini menjadi halangan
kesempatan untuk melanjutkan sekolah. Salah satu contoh empiris dari
ketidaksesuaian dalam pendidikan dapat dilihat dari banyaknya anak-anak usia
sekolah yang tidak menempuh pendidikan formal..
Di Desa Sungai Limas
hanya terdapat 1 sekolah SD dan satu sekolah SMP yaitu SDN Sungai Limas dan
SMPN 2 Amuntai Utara. Dari data yang peneliti dapat kebanyakan siswa berhenti
sekolah dijenjang Sekolah Menengah Pertama/ SMP.
TABEL 1.1
Data Anak Putus Sekolah
di SDN Sungai Limas
dalam Lima Tahun
Terakhir
No
|
Tahun Ajaran
|
Jumlah Siswa
|
Jumlah Siswa Putus Sekolah
|
1.
|
2007-2008
|
135 Siswa
|
1 Siswa
|
2.
|
2008-2009
|
136 Siswa
|
-
|
3.
|
2009-2010
|
135 Siswa
|
-
|
4.
|
2011-2012
|
130 Siswa
|
1 Siswa
|
5.
|
2012-2013
|
132 Siswa
|
1 Siswa
|
Sumber:
Data SDN Sungai Limas
TABEL 1.2
Data Anak Putus Sekolah
di SMPN 2 Amuntai Utara
dalam Lima Tahun
Terakhir
No
|
Tahun Ajaran
|
Jumlah Siswa
|
Jumlah Siswa Putus Sekolah
|
1.
|
2007-2008
|
134 siswa
|
7 siswa
|
2.
|
2008-2009
|
138 siswa
|
8 siswa
|
3.
|
2009-2010
|
135 siswa
|
7 siswa
|
4.
|
2011-2012
|
95 siswa
|
6 siswa
|
5.
|
2012-2013
|
87 siswa
|
6 siswa
|
Sumber:
Data SMPN 2 Amuntai Utara
Berdasarkan tabel ini
dapat diketahui bahwa cukup banyak anak yang putus sekolah di Desa Sungai Limas
khususnya pada tingkat SMP. Masalah ini jika terus dibiarkan maka tidak menutup
kemungkinan anak putus sekolah akan selalu meningkat di Desa Sungai Limas.
Untuk itu, masalah ini perlu dikaji secara mendalam.
B.
Fokus
Penelitian
Permasalahan
dalam penelitian ini adalah banyakanya anak-anak petani yang putus sekolah,
serta kurangnya peran orang tua (masyarakat petani) dalam menentukan pendidikan
anaknya.
Menurut Dinna
(2008) pendidikan petani merupakan satu faktor yang mempengaruhi cara pandang
dan hidup petani. Para petani lebih memilih pendidikan yang seperlunya dibanding
pendidikan yang dijalani pada masyarakat umumnya. Kebanyakan para petani lebih
memilih pendidikan yang bersifat agama dan kemasyarakatan. Namun demikian dalam
proses menempuh pendidikan mereka terkendala berbagai masalah yang membuat anak
petani kebanyakan putus sekolah.
Berdasarkan
masalah tersebut maka peneliti memfokuskan masalahnya pada :
1. Latar
belakang anak-anak petani putus sekolah
2. Pandangan
keluarga petani terhadap pendidikan
3. Pendidikan
yang diperlukan oleh keluarga petani
C.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah dan fokus permasalahan tersebut di atas, maka penelitian ini
mengkaji pandangan masyarakat petani terhadap pendidikan anak di Desa Sungai
Limas Kecamatan haur Gading Hulu Sungai Utara. Rumusan masalah secara rinci
adalah sebagai berikut :
1. Hal-hal apa saja yang melatar belakangi
anak-anak petani di Desa Sungai Limas putus/tidak melanjutkan sekolah?
2. Bagaimana pandangan keluarga petani di Desa
Sungai Limas terhadap pendidikan?
3. Pendidikan yang bagaimana yang diperlukan oleh
keluarga petani di Desa Sungai Limas?
D.
Tujuan
Penelitian
Sesuai dengan
permasalahan yang ada di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian
ini adalah :
1.
Mengetahui latar
belakang anak-anak petani di Desa Sungai Limas putus/tidak melanjutkan sekolah.
2.
Mengetahui pandangan
keluarga petani terhadap pendidikan di Desa Sungai Limas.
3.
Mengetahui pendidikan
yang diperlukan oleh keluarga petani di Desa Sungai Limas.
E.
Manfaat
Hasil Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam
penelitian ini adalah :
1. Manfaat
Teoritis
a. Dapat
menambah ilmu pengetahuan secara praktis sebagai hasil dari pengamatan langsung
serta dapat memahami penerapan disiplin ilmu yang diperoleh selama studi di
perguruan tinggi khususnya bidang ilmu pendidikan dan sosial budaya.
b. Dengan
penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan penelitian ini
diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk mengembangkan teori penelitian pendidikan PPKn pada umumnya, serta
teori dan konsep Pendidikan pada khususnya
2. Manfaat
Praktis
a. Bagi
anak-anak petani temuan ini mengingatkan mereka bahwa pendidikan itu sangat
penting buat kehidupan dimasa yang akan datang.
b. Bagi
orang tua khususnya bagi orang tua yang berprofisi sebagai petani temuan ini
akan bermanfaat sebagai bahan informasi, untuk lebih mementingkan pendidikan
anak-anaknya.
c. Bagi masyarakat umum temuan ini dapat membantu supaya masyarakat
lebih berperan sebagaimana tentunya sehingga gagasan untuk meraih tujuan
pendidikan bisa terlaksana dengan efektif dan efisien
d. Selanjutnya diharapkan dapat berguna bagi pemerintah daerah
setempat dalam memperbaiki pendidikan masyarakat petani.
e. Serta mengurangi tingkat anak putus sekolah (droup out)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Keluarga
Petani
1. Pengertian
Keluarga
Keluarga adalah unit
atau satuan masyarakat terkecil yang sekaligus merupakan kelompok kecil dalam
masyarakat. Kelompok ini dalam
hubungannya dengan perkembangan individu. Kelompok inilah yang melahirkan
individu dengan berbagai macam bentuk kepribadiannya dalam masyarakat.
Keluarga adalah wadah pertama dan agen
pertama pensosialisasian budaya disetiap lapisan masyarakat. Proses sosialisasi
adalah semua pola tindakan individu-individu yang menempati berbagai kedudukan
di masyarakat yang dijumpai seseorang dalam kedudukannya sehari-hari sejak ia dilahirkan
menjadikan pola-pola tindakan tersebut sebagai
bagian dari kepribadiannya (Koentjaraningrat, 1997).
Keluarga merupakan satuan unit sosial yang
terdiri dari ayah, ibu, anak dan anggota
keluarga lainnya, mempunyai arti yang sangat penting dalam pembentukan
kepribadian anak dikemudian hari. Dalam lingkungan keluarga akan mempelajarai
sistem pengetahuan tentang norma-norma yang berlaku serta kedudukan dan peran
yang diharapkan oleh masyarakat. Setiap kedudukan dan peran memberikan hak
untuk mencari apa yang tidak boleh dilakukan serta kewajiban-kewajiban apa yang
harus dilakukan sebagai warga dalam
lingkungan sosial tertentu. Oleh karena itu, penanaman nilai-nilai budaya dalam
keluarga merupakan dasar utama bagi pembentukan pribadi anak.
Menurut Departemen
Kesehatan RI (1998) keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri
atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu
tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Menurut Khairuddin
(Hendra, 2012: 4) merumuskan inti sari pengertian keluarga sebagai berikut:
a.
Keluarga
merupakan kelompok sosial kecil yang umumnya terdiri dari ayah, ibu, dan anak.
b.
Hubungan
sosial diantara anggota keluarga relatif tetap dan berdasarkan atas ikatan
darah, perkawinan, dan adopsi.
c.
Hubungan
antara anggota keluarga dijiwai oleh suasana kasih sayang dam rasa tanggung
jawab.
d.
Fungsi
keluarga ialah merawat, memelihara, dan melindungi anak dalam rangka
sosialisasinya agar mereka mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial.
Keluarga merupakan
pengelompokan primer yang terdiri dari sejumlah kecil orang karena semenda dan
sedarah. Keluarga itu dapat berbentuk keluarga inti (ayah, ibu, dan anak),
ataupun keluarga yang diperluas (disamping ini ada orang lain: kakek/nenek,
adik/ipar, pembantu dan lain-lain). Pada umumnya jenis kedualah yang banyak
ditemui dalam masyarakat Indonesia.
Menurut Max Iver dan
Page (Hendra, 2012: 5) ciri-ciri umum keluarga adalah sebagai berikut:
a.
Keluarga
merupakan hubungan perkawinan
b.
Berbentuk
perkawinan atau susunan kelembagaan yang berkenaan dengan hubungan perkawinan
yang sengaja dibentuk dan dipelihara
c.
Suatu
sistem tata nama, termasuk perhitungan garis keturunan.
d.
Ketentuan-ketentuan
ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggota kelompok yang mempunyai ketentuan
khusus terhadap kebutuhan-kebutuhan ekonomi yang berkaitan dengan kemampuan
untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak
e.
Merupakan
tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga yang walau bagaimanapun tidak
mungkin terpisah terhadap kelompok keluarga.
Ciri-ciri khusus
keluarga menurut Khairudin (Hendra, 2012: 5) adalah:
a.
Kebersamaan
b.
Dasar-dasar
emosional
c.
Pengaruh
perkembangan
d.
Ukuran yang
terbatas
e.
Posisi inti
dalam struktur sosial
f.
Tanggung
jawab para anggota
g.
Aturan
kemasyarakatan
Keluarga adalah
lingkungan dimana beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah dan
bersatu. Keluarga didefinisikan sebagai sekumpulan orang yang tinggal dalam
satu rumah yang masih mempunyai hubungan kekerabatan/hubungan darah karena
perkawinan, kelahiran, adopsi dan lain sebagainya. Keluarga yang terdiri dari
ayah, ibu dan anak-anak yang belum menikah disebut keluarga batih. Sebagai unit
pergaulan terkecil yang hidup dalam masyarakat, keluarga batih mempunyai
peranan-peranan tertentu, yaitu (Soerjono, 2004 :23):
a.
Keluarga
batih berperan sebagai pelindung bagi pribadi-pribadi yang menjadi anggota,
dimana ketentraman dan ketertiban diperoleh dalam wadah tersebut.
b.
Keluarga
batih merupakan unit sosial-ekonomi yang secara materil memenuhi kebutuhan
anggotanya.
c.
Keluarga
batih menumbuhkan dasar-dasar bagi kaidah-kaidah pergaulan hidup.
d.
Keluarga
batih merupakan wadah dimana manusia mengalami proses sosialisasi awal, yakni
suatu proses dimana manusia mempelajari dan mematuhi kaidah-kaidah dan
nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat
Keluarga sebagai lembaga
sosial terkecil memiliki peran penting dalam hal pembentukan karakter individu.
Keluarga menjadi begitu penting karena melalui keluarga inilah kehidupan
seseorang terbentuk. Sebagai lembaga sosial terkecil, keluarga merupakan
miniatur masyarakat yang kompleks, karena dimulai dari keluarga seorang anak
mengalami proses sosialisasi. Keluarga merupakan unit sosial pertama dan utama
sebagai pondasi primer bagi perkembangan anak. Untuk itu baik buruknya keluarga
sangat berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak.
Dalam keluarga, seorang
anak belajar bersosialisasi, memahami, menghayati dan merasakan segala aspek
kehidupan yang tercermin dalam kebudayaan. Hal tersebut dapat dijadikan
kerangka acuan di setiap tindakannya dalam menjalani kehidupan. Peran keluarga
menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat kegiatan yang
berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peran individu
dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola prilaku dari keluarga, kelompok
dan masyarakat.
Keluarga juga sebagai media pertama yang
memancarkan budaya kepada anak-anak. Sebab keluarga adalah dunia yang pertama
kali menyentuh kehidupan anak-anak. Anggota keluarga termasuk anak kecil
mendapat pelajaran berbagai hal yang ada dalam keluarga, tanpa disadari bahwa
apa yang terjadi dalam keluarga memberi
pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan mereka. Maka sesungguhnya keluarga
mempunyai tanggung jawab dan peranan yang sangat besar dalam melahirkan dan
membentuk generasi yang sangat baik dan berkualitas (Agus Ruslan, 2007).
Keluarga juga sebagai media yang pertama
yang memancarkan kultur kepada anak-anak, sebab keluarga adalah dunia yang
pertama kali menyentuh kehidupan anak-anak, keluarga merupakan dunia inspirasi
bagi anak-anak. Anggota keluarga mendapat
pelajaran berbagai hal yang ada dalam keluarga, tanpa disadari apa yang
terjadi dalam keluarga memberikan pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan
mereka. Ayah dan ibu sebagai orang dewasa dalam keluaraga sangat penting dalam
membuat system dalam keluarga.
Keluarga tidak terbatas hanya
berfungsi sebagai penerus keturunan.Namun keluarga merupakan tempat peletak
landasan dalam membentuk sosialisasi anak dan dalam bidang pendidikan,
keluarga merupakan sumber pendidikan utama karena segala pengetahuan dan kecerdasan intelektual manusia
diperoleh pertama-tama dari orang tua dan anggota keluarganya sendiri. Proses dan hasil pendidikan keluarga akan sangat bermakna bagi pencapaian mutu pendidikan pada jenjang sekolah yang lebih tinggi.
Menurut Ruslan (2007) kebanyakan anak yang
berprestasi di sekolahnya sampai lulus studi hingga bekerja disebabkan
lingkungan keluarga yang baik yang dapat mendorong anak-anak mencapai
keberhasilan. Sedangkan anak-anak yang prestasi belajarnya kurang baik atau
drop out di sekolah lebih besar dikarenakan lingkungan keluarga. Oleh karena
itu keluarga mempunyai tanggung jawab dan peranan yang sangat besar dalam
melahirkan dan membentuk generasi yang baik dan berkualitas.
2. Keluarga
Petani
Keluarga petani ialah
keluarga yang kepala keluarga atau anggota keluarganya bermata pencaharian
sebagai petani. Keluarga petani mendapatkan penghasilan utama dari kegiatan
bertani untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara umum, petani bertempat
tinggal di pedesaan dan sebagian besar dipinggiran kota, keluarga petani yang
tinggal di daerah-daerah yang padat penduduk ataupun perkotaan hidup di bawah
garis kemiskinan (Witrianto, 2005)
Menurut Asih
(Pujosuwarno, 1994) keluarga petani adalah keluarga yang sangat mengutamakan
pekerjaan bertani, pekerjaan-pekerjaan yang lain dirasa kurang sesuai dengan
dirinya. Biasanya keluarga ini menghendaki agar keturunannya sebagai petani,
pendidikan dianggap kurang penting, sekolah dianggap kurang penting, sekolah
dianngap menghabiskan biaya saja, sehingga hasil yang dicapainya sangat lama.
Pada umumnya hubungan
antara orang tua dan anak pada keluarga petani cenderung kurang intensif
(jarang) artinya orang tua hanya bisa memperhatikan anak-anaknya pada saat
sebelum atau sesudah bekerja, sehingga anak kurang mendapat kasih sayang dan
perawatan yang cukup dan orang tua khususnya ibu.
Erick R. Wolf (Andhina,
2013) mengemukakan adanya suatu keluarga inti secara dominan di dalam keluarga
petani dapat diketahui melalui :
a.
Gejala
Sementara adalah kondisi perbatasan dimana pasangan muda melepaskan diri dari
ikatan keluarga mereka untuk mengolah tanah yang masih luas. Namun, kondisi
tersebut hanya sementara saja sebelum kembali ke keluarga luas.
b.
Keterbatasan
Lahan/Tanah sebagai akibat pewarisan tanah. Sehingga luas tanah yang ada
dibagi-bagi kepada sejumlah anaknya. Sehingga yang kaya semakin kaya dan besar,
sedangkan yang miskin semakin bertambah miskin dan terpinggirkan. langkanya
sumber daya tanah akan menambah beban yang semakin besar pada solidaritas
keluarga-keluarga luas. Timbulnya jalan keluar alternatif melalui pemisahan
diri dari keluarga luas untuk mencari pekerjaan berbeda. Bermigrasi menjadi
keluarga inti.
c.
Berlakunya
sistem buruh-upah. Dimana orang disewa untuk tenaga kerja secara perorangan,
bukan untuk tenaga kerja keluarganya secara keseluruhan.
d.
Kondisi
pengolahan tanah secara intensif untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga keluarga
inti itu sendiri.
Dalam keluarga inti
pembagian kerja diberi tekanan di dalam masyarakat akan tetapi tidak dalam
keluarga. Sedangkan keluarga luas konsisten dengan pembagian kerja yang diberi
tekanan di dalam lingkungan keluarga namun tidak di dalam masyarakat. Dengan
sendirinya pembagian kerja sangat meningkat sejalan dengan pertumbuhan
industrialisme yang berdampak langsung terhadap jumlah orang di bidang
pertaniaan. Di waktu yang bersamaan, pergeseran permintan dari hasil-hasil
pertanian ke produk-produk industri mempunyai implikasi penting bagi
kelangsungan eksistensi kaum tani. Perubahan dalam organisasi produksi itu
dengan sendirinya disertai gejala tersisihnya kaum tani secara serentak.
Kelompok domestik petani
tidak hanya rawan terhadap kesulitan pemenuhan kebutuhan hidup dan menjaga
solidaritas di dalamnya. Kelompok ini juga harus bisa bertahan terus, dalam hal
regenerasi. Setiap pergantian generasi tua oleh generasi muda dapat mengancam
eksistensi rumah tangga petani dalam susunannya yang lama. Sehingga ada
peraturan khusus yang mengatur tentang pergantian generasi itu. Aturan-aturan
yang mengatur tentang warisan, peralihan sumber-sumber daya dan penguasaan
atasnya dari generasi satu ke generasi selanjutnya pada dasarnya dibagi menjadi
dua sistem waris Erick R. Wolf (Andhina, 2013):
a. Impartible
Inheritance (Sistem waris yang
tidak dapat dibagi) adalah sistem waris yang menyangkut pengalihan
sumber-sumber daya kepada ahli waris tunggal. Contohnya rumah dan pekarangan
yang diwariskan kepada sesorang atas izin kepala rumah tangga. Dalam sistem ini, petani dapat mempertahankan
keutuhan tanah milik keluarga.
b. Partible
Inheritance (Sistem waris yang
dapat dibagi) adalah sistem waris yang menyangkut lebih dari satu orang ahli
waris. Dalam sistem ini, rumah dan perkarangan dibagi-bagikan kepada beberapa
ahli waris. Sehingga tanah milik keluarga tidak lagi terjaga keutuhannya.
Petani merupakan
individu yang menjalankan usaha pertanian. Di desa biasanya petani biasanya
memiliki 3 tugas yang vital dalam usaha pertaniannya. Pertama, petani sebagai
penggarap lahan usahanya. Petani biasa menggarap sendiri lahannya dan biasanya
meminta bantuan masyarakat lain saat akan menanam dan memanen. Kedua, petani
sebagai manager mengatur kapan waktu yang baik untuk menanam dan tentu juga
memasarkan asil panennya. Ketiga, petani sebagai manusia juga menjalani
kehidupannya sehari-hari dalam bermasyarakat.
B. Pendidikan
Terhadap Anak
1. Pengertian
Pendidikan
Pendidikan
merupakan pembangunan dasar manusia. Pentingnya pendidikan harus dilihat dalam
konteks hak asasi manusia, dalam artian bahwa setiap manusia berhak untuk
memperoleh pendidikan. Pada sisi lain pendidikan merupakan kebutuhan dasar dari
keberhasilan dan kesinambungan pembangunan, karena pembangunan memerlukan
sumber daya manusia yang berkualitas serta mampu memanfaatkan, mengembangkan,
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (Usman, 2004).
Pendidikan merupakan sarana yang paling
strategis untuk meningkatkan kualitas manusia. Artinya melalui pendidikan
kualitas manusia dapat ditingkatkan. Dengan kualitas yang meningkat
produktivitas individualpun akan meningkat. Selanjutnya jika secara individual
produktivitas manusia meningkat, maka secara komunal produktivitas manusia akan
meningkat (Widiastono, 2004).
Pendidikan
merupakan salah satu upaya pengentasan kemiskinan. Namun pada kenyataannya,
bagi masyarakat golongan menengah kebawah, pendidikan bukan merupakan suatu
kebutuhan pokok yang harus diprioritaskan. Terutama bagi anak perempuan, selain
masalah kemiskinan, stereotype masyarakat bahwa anak perempuan tidak perlu
mengecap pendidikan menyebabkan anak-anak perempuan dari golongan miskin tidak
memperoleh kesempatan bersekolah. Pembangunan pendidikan merupakan salah satu
prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional. Pembangunan pendidikan
sangat penting karena perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di
berbagai bidang kehidupan: sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itu,
pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak setiap warga negara dalam memperoleh
layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia
sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945, yang mewajibkan pemerintah bertanggung
jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan menciptakan kesejahteraan umum.
Semua warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran tanpa
terkecuali, baik ”yang kaya” maupun ”yang miskin” dan masyarakat perkotaan
maupun pedesaan (terpencil). Kurang meratanya pendidikan di Indonesia terutama
akses memperoleh pendidikan bagi masyarakat miskin dan terpencil menjadi suatu
masalah klasik yang hingga kini belum ada langkah-langkah strategis dari
pemerintah untuk menanganinya. Tingkat kemiskinan dan pengangguran di
Indonesia masih paling tinggi di antara negara-negara ASEAN. Posisi Indonesia
jauh di bawah negara tetangga Malaysia dan Filipina. Setiap negara dunia ketiga
selalu menempatkan prioritas yang tinggi untuk memajukan pendidikan. Asumsi
dasar dalam member prioritas yang tinggi pada pendidikan ialah bahwa selain
memajukan bangsa, pendidikan diharapkan member ketrampilan pada setiap individu
agar bisa menjadi Sumber Daya Manusia yang produktif. Jenis pendidikan yang
relevan untuk penduduk dunia ketiga telah banyak dipertanyakan. Apa yang
umumnya berlaku saat ini, menurut beberapa kalangan, dilihat dari sudut
filsafat pendidikan, merupakan kepentingan untuk menanamkan disiplin dan
kepatuhan pada otoritas, bukan kreativitas, kebebasan maupun kepekaan terhadap
lingkungannya baik sosial, ekonomi maupun politik (Ratna dan Brigitte dalam
Dito Sunjaya, 2012)
Perkembangan zaman di dunia
pendidikan yang terus berubah dengan signifikan sehingga banyak merubah pola
pikir pendidik, dari pola pikir yang awam dan kaku menjadi lebih modern. Hal tersebut
sangat berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di Indonesia. Menyikapi hal
tersebut pakar-pakar pendidikan mengritisi dengan cara mengungkapkan dan teori
pendidikan yang sebenarnya untuk mencapai tujuan pendidikan yang sesungguhnya.
Pendidikan merupakan sarana yang paling
strategis untuk meningkatkan kualitas manusia. Artinya melalui pendidikan
kualitas manusia dapat ditingkatkan. Dengan kualitas yang meningkat
produktivitas individualpun akan meningkat. Selanjutnya jika secara individual
produktivitas manusia meningkat, maka secara komunal produktivitas manusia akan
meningkat (Widiastono, 2004).
Tujuan pendidikan adalah
menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki
pandangan yang luas kedepan untuk mencapai suatu cita-cita yang diharapkan dan
mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan. Karena
pendidikan itu sendiri memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek
kehidupan.
Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara. (UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal
1)
Pendidikan pada hakekatnya
adalah usaha sadar manusia untuk mengembangkan kepribadian di dalam maupun di
luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Oleh karenanya agar pendidikan dapat
dimiliki oleh seluruh rakyat sesuai dengan kemampuan masyarakat, maka
pendidikan adalah tanggung jawab keluarga, masyarakat dan pemerintah. Tanggung
jawab tersebut didasari kesadaran bahwa tinggi rendahnya tingkat pendidikan
masyarakat berpengaruh pada kebudayaan suatu daerah, karena bagaimanapun juga,
kebudayaan tidak hanya bepangkal dari naluri semata-mata tapi terutama
dilahirkan dari proses belajar dalam arti yang sangat luas. Bertolak dari hal
tersebut terasa betapa pentingnya pendidikan. Wajar kalau pembangunan
pendididkan merupakan bagian organik dari pembangunan nasional secara
keseluruhan yang pada hakekatnya adalah pembangunan manusia seutuhnya (
Suryadi, 1982 : 4 ).
Tirtarahardja dan La sulo
(2008 : 33) mengemukakan bahwa ada beberapa batasan pendidikan yang berbeda
berdasarkan fungsinya:
a.
Pendidikan
sebagai Proses Transformasi Budaya. Sebagai proses transformasi budaya,
pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari suatu generasi ke
generasi yang lain. Seperti bayi lahir sudah berada di dalam suatu lingkungan budaya tertentu. Di dalam
lingkungan masyarakat di mana seorang bayi dilahirkan telah terdapat
kebiasaan-kebiasaan tertentu, larangan-larangan dan anjuran, dan ajakan
tertentu seperti yang dikendaki oleh masyarakat.
b. Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi.
Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan
yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta
didik.
c. Pendidikan sebagai penyiapan Warga Negara.
Pendidikan sebagai penyiapan warga negara diartikan sebagai suatu kegiatan yang
terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik.
Tentu saja istilah baik di sini bersifat relatif, tergantung pada tujuan
nasional dari masing-masing bangsa mempunyai falsafah hidup yang berbeda-beda.
d. Pendidikan sebagai Penyiapan Tenaga Kerja.
Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing
peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja. Pembekalan dasar
berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon
luaran. Ini menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi
kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia.
Dari beberapa pengertian
pendidikan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau
pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk
mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas
hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain.
2. Pendidikan
Terhadap Anak
Seiring
dengan perkembangan zaman dan teknologi, dunia pun semakin berubah, entah
menjadi lebih baik ataupun sebaliknya. Alangkah bijak bila kita sebagai orang
tua juga semakin menyadari arti pentingnya pendidikan. Di zaman yang serba
moderen seperti sekarang, manusia dituntut untuk selalu berfikir dan berkarya.
Oleh karena itu pendidikan anak sangat dibutuhkan untuk membentuk anak-anak
kita menjadi pribadi yang selalu berfikir dan berkarya. Semakin dini usia anak
diperkenalkan kepada pendidikan, semakin panjang masa ia untuk berkembang.
Seiring dengan perkembangannya tersebut, kepribadian anak juga akan terbentuk.
Kunci yang
terpenting dalam menunjang pendidikan yang baik untuk anak adalah keterlibatan
orang yang lebih dewasa yaitu dalam hal ini orang tua dari anak yang
bersangkutan. Apabila orang tua dapat terlibat langsung dalam proses pendidikan
seorang anak baik disekolah maupun di luar sekolah, maka akan membantu
meningkatkan prestasi pendidikan anak yang bersangkutan.
Pendidikan
merupakan modal dasar untuk menyiapkan insan yang berkualitas. Menurut
Undang-undang Sisdiknas Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pada
hakikatnya belajar harus berlangsung sepanjang hayat. Untuk menciptakan
generasi yang berkualitas, pendidikan harus dilakukan sejak usia dini dalam hal
ini melalui Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), yaitu pendidikan yang ditujukan
bagi anak sejak lahir hingga usia 6 tahun. Sejak dipublikasikannya hasil-hasil
riset mutakhir di bidang neuroscience dan psikologi maka fenomena pentingnya
pendidikan terhadap anak merupakan keniscayaan. pendidikan terhadap anak
menjadi sangat penting mengingat potensi kecerdasan dan dasar-dasar perilaku
seseorang terbentuk pada rentang usia ini. Sedemikian
pentingnya masa ini sehingga usia dini sering disebut the golden age (usia emas).
Pendidikan terhadap Anak Dengan
diberlakukannya UU No. 20 Tahun 2003 maka sistem pendidikan di Indonesia
terdiri dari pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan tinggi yang keseluruhannya merupakan kesatuan yang sistemik.
Berkaitan dengan pengertian pendidikan
terdapat perbedaan yang jelas antara pendidikan formal, pendidikan informal dan
pendidikan nonformal. Sehubungan dengan hal ini Coombs (1973) membedakan
pengertian ketiga jenis pendidikan itu sebagai berikut:
a. Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis, bertingkat/
berjenjang, dimulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan yang
setaraf dengannya; termasuk kedalamnya ialah kegiatan studi yang berorintasi
akademis dan umum, program spesialisasi, dan latihan professional, yang
dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus. Contoh pendidikan formal seperti
Taman Kanak-kanak (TK), RaudatulAthfal (RA), Sekolah Dasar (SD), Sekolah
Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA). atau bentuk lain yang
sederajat.
b.
Pendidikan nonformal ialah
setiap kegiatan teroganisasi dan sistematis, diluar sistem persekolahan yang
dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih
luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam
mencapai tujuan belajarnya. Pendidikan nonformal berbentuk Kelompok Bermain
(KB), Taman Penitipan Anak (TPA), hingga pesantren atau bentuk lain yang
sederajat.
c.
Sedangkan Pendidikan informal adalah proses yang
berlangsung sepanjang usia sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari,
pengaruh lingkungan termasuk didalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga,
hubungan dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar,
perpustakaan, dan media masa. Pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga
atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
Banyak cara atau metode yang bisa digunakan
dalam memberikan pendidikan anak. Keberagaman cara atau metode tersebut terjadi
karena beberapa faktor, antara lain tujuan pembelajaran yang berbeda, latar
belakang dan kemampuan yang berbeda, sifat, orientasi dan kepribadian serta
kemampuan yang berbeda, faktor situasi dan kondisi saat proses pendidikan,
termasuk faktor geografis, serta fasilitas pengajaran yang bermacam-macam.
Namun, faktor-faktor tersebut bukanlah suatu hambatan bagi anak untuk mengenal
pendidikan. Banyak cara memberikan pendidikan pada anak yang biasa dilakukan
oleh orang tua ataupun tempat-tempat pendidikan anak lainnya agar belajar
menjadi terasa menyenangkan dan mudah dipahami oleh anak-anak.
C. Pendidikan
Anak Pada Keluarga Petani
1. Pandangan
Masyaraka Petani Terhadap Pendidikan Anak
Proses pendidikan yang
ada pada saat ini, sebenarnya telah lama di laksanakan orang dan merupakan
proses yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dengan tujuan
yang jelas pula. Dan proses pendidikan yang dialami selalu dihubungkan dengan
proses belajarnya, terutama oleh sebagian besar masyarakat yang tinggal di
daerah pedesaan (Soelaiman Joesoef, 1979 : 15).
Dalam artikel Menatap
Ilmu (2011) Orang tua yang hanya tamat sekolah dasar atau tidak tamat cenderung
kepada hal-hal tradisional dan kurang menghargai arti pentingnya pendidikan.
Mereka menyekolahkan anaknya hanya sebatas bisa membaca dan menulis saja,
karena mereka beranggapan sekolahnya seseorang kepada jenjang yang lebih tinggi
pada akhir tujuan adalah untuk menjadi pegawai negeri dan mereka beranggapan
sekolah hanya membuang waktu, tenaga dan biaya, mereka juga beranggapan
terhadap anak lebih baik ditunjukan kepada hal-hal yang nyata seperti membantu
orang tua dalam berusaha itulah manfaat yang nyata bagi mereka, lagi pula
sekolah harus melalui seleksi ujian yang ditempuh dengan waktu yang panjang dan
amat melelahkan.
Golongan orang-orang tua
pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu
meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi.
Kesukarannya adalah golongan orang-orang tua itu mempunyai pandangan yang
didasarkan pada tradisi yang kuat sehingga sukar untuk mengadakan
perubahan-perubahan yang nyata (Soerjono Soekanto, 2012 : 137)
Menurut hasil penelitian
Agus (2012) Orang tua mempunyai pandangan bahwa pendidikan adalah suatu hal
penting, akan tetapi hal itu dipengaruhi oleh tingkat pendidikan orang tua yang
rendah dan ekonomi yang kurang mendukung, sehingga pentingnya pendidikan hanya
digambarkan untuk pendidikan saja.
Sekalipun pengaruh kemiskinan sangat besar terhadap anak anak, kemiskinan
bukanlah satu-satunya faktor yang berpengaruh. Faktor lainnya adalah pola fikir
yang pendek dan sederhana akibat rendahnya pendidikan. Dalam budaya Indonesia,
kepala rumah tangga terutama seorang ayah mempunyai peranan yang sangat besar
dalam rumah tangga, termasuk dalam hal menentukan boleh atau tidaknya anak melanjutkan
sekolah. Untuk mengambil keputusan tersebut tentu sangat dipengaruhi oleh
pandangan orang tua terhadap pendidikan.
Keluarga atau orang tua yang
serba kekurangan tentunya sangat mempengaruhi akan pola fikir tentang
pendidikan anak-anaknya. Menurut Fauzul
Amin (2012) ada beberapa alasan yang
menyebabkan orang miskin enggan menyekolahkan anak-anak mereka, yaitu :
a.
Keyakinan yang salah tentang
sekolah: boleh dibilang banyak orang miskin memiliki sebuah keyakinan bahwa
sekolah merupakan lembaga pendidikan yang hanya boleh diisi oleh anak-anak dari
keluarga berduit, anak-anak yang pintar. Sedangkan mereka orang miskin merasa
bahwa mereka tidak memiliki uang serta anak-anak mereka bodoh sehingga mereka
akhirnya enggan menyekolahkan anak-anaknya.
b.
Kurangnya wawasan dan
pengetahuan tentang dunia pendidikan. Harus diakui bahwa faktor kurangnya
informasi mengenai dunia pendidikan menyebabkan orang-orang miskin
berpikiran sempit. Pendidikan bagi orang miskin masih dianggap sebagai
kebutuhan tersier (istimewa) yang tidak harus dipenuhi saat ini. Padahal kalau
mau jujur pendidikan sama pentingnya dengan kebutuhan primer manusia seperti
makan, minum, sandang dan papan. Bahkan bisa dikatakan pendidikan merupakan
kunci sukses manusia untuk bisa makan, minum, memiliki sandang dan juga papan.
c.
Anggapan salah tentang sekolah.
Selama ini ada anggapan yang salah dari orang miskin tentang sekolah, mereka
mengganggap bahwa sekolah itu mahal dan tidak bisa terjangkau oleh orang-orang
miskin. Anggapan bahwa sekolah mahal memang tak salah, tetapi menjadi salah
apabila mereka merasa bahwa sekolah tidak bisa dijangkau oleh mereka adalah
keliru. Karena saat ini telah ada
berbagai program beasiswa dari pemerintah, lembaga swasta, lsm dan lain
sebagainya bagi anak-anak dari keluarga miskin, apalagi bagi anak-anak yang
memiliki prestasi. Jadi ada baiknya jika anggapan salah tentang sekolah harus
di buang jauh-jauh. Sudah jelas sekolah adalah tempat belajar semua orang baik
yang miskin ataupun kaya punya hak yang sama untuk bersekolah.
d.
Sikap mudah putus asa pada
keadaan. Satu hal yang menjadi kebiasaan dari orang miskin adalah terlalu
pasrah (putus asa) terhadap keadaan. Sikap ini pula yang menjadi salah satu
penyebab mengapa banyak anak-anak orang miskin yang tidak bersekolah. Mereka lebih
banyak menerima keadaan bahwa orang miskin hanya memiliki kewajiban untuk
mencari nafkah untuk makan bukan untuk memiliki pendidikan.
e.
Terbawa lingkungan. Biasanya
orang miskin akan menjalani kehidupan sebagaimana kehidupan masyarakat
disekitarnya. Jika mayoritas orang miskin jarang berpendidikan, maka besar
kemungkinan anak-anaknya juga tidak akan berpendidikan. Kondisi semacam
itu hampir terjadi dilinkungan masyarakat miskin, jikapun ada keluarga miskin
yang menyekolahkan anaknya hanya satu dua orang saja. Mereka lebih suka
menikmati kehidupan sebagaimana kehidupan masyarakat miskin lainnya yang tidak
menyekolahkan anak-anaknya dan lebih merasa nyaman jika anak-anaknya membantu
mencari nafkah keluarga
Kemudian faktor anak
putus sekolah Menurut Candra (2010 : 4) disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
ekonomi, minat anak yang kurang, ketiadaan sekolah/sarana, faktor budaya,
fasilitas belajar yang kurang dan cacat atau kelainan jiwa.
Faktor Pertama yang menyebabkan anak tidak dan
putus sekolah adalah faktor ekonomi, yaitu mencapai 36%. Faktor ekonomi yang
dimaksudkan adalah ketidakmampuan keluarga si anak untuk membiayai segala
proses yang dibutuhkan selama menempuh pendidikan atau sekolah dalam satu
jenjang tertentu. Walaupun Pemerintah mencanangkan wajib belajar 9 tahun, namun
belum berimplikasi secara maksimal terhadap penurunan jumlah anak yang tidak
dan putus sekolah. Selain itu, program pendidikan gratis yang telah
dilaksanakan belum tersosialisasi hingga kelevel bawah.
Faktor kedua yang menyebabkan anak tidak dan
putus sekolah adalah rendahnya atau kurangnya minat anak untuk bersekolah.
Rendahnya minat anak dapat disebabkan oleh perhatian orang tua yang kurang,
jarak antara tempat tinggal anak dengan sekolah yang jauh, fasilitas belajar
yang kurang, dan pengaruh lingkungan sekitarnya. Minat yang kurang dapat
disebabkan oleh pengaruh lingkungan misalnya tingkat pendidikan masyarakat yang
rendah yang diikuti oleh rendahnya kesadaran tentang pentingnya pendidikan.
Faktor ketiga adalah kurangnya perhatian orang
tua. Rendahnya perhatian orang tua disebabkan karena kondisi ekonomi keluarga
atau rendahnya pendapatan orang tua si anak sehingga perhatian orang tua lebih
banyak tercurah pada upaya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Persentase anak
yang tidak dan putus sekolah karena rendahnya kurangnya perhatian orang tua.
Dalam keluarga miskin cenderung timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan
pembiayaan hidup anak, sehingga mengganggu kegiatan belajar dan kesulitan
mengikuti pelajaran.
Faktor keempat adalah ketiadaan prasarana
sekolah. Faktor prasarana yang dimaksudkan adalah terkait dengan ketidaksediaan
prasarana pendidikan pendidikan berupa gedung sekolah atau alat transfortasi
dari tempat tinggal siswa dengan sekolah.
Faktor kelima adalah yang menyebabkan anak
putus sekolah adalah fasilitas belajar yang kurang memadai. Fasilitas belajar
yang dimaksudkan adalah fasilitas belajar di sekolah, misalnya perangkat (alat,
bahan, dan media) pembelajaran yang kurang memadai, dan sebagainya. Kebutuhan
dan fasilitas belajar yang dibutuhkan siswa tidak dapat dipenuhi siswa dapat
menyebabkan turunnya minat anak yang pada akhirnya menyebabkan putus sekolah.
Faktor keenam adalah budaya. Faktor budaya yang
dimaksud disini adalah terkai dengan kebiasaan masyarakat disekitarnya. Yaitu,
rendahnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan. Perilaku masyarakat
yang pedesaan dalam dalam menyekolahkan anaknya lebih banyak dipengaruhi faktor
lingkungan. Mereka beranggapan tanpa bersekolah pun anak-anak mereka dapat
hidup layak seperti anak lainnya yang bersekolah. Oleh karena di desa jumlah
anak yang tidak bersekolah lebih banyak dan mereka dapat hidup layak maka
kondisi seperti itu dijadikan landasan dalam menentukan masa depat anaknya.
Menurut Nico (2012)
kurangnya pendapatan keluarga menyebabkan orang tua terpaksa bekerja keras
mencukupi kebutuhan pokok sehari-hari, sehingga pendidikan anak kurang
terperhatikan dengan baik dan bahkan membantu orang tua ke sawah, karena
dianggap meringankan beban orang tua anak di ajak ikut orang tua ke tempat
kerja yang jauh dan meninggalkan sekolah dlam waktu yang cukup lama.
Kemudian Nico (2012)
juga mengatakan yang menyebabkan anak putus sekolah bukan hanya disebabkan
lemahnya ekonomi keluarga tetapi juga datang dari dirinya sendiri yaitu
kurangnya minat anak untuk bersekolah atau melanjutkan sekolah.
Dari hasil penelitian
Dinna (2008) Pendidikan petani merupakan satu faktor yang mempengaruhi cara
pandang dan hidup petani. Para petani lebih memilih pendidikan yang seperlunya
dibanding pendidikan yang dijalani oleh masyarakat pada umumnya. Kebanyakan
para petani lebih memilih pendidikan yang bersifat agama dan kemasyarakatan.
Namun demikian dalam proses menempuh pendidikan mereka terkendala berbagai
masalah yang membuat anak petani kebanyakan putus sekolah.
Pandangan masyarakat
yang maju tentu berbeda dengan masyarakat yang keterbelakangan dan tradisional,
masyarakat yang maju tentu pendidikan mereka maju pula, demikian pula anak-anak
mereka akan menjadi maju pula pendidikannya dibanding orang tua mereka. Maju
mundurnya suatu masyarakat, bangsa dan negara juga ditentukan dengan maju
mundurnya pendidikan yang dilaksanakan. Pada umumnya masyarakat terbelakang
atau dengan kata lain masyarakat tradisional mereka kurang memahami arti
pentingnya pendidikan, sehingga kebanyakan anak-anak mereka tidak sekolah dan
kalu sekolah kebanyakan putus di tengah jalan (Dharma, 2013)
Sekolah mendidik
anak-anak untuk hidup di luar masyarakatmya tidaklah berarti sama sekali tidak
ada pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan anak-anak hidup di
tengah-tengah masyarakatnya. Maksudnya sekolah tidak menyelenggarakan hal
tersebut. Pada kenyataannya, setiap masyarakat desa selalu mempunyai cara-caranya
sendiri untuk mendidik anak-anak agar bisa hidup di masyarakatnya. Secara
tradisionil ada pengajaran informal yang diselenggarakan oleh keluarga dan
masyarakat. Pengajaran demikian itu ditunjang oleh orang tua atau pemuka agama
yang dianut masyarakat setempat ( A. Suryadi, 1982 : 6-7 ).
Proses belajar yang
dimaksud adalah belajar dalam rangka pendidikan formal di sekolah, sejak
sekolah rendah sampai ke tingkat yang tertinggi. Sejalan dengan hal tersebut,
maka banyak orang beranggapan bahwa bila seseorang telah keluar dari sekolah
berarti ia telah selesai proses belajarnya. Bagaimana hidupnya, mereka serahkan
pada hasil belajar yang dicapainya sehingga belajar menentukan corak kehidupan
seseorang di dalam masyarakat. Bahkan mereka menerima kenyataan ini dengan
sepenuhnya, seperti terjadi pada masyarakat pedesaan yang terdiri dari keluarga
tani dan buruh yang mempunyai taraf hidup yang masih rendah (Soelaiman
Joesoef, 1979:16).
Jadi sekolah merupakan
tumpuan hidup seseorang. Dengan kata lain sekolah sebagai ″station in life″ nya seseorang, sehingga dimana ia berhenti
sekolah, disitu sudah menunggu nasibnya. Keadaan tersebut telah banyak
ditinggalkan orang dan mereka menganggap bahwa belajar di sekolah bukan
satu-satunya faktor yang menentukan corak kehidupan orang (Soelaiman Joesoef,
1979:16).
2.
Peranan Orang Tua Dalam Pendidikan Anak
Anwar Sitepu (Amalia, 2009) mengatakan bahwa
anak merupakan salah satu golongan penduduk yang berada dalam situasi rentan
dalam kehidupannya di tengah masyarakat. Kehidupan anak dipandang rentan karena
memiliki ketergantungan tinggi dengan orang tuanya. Jika orang tua lalai
menjalankan tanggung jawabnya, maka anak akan menghadapi masalah. Anak dalam
setiap masyarakat adalah anggota baru karena usianya masih muda dan ia merupakan generasi penerus. Dalam
kedudukan demikian amat penting bagi anak untuk tumbuh dan berkembang secara
optimal sehingga kelak akan bisa melaksanakan tugas dan tanggung jawab
sosialnya secara mandiri.
Pentingnya peranan orang
tua dalam menentukan masa depan anaknya, khususnya sebagai motivator dalam
kehidupan diperoleh dari pengalaman pribadi dengan melihat langsung ke tempat
dilakukan penelitian dan wawancaran langsung kepada orang tua dan anak-anak
yang berpendidikan dan tidak berpendidikan.
Cole S. Brembeck
(Aswandi Bahar, 1989 : 127-128) mengatakan bahwa dorongan dan sifat acuh tidak
acuh orang tua baik sengaja maupun tidak sengaja akan tetap mempengaruhi
aspirasi anak terhadap pendidikan. Semakin banyak anak merasakan adanya
dorongan dari orang tuanya semakin besar pengaruhnya terhadap aspirasi anak
tersebut terhadap pendidikan.
Aswandi Bahar (1989 :
129) mengatakan bahwa latar belakang status sosial ekonomi belum tentu akan
memberikan dorongan yang sama terhadap aspirasi pendidikan. Akan tetapi dorongan
orang tua memegang peranan kunci bagi seseorang anak untuk mempunyai cita-cita
dalam pendidikan. Karena dorongan tersebut adalah merupakan variable psikologi
sosial yang dapat mempengaruhi seseorang secara langsung. Dengan sendirinya
apabila sekolah memberikan dorongan yang sama dengan orang tua kepada siswa
(sekalipun siswa tersebut berasal dari keluarga miskin) akan tetap menghasilkan
efek positif terhadap aspirasi siswa dalam pendidikan.
Dalam artikel Salwinsah
(2002) menyatakan bahwa pendidikan merupakan hal terbesar yang selalu
diutamakan oleh orang tua. Saat ini masyarakat semakin menyadari pentingnya
memberikan pendidikan yang terbaik kepada anak-anak mereka sejak dini. Untuk
itu orang tua memegang peranan yang sangat penting dalam membimbing dan
mendampingi anak dalam kehidupan keseharian anak. Sudah menjadi kewajiban para
orang tua untuk menciptakan lingkungan yang kondusif sehingga dapat memancing
keluar potensi anak, kecerdasan dan rasa percaya diri.
Pada banyak kasus, orang
tua sering memaksakan kehendak meraka terhadap anak-anak meraka tanpa
mengindahkan pikiran dan suara hati anak. Orang tua merasa paling tahu apa yang
terbaik untuk anak-anak mereka. Hal ini sering dilakukan oleh orang tua yang
berusaha mewujudkan impian mereka, yang tidak dapat mereka raih saat mereka
masih muda, melalui anak mereka. Kejadian seperti ini tidak seharusnya terjadi
jika orang tua menyadari potensi dan bakat yang dimiliki oleh anak mereka.
Serta memberi dukungan moril dan sarana untuk anak mereka mengembangkan potensi
dan bakat yang ada.
Menurut Sunarto dan
Hartono (2008 : 131) proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian
anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma
dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan
diarahkan oleh keluarga.
Sunarto dan Hartono
(2008 : 124) Bakat anak dapat dikenali dengan observasi terhadap apa yang
selalu dikerjakan anak, kesungguhan bakat anak bermanfaat bagi orang tua agar
mereka dapat memahami dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak. Dengan mengenal
cirri-ciri anak berbakat, orang tua dapat menyediakan lingkungan pendidikan
yang sesuai dengan bakat anak.
Dengan memberikan
pendidikan setinggi-tingginya, semua hidup anak-anak akan berjalan mulus,
pendidikan anak setir kehidupan. Dan juga pendidikan masih merupakan investasi
yang mahal. Peran orang tua dalam pendidikan anak mempunyai peranan besar
terhadap masa depan anak. Sehingga demi mendapatkan pendidikan yang terbaik,
maka sebagai orang tua harus berusaha untuk dapat menyekolahkan anak sampai
kejenjang pendidikan yang paling tinggi adalah salah satu cara agar anak mampu
mandiri secara finansial nantinya.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Alasan
Menggunakan Metode Penelitian Kualitatif
Penggunaan
metode penelitian kualitatif ini karena permasalahan yang diteliti pada
penelitian pandangan masyarakat petani terhadap pendidikan anak di Desa Sungai
Limas lebih tepat menggunakan metode penelitian kualitatif.
Tujuan
penelitian untuk memperoleh gambaran penelitian secara luas, menyeluruh, dan
mendalam dapat tercapai. Dibandingkan dengan metode kuantitatif yang hanya bisa
meneliti beberapa variabel saja, sehingga seluruh permasalahan yang telah
dirumuskan tidak akan terjawab secara lengkap dengan metode kuantitatif. Dengan
metode kuantitatif tidak dapat ditemukan data yang bersifat proses kerja,
perkembangan suatu kegiatan, deskripsi yang luas, mendalam, utuh, dan penuh
makna.
Alasan
digunakan metode kualitatif untuk lebih mudah apabila berhubungan langsung
dengan kenyataan yang tidak terkonsep sebelumnya tentang keadaan di lapangan
dan data yang diperoleh dapat berkembang seiring dengan proses penelitian
berlangsung.
B.
Tempat
Penelitian
Tempat
penelitian dilaksanakan di Desa Sungai Limas, Kecamatan Haur Gading, Kabupaten
Hulu Sungai Utara.Di Desa Sungai Limas, Kecamatan Haur Gading ini peneliti
terjun secara langsung untuk melakukan pengamatan langsung terhadap kegiatan
sehari-hari para petani dan kegiatan pendidikan yang ada disana.
Alasan
memilih Desa Sungai Limas disebabkan sebagai salah satu desa yang berada sangat
jauh dari kota, kemudian di desa ini sangat banyak anak yang putus sekolah,
serta dari total luas lahan yang terdapt di Kecamatan Haur Gading hampir 80,38
persen diantaranya adalah lahan pertanian.
C.
Sumber
Data
Sumber
data dalam penelitian ini dipilih secara purposive
sampling, yaitu memilih orang yang dianggap mempunyai pengetahuan terhadap
objek yang diteliti, sehingga mampu membuka jalan untuk meneliti lebih dalam
dan lebih jauh tentang pandangan keluarga petani terhadap pendidikan anak di
Desa Sungai Limas Kecamatan Haur Gading Kabupaten Hulu Sungai Utara. Dalam
penelitian ini sumber penelitian yang digunakan adalah data primer dan data
skunder.. Sumber data primer yaitu data yang langsung di dapat dari hasil
observasi dan wawancara. Data sekunder yaitu dokumen misalnya foto-foto proses
kegiatan para petani serta kegiatan anak-anak petani.
Informan dalam
Penelitian adalah
1. Ketua
RT Sungai Limas/ Kepala Desa
2. Orang
tua anak yang tidak sekolah di Sungai Limas
3. Para
Guru-Guru sekolah yang ada di Desa Sungai Limas
4. Anak-anak
masyarakat petani yang tidak sekolah di Desa Sungai Limas
D.
Instrumen
Penelitian
Dalam
penelitian ini, yang menjadi instrument penelitian adalah peneliti sendiri.
Peneliti perlu mengetahui bagaimana pandangan masyarakat petani terhadap
pendidikan anak.
Melakukan
pengumpulan data dengan melakukan wawancara, observasi, dan dokumentasi dengan
alat bantu berupa tape recorder, buku catatan, camera, dan handycam. Sehingga peneliti
mampu mengukur pandangan masyarakat petani terhadap pendidikan anak.
E.
Teknik
Pengumpulan Data
Dalam
penelitian ini pengumpulan data dilakukan pada kondisi alami, (Natural setting). Yaitu :
1. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan
pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian
(Margono, 2004 : 158) melalui metode ini peneliti mengadakan pengamatan secara
langsung mengamati gejala-gejala atau fenomena yang terjadi dan timbul dari
objek penelitian. Metode ini digunakan untuk mengambil data-data yang mudah
dipahami dan diamati secara langsung yaitu banyaknya anak petani yang putus
sekolah, latar belakang mereka putus sekolah, serta kegiatan yang dilakukan
anak-anak petani sehari-hari.
Dalam Observasi (pengamatan), peneliti
mengamati dahulu kegiatan para petani, kemudian memilih satu fokus, yaitu
kegiatan yang dilakukan anak petani sehari-hari. Juga dilakukan observasi
partisipasi yaitu peneliti ikut serta atau berpartisipasi dalam kegiatan yang
dilakukan anak-anak petani.
Peneliti melakukan wawancara dengan para
petani untuk mendapat informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat
dikonstruksikan makna dalam satu topik tertentu. Peneliti melakukan wawancara
dengan orang tua yang berprofisi sebagai petani.
2. Wawancara
mendalam (interview)
Wawancara yaitu cara pengumpulan data
yang menanyakan langsung kepada informan atau pihak yang kompeten dalam suatu
permasalahan (Sugiarto, dkk, 2001:17). Metode ini digunakan untuk memperoleh
data tentang pandangan masyarakat petani tehadap pendidikan anak. Jenis
wawancara yang digunakan adalah wawancara semistruktur (semistructure interview) dimana jenis wawancara ini sudah termasuk
dalam kategori in-dept interview.
Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih
terbuka, dimana pihak yang diwawancara diminta pendapat, dan ide-idenya dalam
melakukan wawancara peneliti juga mendengarkan secara teliti dan mencatat apa
yang di kemukakan oleh informan (Wahyu, 2009:13).
3. Dokumentasi
Dokomentasi ialah setiap bahan tertulis
ataupun film, yang dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik
(Moleong, 1991:161). Dokumentasi ini
berupa foto-foto para petani, kegiatan para petani, serta kegiatan
anak-anak petani dalam kesehariannya.
F.
Teknik
Analisis Data
Teknis
analisis data yang digunakan dengan cara menurut Miles and Huberman (Wahyu,
2006: 60) bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara
interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya
sudah jenuh. Aktifitas dalam analisis data yaitu:
1. Reduksi
data (Data Reduction)
Dengan mereduksi data peneliti mencoba
menggabungkan, menggolongkan, mengklasifikasikan, memilah-milih atau
mengelompokkan data dari temuan di lapangan, seperti peneliti memfokuskan pada
masalah rendahnya tingkat pendidikan anak para petani di Desa Sungai Limas.
Maka reduksi data dilakukan dengan merangkum hal-hal apa saja yang berhubungan
dengan data tentang apa yang menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan
masyarakat di Desa Sungai Limas.
2. Penyajian
data (data display)
Setelah data direduksi,
maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Melalui penyajian data
tersebut maka data akan tersusun dalam pola hubungan yang disajikan dalam
bentuk bagan, uraian singkat, laporan tulisan yang dijelaskan (yang bersifat
naratif). Seperti hasil temuan yang didapat, dapat disajikan pada bagian (a)
Perkembangan pendidikan di Desa Sungai Limas, (b) Pandangan keluarga petani
terhadap pendidikan anak di Desa Sungai Limas, dan (c) Hal yang menyebabkan
rendahnya tingkat pendidikan di Desa Sungai Limas.
3. Verification
(conclusion drawing)
Selanjutnya langkah ketiga dalam
analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan (verification), yaitu menarik kesimpulan berdasarkan hasil temuan
yang telah disajikan dalam uraian singkat tersebut. Kesimpulan awal yang
dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan
bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.
Dikaitkan dengan penelitian ini tentu saja proses verifikasi atau kesimpulan
awal dapat dilakukan misalnya kesimpulan mengenai data-data tentang
perkembangan pendidikan di Desa Sungai Limas.
G.
Pengujian
Keabsahan Data
Untuk
memperoleh keabsahan data, maka peneliti melakukan usaha-usaha yaitu diteliti
kredibilitasnya dengan melakukan teknik-teknik sebagai berikut:
1. Perpanjangan
pengamatan
Dengan perpanjangan
pengamatan berarti peneliti melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber
data atau menambah (memperpanjang) waktu untuk observasi. Wawancara yang
awalnya hanya satu minggu, maka akan ditambah waktu satu minggu lagi. Dan jika
dalam penelitian ini, data yang diperoleh tidak sesuai dan belum cocok maka
dari itu dilakukan perpanjangan pengamatan untuk mengecek keabsahan data. Bila
setelah diteliti kembali ke lapangan data sudah benar berarti kredibel, maka
waktu perpanjangan pengamatan dapat
diakhiri.
2. Meningkatkan
ketekunan
Untuk meningkatkan
ketekunan, peneliti bisa melakukan dengan sering menguji data dengan teknik
pengumpulan data yaitu pada saat pengumpulan data dengan teknik observasi dan
wawancara, maka peneliti lebih rajin mencatat hal-hal yang detail dan tidak
menunda-nunda dalam merekam data kembali, juga tidak menganggap mudah / enteng
data dan informasi. Dengan teknik dokumentasi, maka peneliti akan lebih tekun
membaca referensi-referensi buku terkait dengan majelis pengajian sebagai
wawasan peneliti untuk memeriksa kebenaran data
3. Trianggulasi
Trianggulasi sumber
data menguji kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data (cek and ricek) dari berbagai sumber
dengan berbagai cara dan berbagai waktu.
a. Trianggulasi
sumber, adalah untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara
mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber, maksudnya bahwa
apabila data yang diterima dari satu sumber adalah meragukan, maka harus
mengecek kembali ke sumber lain, tetapi sumber data tersebut harus setara
sederajatnya. Kemudian peneliti menganalisis data tersebut sehingga
menghasilkan suatu kesimpulan dan dimintakan kesempatan dengan sumber-sumber
data tersebut.
b. Trianggulasi
teknik, adalah untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara
mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda, yaitu yang
awalnya menggunakan teknik observasi, maka dilakukan lagi teknik pengumpulan
data dengan teknik wawancara kepada sumber data yang sama dan juga melakukan teknik
dokumentasi.
c. Trianggulasi
waktu, adalah untuk melakukan pengecekan data dengan wawancara dalam waktu dan
situasi yang berbeda. Seperti, yang awalnya melakukan pengumpulan data pada
waktu pagi hari dan data didapat, tetapi mungkin saja pada waktu pagi hari
tersebut kurang tepat karena mungkin informan dalam keadaan sibuk. Kemudian
dilakukan lagi pengumpulan data pada waktu malam hari data pun didapat dan
mungkin saja informan sedang istirahat sehingga dapat melengkapi dan mengecek
atas kebenaran data.
4. Menggunakan
Bahan Referensi
Yang dimaksud bahan referensi disini
adalah adanya pendukung untuk membuktikan data yang ditemukan oleh peneliti.
Sebagai contoh, data hasil wawancara perlu didukung dengan adanya rekaman
wawancara dengan keluarga petani di Desa Sungai Limas, atau data interaksi
keluarga petani dengan anak-anaknya. Gambaran suatu keadaan perlu didukung oleh
foto-foto, alat-alat bantu perekam data dalam penelitian kualitatif, seperti
kamera, handycam, alat perekam suara
sangat diperlukan untuk mendukung kredilitas data yang ditemukan oleh peneliti.
5. Mengadakan
member check
Proses member check adalah proses pengecekan
data yang diperoleh peneliti, Pendidikan anak keluarga petani di Desa Sungai
Limas. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh data yang
diperoleh sesuai atau tidak dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Data
yang telah didapat tersebut akan dipertanyakan kembali kepada pemberi data
dengan menanyakan kembali apakah data yang diperoleh benar adanya maka akan
memberikan kenyakinan bahwa data tersebut bukan hasil rekayasa peneliti.
Apabila data yang ditemukan disepakati oleh pemberi data tersebut valid,
sehingga kredibel atau dipercaya. Dari tujuan member check adalah agar informasi yang diperoleh dan yang akan
digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksudkan sumber
data atau informan. Pelaksanaan member
check dapat dilakukan setelah satu periode pengumpulan data sesuai, setelah
mendapat temuan dan kesimpulan.
H. Jadwal Penelitian
No
|
Kegiatan
|
Bulan
|
|||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
||
1.
Persiapan
|
a.
Penyusunan proposal
|
|
|
|
|
|
|
2. Pengumpulan data dan pengolahan data
|
a. Memasuki lapangan
b. Menentukan fokus
c. Analisis
tema
d. Uji
keabsahan data
|
|
|
|
|
|
|
3. Penulisan laporan dan bimbingan
|
a. Membuat draf
laporan penelitian
b. Diskusi draf
laporan
c. Penyempurnaan
laporan
|
|
|
|
|
|
|
4. Ujian
|
a. Ujian hasil penelitian
|
|
|
|
|
|
|
b. Perbaikan
hasil penelitian
|
|
|
|
|
|
|
|
5. Penyerahan hasil penelitian
|
a. Penggandaan
hasil
penelitian
b. Penyerahan
hasil
penelitian
|
|
|
|
|
|
|
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A.
Gambaran
umum
Secara
geografis, Desa Sungai Limas pada bagian utara berbatasan dengan Desa keramat,
di sebelah timur berbatasan dengan Desa Pihaung. Sebelah selatan berbatasan
dengan Desa Palimbang Sari, sedangkan disebelah barat berbatasan dengan dengan
Kecamatan Amuntai Tengah dan Kecamatan Amuntai Selatan. Desa Sungai Limas
terletak di sebelah timur laut Kabupaten Hulu Sungai Utara ini mempunyai luas
wilayah 79,24 km2 atau 8,88 persen dari luas wilayah Kabupaten Hulu
Sungai Utara.
Sekitar 30,84
persen dari total lahan kecamatan ini merupakan daerah persawahan. Sekitar
28,81 persen merupakan lahan hutan rawa, sekitar 17,79 persen merupakan kebun
campuran dan hanya sekitar 10,46 persen saja yang digunakan untuk lahan
perkampungan penduduk. Sisa lahan tersebut merupakan lahan yang dipergunakan
untuk rumput rawa, danau dan lain-lain.
Pada
masyarakat petani di Desa Sungai Limas, hidup penduduknya sangat tergantung
dari tanah, dengan selalu bekerjasama untuk memenuhi keperluannya dan
kepentingannya. Contohnya : waktu pembukaan tanah baru atau waktu musim tanam
mereka bekerja secara bersama-sama, karena mengolah tanah memerlukan tenaga
yang banyak dan sulit untuk dilakukan oleh satu keluarga saja.
Pengendalian sosial
masyarakat di Desa Sungai Limas dirasakan sangat kuat, sehingga perkembangan
jiwa individu sulit untuk dilaksanakan. Rendahnya tingkat pendidikan dan
kurangnya alat-alat komunikasi merupakan faktor yang secara tidak langsung ikut
mempersulit untuk merubah jalan pikiran ke arah jalan pikiran yang bersifat
ekonomis.
Pada masyarakat
yang mayoritas warganya hidup dengan mengandalkan tanah sebagai lahan
pertanian, lazimnya struktur sosial masyarakatnya didasarkan atas status
kepemilikan tanah. Hubungan produksi yang berkaitan dengan kepemilikan tanah
akan berpengaruh pada hubungan-hubungan sosial masyarakat. Pada gilirannya akan
berpengaruh pada pelapisan sosial masyarakat. Sehingga, pemilikan atas tanah
merupakan suatu sub dimensi pelapisan sosial masyarakat pertanian di Desa
Sungai Limas. Pemilik tanah dianggap lebih tinggi kedudukannya dibanding
penyewa tanah (petani penggarap) dan buruh tani.
Pola kehidupan
masyarakat pertanian di Desa Sungai Limas umumnya bersifat komunal
(mementingkan kepentingan umum), yang ditandai dengan ciri-ciri masyarakatnya
yang homogen, hubungan sosialnya bersifat personal, saling mengenal serta
adanya kedekatan hubungan yang lebih intim.
Sementara
pelapisan sosial masyarakat pertanian di Desa sungai Limas tersusun atas lapisan-lapisan
sebagai berikut:
a. lapisan
pertama, terdiri dari mereka yang tanahnya sangat luas. Tanah-tanah tersebut
disewakan kepada pihak lain. Mereka ini disebut golongan tuan tanah atau
pemilik tanah/ petani pemilik.
b. Lapisan
kedua, mereka yang menggarap tanah. Mereka ini di sebut dengan petani
penggarap.
c. Lapisan
ketiga, mereka tidak mempunyai tanah serta tidak mampu menyewa. Mereka hanya
sebagai buruh, sehingga di sebut buruh tani.
Dalam masyarakat petani di Desa Sungai
Limas, latar belakang budaya dalam menyekolahkan anak tidak begitu besar
dibandingkan dengan mengajarkan anak pada sektor-sektor pertanian, seperti
mengolah tanah, menanam, dan memanen.
Pendidikan kepala rumah tangga mempunyai
pengaruh besar terhadap pendidikan anak-anaknya. Orang tua dengan pendidikan
yang tinggi akan mempunyai persepsi (pemahaman) dan motivasi yang cukup besar
untuk mendorong agar anaknya berpendidikan tinggi pula.
Pengaruh tingkat pendidikan kepala rumah
tangga terhadap tingkat pendidikan di kalangan masyarakat petani masih tetap
besar. Kepala rumah tangga yang tidak sekolah mempunyai kemungkinan besar akan
kurang memahami apalagi untuk memberikan motivasi bagi kelangsungan pendidikan
anaknya di sekolah menengah ditambah kemungkinan lainnya seperti kemiskinan,
keluarga, sehingga tidak mampu menyekolahkan anaknya sampai tamat.
B. Hasil
Penelitian
1. Latar
Belakang Anak Petani Putus Sekolah
Dalam
pidato pertanggung jawaban Presiden Soeharto di hadapan Sidang Umum Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) tanggal 11 Maret 1978 dikatakan bahwa perluasan
dan pemerataan kesempatan belajar tetap menjadi titik berat sebagai penerapan
azas keadilan sosial di bidang pendidikan. Terutama bagi anak-anak indonesia
yang berusia 7-12 tahun. Hal yang sama diulang kembali dalam pidato kenegaraan
pada tanggal 16 Agustus 1980 (Bappenas, 1982 : 4). Pernyataan tersebut sangat
melegakan, namun hal ini bukan berarti kita tidak memiliki hambatan yang sulit.
Hambatan seperti tradisi atau kebudayaan, masyarakat yang kurang mementingkan
pendidikan serta masih rendahnya tingkat pendapatan masyarakat.
Persepsi
orang tua akan pentingnya sekolah sampai menamatkan suatu tingkat pendidikan
tertentu bagi sang anak terasa masih kurang terutama bagi orang tua di Desa
Sungai Limas yang bermata pencaharian sebagai petani. Sebagian orang tua di
daerah pertanian menyekolahkan anak dengan alasan agar anak dapat membaca dan
menulis semata agar tidak mudah tertipu orang lain.
Berdasarkan
hasil wawancara peneliti dengan bapak Syamsuni selaku informan dan beliau
merupakan salah satu tokoh masyarakat di Desa Sungai Limas mengungkapkan:
“Bujur, banyak anak petani
yang ampih sekolah di desa ini karena kebiasaan orang tua yang kurang
mementingkan pendidikan dan biaya sekolah yang semakin larang, jadi banyak
orang tua yang menyuruh anaknya sagan bagawi sebagai patani atau tulak ke kota
lain sagan bagawi”. (Ya memang banyak anak petani yang putus sekolah di
desa ini karena kebudayaan orang tua yang kurang mementingkan pendidikan dan
biaya menyekolahkan anak yang sangat mahal, jadi banyak orang tua yang menyuruh
anaknya untuk bekerja, baik itu sebagai petani atau merantau ke kota lain untuk
bekerja) (wawancara pada Sabtu tanggal 15 Juni 2013)
Dari
pendapat bapa Syamsuni, beliau mengatakan bahwa anak petani di Desa Sungai
Limas banyak yang tidak menyekolahkan anaknya karena orang tua yang kurang
mementingkan pendidikan dan kurangnya biaya.
Bapak
Umar Baqi selaku Kepala Desa di Desa Sungai Limas dan beliau juga seorang
petani mengungkapkan:
“Kakanakannya dasar kada mau
sekolah, lalu dasar orang tuanya mamalar tanaga kakanakan supaya membantu
kuitan bahuma. Anak-anak di Desa Sungai Limas ini dasar banyak yang ampih
sekolah karena orang tua mahandaki anaknya tadi pang mancari duit lawan kada
tapi mementingkan pendidikan”. (Anak-anak memang
tidak mau sekolah, kemudian orang tua yang memang memerlukan tenga anak-anak
untuk menggarap sawah. Anak-anak di Desa
Sungai Limas banyak yang putus sekolah karena banyak orang tua yang
menginginkan anaknya mencari uang dan kurang mementingkan pendidikan)
(wawancara pada Sabtu tanggal 15 Juni 2013)
Dari
hasil wawancara peneliti dengan kepala desa Sungai Limas dapat dikatakan bahwa
anak putus sekolah disebabkan karena orang tua yang memang menginginkan tenaga
anaknya untuk membantu untuk menggarap sawah.
Pendapat
yang sama juga disampaikan oleh ibu Rita selaku kepala sekolah SMP 2 Amuntai
Utara:
“Penyebab anak putus sekolah
terutama kadada biaya dan lemahnya kesadaran akan pentingnya pendidikan. Belum
lagi si anak umpat mancari nafkah meringankan beban orang tua. Hal umum sudah
terjadi pada petani. Kuitan biasa menyuruh anaknya bahuma, anak yang sudah
kalapahan kada kawa lagi disuruh sekolah”. (Penyebab
anak putus sekolah terutama ketiadaan biaya dan lemahnya kesadaran akan pentingnya pendidikan.
Apalagi kemudian si anak diperlukan tenaganya untuk turut mencari nafkah
meringankan beban orang tua. Hal begitu umumnya terjadi pada petani. Orang tua
biasa mengajak anaknya bertani untuk membantu menggarap sawah, anak yang sudah
kelelahan bekerja tentu tak bisa diajak masuk sekolah) (hasil wawancara pada
Sabtu tanggal 15 Juni 2013).
Ibu
Rita sebagai kepala sekolah SMPN 2 Amuntai utara mengatakan bahwa banyak siswa
disekolah ini yang putus sekolah terutama masalah kurangnya biaya dan kurangnya
kesadaran akan pentingnya pendidikan.
Selanjutnya
peneliti menanyakan kepada orang tua yang anaknya putus sekolah dan berpropisi
sebagai petani, bapak Wardi mengungkapkan;
“Menyekolahkan anak tu kada
perlu tinggi-tinggi cukup bisa membaca dan menulis haja. Bilanya sudah bisa
membaca dan menulis, lalu kada bakalan kana tipu dalam kehidupan, yang kaya
kita mehadapi kehidupan yang semakin ngalih, dengan bisa membaca dan menulis
kawa haja sudah umpat dalam membangun desa”. (Menyekolahkan
anak tidak perlu tinggi-tinggi cukup sampai anak dapat membaca dan menulis
saja. Karena dengan dapat membaca dan menulis, maka kita tidak akan tertipu
dalam kehidupan, seperti apabila kita akan menghadapi kehidupan ekonomi yang
makin sulit dan dengan membaca dan menulis kita sudah dapat ikut serta dalam
membangun desa) (wawancara pada Minggu
tanggal 16 Juni 2013)
Hasil
wawancara dengan bapak Wardi dapat dikatakan bahwa anak putus sekolah disebabkan
karena budaya yang mereka punya, mereka mempunyai anggapan bahwa menyekolahkan
anak cukup bisa membaca dan menulis saja.
Sementara itu ibu Rahmi
mengungkapakan:
“Karena kurang biaya,
pandapatan bahuma yang kada menentu lalu kada sanggup menyakolahakan anak.
Pandapatan hanya gasan makan sehari-hari haja. Balum lagi gagal panen kadada
tatambahan pemasukan, apalagi gasan menyekolahakan anak”. (Karena kurang biaya, penghasilan sebagai petani yang tidak
menentu sehingga tidak mampu untuk membiayai sekolah anak. Penghasilan hanya
cukup untuk makan sehari-hari. Belum lagi jika gagal panen maka tidak ada
tambahan pemasukan untuk biaya sehari-hari, apalagi untuk biaya sekolah anak)(wawancara
pada Minggu tanggal 16 Juni 2013)
Ada
juga orang tua yang mengatakan bahwa anak-anak harus putus sekolah karena
karena masalah biaya, ini yang menyebabkan anak dari ibu Rahmi putus sekolah.
Ibu Yana mengungkapkan:
”Anak ku jadi aku suruh
ampih sekolah nyaman mangganii aku bahuma, maka abahnya sudah tuha , kadada
yang mangganii aku lagi, salajurai jua aku suruh bacari duit bila mahadang
musim katam” (Anak saya berhenti sekolah agar dapat
membantu aku bersawah, belum lagi ayahnya yang sudah tua, tidak ada lagi yang
membantu aku, dan juga untuk mencari uang sebelum musim panen) (wawancara pada
Minggu tanggal 16 juni 2013)
Sependapat
dengan bapa Umar Baqi ibu Yana juga mengatakan hal yang sama, banyak orang tua
yang memaksakan anaknya berhenti sekolah untuk membantu orang tua disawah dan
kurangnya perhatian orang tua untuk menyekolahkan anak.
Peneliti
juga menanyakan kepada anak-anak yang putus sekolah, Hair mengungkapkan:
“Amun ulun lanjut sekolah,
balum tantu ulun dapat gawian baik pada
kuitan ulun, jadi baik ulun mangganii kuitan ulun dari pada membuang-buang waktu
mahabisakan duit kuitan gasan sekolah, yang belum tentu jua dapat gawian
kenanya”. (Apabila saya terus melanjutkan sekolah, belum tentu saya dapat
memperoleh pekerjaan yang lebih bagus dari orang tua saya, jadi lebih baik saya
membantu orang tua saja, dari pada membuang waktu dan menghabiskan biaya untuk
sekolah,yang tidak pasti memperoleh pekerjaan atau tidak) (wawancara pada
Minggu tanggal 16 Juni 2013 )
Dari hasil
wawancara peneliti dengan anak-anak petani yang putus sekolah salah satunya
adalah hair, dapat dikatakan bahwa dia putus sekolah karena memang keinginan
dia atau minat dia untuk sekolah memang kurang.
Komentar yang sama juga diungkapkan oleh Rahman :
“Ulun merasa kuitan ulun kada sanggup membiyayai sekolah ulun,
jadi ulun mangganii kuitan ulun bagawi. Gasan apa sekolah tinggi-tinggi
ujung-ujungnya mencari duit baik mulai wahini mencari duit”. (Saya merasa orang tua saya tidak mampu untuk membiayai sekolah saya,
jadi saya lebih baik membantu orang tua saya bekerja. Buat apa sekolah
tinggi-tinggi, ujung-ujungnya juga mencari uang, jadi lebih baik dari sekarang
mencari uang) (wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni 2013 )
Ada juga anak yang
mengatakan bahwa dia putus sekolah dikarenakan ingin membantu orang tua, biaya
yang tidak cukup serta keinginan Rahman untuk berhenti sekolah untuk mencari
uang.
Selanjutnya
Sanainiah mengatakan:
“Ulun lebih memilih ampih
sekolah karena kada handak mengalihi kuitan, jadi lebih baik ulun kawin supaya
mengurangi beban kuitan”. (Saya lebih memilih putus
sekolah karena saya tidak ingin merepotkan orang tua sehingga saya memilih
untuk menikah untuk mengurangi beban orang tua) (wawancara pada Minggu tanggal 16
Juni 2013 )
Salah seorang anak perempuan
mengatakan bahwa dia lebih memilih untuk menikah dari pada bersekolah, ini yang
membuat Sanainiah tidak melanjutkan sekolah dan ingin mengurangi beban orang
tuanya.
Dari hasil penelitian yang
didapat maka anak-anak putus sekolah di Desa Sungai Limas lebih banyak
disebabkan oleh ekonomi, kemudian
diikuti minat anak yang rendah, perhatian orang tua yang rendah, dan budaya.
2.
Pandangan Keluarga Petani Terhadap Pendidikan di Desa
Sungai Limas
Pandangan masyarakat yang maju
tentu berbeda dengan masyarakat yang keterbelakangan dan tradisional,
masyarakat yang maju tentu pendidikan mereka maju pula, demikian pula anak-anak
mereka akan menjadi maju pula pendidikannya dibanding orang tua mereka. Maju
mundurnya suatu masyarakat, bangsa dan negara juga ditentukan dengan maju
mundurnya pendidikan yang dilaksanakan. Pada umumnya masyarakat terbelakang
atau dengan kata lain masyarakat tradisional mereka kurang memahami arti
pentingnya pendidikan, sehingga kebanyakan anak-anak mereka tidak sekolah dan
kalau sekolah
kebanyakan putus di tengah jalan.
Golongan orang tua pada masyarakat
pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat
kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Kesukarannya
adalah golongan orang tua itu mempunyai pandangan yang didasarkan pada tradisi
yang kuat sehingga sukar untuk mengadakan perubahan-perubahan yang nyata.
Sementara hasil wawancara peneliti
dengan bapak Syamsuni selaku informan dan tokoh masyarakat:
”Amun menurut
aku pendidikan gasan kakanakan nih sangat penting, karena dengan pendidikan
kakanakan dapat meningkatkan taraf hidup mereka kainanya. Karena mereka sudah
mendapatkan bekal ilmu-ilmu yang mereka pelajari. Tetapi karena
kebiasaan-kebiasaan wariskan turun temurun makanya banyak kakanakan yang ampih
sekolah karena membantu kuitan. (Kalau menurut saya pendidikan
bagi anak-anak sangat penting, karena dengan pendidikan anak-anak dapat
meningkatkan taraf hidup mereka dikemudian hari, karena mereka telah mendapat
bekal ilmu-ilmu yang mereka pelajari. Namun karena kebiasaan-kebiasaan yang
mereka wariskan turun temurun maka banyak anak-anak yang putus sekolah untuk
membantu orang tua) (wawancara pada Sabtu tanggal 15 Juni 2013).
Dari hasil wawancara peneliti dengan
bapak Syamsuni, beliau mengatakan bahwa pendidikan itu sangat penting bagi
anak-anak untuk meningkatkan taraf hidup dikemudian hari karena dengan
pendidikan mereka mendapat bekal ilmu-ilmu yang mereka pelajari.
Selanjutnya peneliti mewawancarai ibu
Rita yang merupakan Kepala Sekolah SMPN 2 Amuntai Utara:
“Pendidikan ini
sangat penting gasan kehidupan, aku sebagai guru hanya dapat memberikan pengarahan
untuk perbuatan dalam kenyataan hidup mereka, tetapi para orang tua di desa
Sungai Limas ini khususnya para orang tua yang bermata pencaharian sebagai
petani susah untuk merubah pandangan mereka untuk mementingkan pendidikan,
mereka lebih mengutamkan gasan mencari duit”. ( Pendidikan sangat penting buat
kehidupan, saya sebagai pendidik hanya memberikan pengarahan bagi perbuatan
dalam kenyataan hidup mereka, namun bagi orang tua di desa Sungai Limas ini khususnya bagi orang
tua yang berprofesi sebagai petani sulit untuk merubah pandangan mereka untuk
mementingkan pendidikan, mereka lebih memilih untuk mencari uang). (wawancara
pada Sabtu tanggal 15 Juni 2013)
Pendidikan sangat penting bagi anak-anak
petani itulah yang dikatakan oleh ibu Rita, tetapi karena pandangan orang tua
khususnya yang bermata pencaharian petani yang kurang mementingkan pendidikan.
Sedangkan menurut bapa Umar Baqi selaku
Kepala Desa mengungkapkan:
“Pendidikan gasan kakanakan tu buat aku
sangat penting, di desa Sungai Limas
banyak kakanakan tidak melanjutkan sekolah. Mereka lebih memilih begawi
sebagian besar mereka adalah murid yang putus di SLTP. Mereka begawi dengan alasan
untuk membantu kuitan. Anak lalakian biasanya begawi sebagai buruh bangunan,
sedangkan anak perempuan kebanyakannya begawi sebagai tukang warung dan maulah
kerajinan tangan. Gawian-gawian seperti itu mereka lakukan sambil mahadang
musim katam. (Pendidikan buat anak-anak itu buat saya sangat penting, di desa
Sungai Limas, banyak anak-anak tidak melanjutkan sekolah. mereka lebih memilih
untuk bekerja sebagian besar mereka adalah murid yang putus di SLTP. Mereka
bekerja adalah dengan alasan untuk membantu orang tua. Anak laki-laki biasanya
bekerja sebagai buruh bangunan, sedangkan anak perempuan kebanyakan menjadi
penjaga kantin, dan warung-warung nasi, serta membuat kerajinan rotan.
Pekerjaan-pekerjaan seperti itu mereka lakukan sambil menunggu musim tanam dan
musim panen tiba) (wawancara pada Sabtu tanggal 15 Juni 2013)
Senada dengan perkataan bapa Syamsuni
dan Ibu Rita, bapa Umar Baqi memandang bahwa pendidikan itu sangat penting.
Karena berbagai alasan maka banyak anak putus sekolah di Desa sungai Limas.
Selanjutnya peneliti juga melakukan
wawancara kepada orang tua yang anaknya putus sekolah dan berprofesi sebagai
petani, bapak Wardi mengungkapakan:
“Pendidikan kami
kada usah tinggi-tinggi, kalau mampu gasan begawi. Yang penting bisa becari duit, apalagi kami sebagai petani
kalau bukan anak-anak kami siapa lagi yang akan membantu gasan balacak”. (Pendidikan
kami tidak perlu tinggi-tinggi, kalau mampu untuk bekerja, langsung kami
hadapkan untuk bekerja. Yang penting bisa mencari uang, apalagi kami seorang
petani kalau bukan anak-anak kami siapa lagi yang akan membantu untuk menggarap
sawah).(hasil wawancara pada Minggu 16 Juni 2013)
Pandangan tentang pendidikan yang tidak
perlu tinggi-tinggi dan kurang mementingkan pendidikan itulah yang disampaikan
oleh bapa Wardi.
Sementara menurut ibu Rahmi :
“Kakanakan cukup sekolah sampai bisa baca
tulis karena kenanya kakanakan dihadapkan pada gawian di pahumaan. Kakanakan
harus dilajari bahuma supaya mereka kawa makan lawan yang paling penting
kakanakan bibinian harus belajar dalam lingkungan keluarga yang kaya bamasak”. (Anak-anak
cukup sekolah sampai bisa baca tulis karena pada akhirnya kakankan akan
dihadapkan pada lapangan pekerjaan dilahan pertanian. Selain itu anak-anak
harus diajarkan pendidikan pertanian agar mereka dapat cukup makan memenuhi
kebutuhannya, dan yang terpenting anak-anak perempuan harus belajar dalam
lingkungan rumah tangga seperti memasak) (wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni
2013 )
Ibu Rahmi juga mengatakan hal yang sama,
beliau kurang mementingkan sekolah anak-anak meraka, anak-anak cukup bisa membaca
dan menulis saja.
Sedangkan ibu Yana mengungkapkan :
“Ya pendidikan
itu penting pang, tapi ngarannya sudah keadaan kami kaya ini kada kawaai lagi,
jadi tapaksa anak kami ampih sekolah”. (Ya pendidikan
itu penting, namun karena sudah keadaan kami seperti ini, jadi terpaksa anak
kami berhenti sekolah) (wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni 2013)
Ibu
Yana juga menambahkan :
“Kakanakan ne
sekolah cukupai sampai inya bisa begawi apalagi bibinian, karena ujung-ujungnya
kawin lalu jadi tanggung jawab lakinya”. (Anak-anak
sekolah cukup sampai dia bisa bekerja terlebih lagi anak perempuan, karena pada
akhirnya akan menikah sehingga akan menjadi tanggung jawab suami) (wawancara
pada Minggi tanggal 16 Juni 2013)
Orang tua juga memiliki pandangan bahwa
pendidikan itu penting, itulah yang disampaikan oleh ibu Yana, namun karena
keadaan yang membuat mereka memutuskan untuk berhenti sekolah, khusus untuk
anak perempuan lebih memilih untuk menikah.
Peneliti juga menanyakan kepada
anak-anak yang putus sekolah Rahman mengungkapkan :
“Ulun merasa pendidikan itu biasa haja kada
terlalu penting, cukupai lulus SD kawa haja mangganii kuitan cari duit”. (Saya
merasa pendidikan itu biasa saja, cukup lulus SD sudah bisa membantu orang tua
cari uang) (wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni 2013)
Dari hasil wawancara kepada anak petani
yang putus sekolah, Rahman mengatakan bahwa pendiikan itu tidak terlalu
penting, dia lebih memilih untuk mencari uang.
Dari temuan hasil penelitian yang
dilakukan peneliti, keluarga petani mempunyai pandangan bahwa pendidikan kurang
begitu penting dan hanya memilih pendidikan yang seperlunya saja, mereka lebih
memilih untuk bekerja dari pada meneruskan sekolah. Kemudian ada juga keluarga
petani yang memiliki pandangan bahwa pendidikan itu sangat penting namun karena
banyak faktor yang mempengaruhi maka banyak anak-anak mereka yang putus
sekolah.
3.
Pendidikan yang Diperlukan Keluarga Petani di Desa Sungai
Limas
Tujuan
pendidikan sebenarnya bagaimana membawa anak didik dalam mencapai kesempurnaan
hidup. Kesempurnaan hidup tidak bisa dicapai hanya melalui pengembangan
intelektual saja, sementara jiwanya gersang. Menghadapi era kemajuan teknologi
informatika, bagaimana pendidikan dapat memelihara, membimbing, membina dan
menjaga bakat-potensi yang ada pada anak didik secara optimal.
Dengan
demikian pedoman yang harus dipakai agar bakat-potensi anak berkembang seimbang
sempurna dan utuh berdasarkan petunjuk Allah yaitu Al-Qur’an, karena Al-Qur’an
sebagai sumber agama telah dipersiapkan untuk menjaga, memelihara, membimbing,
mendidik, menjaga fitrah manusia agar menjadi sempurna.
Menurut
Dinna (2003) sebagian besar masyarakat petani lebih memilih memasukkan anaknya
ke sekolah-sekolah yang bernafaskan keagamaan seperti madrasah. Selain itu,
banyak juga dari mereka lebih memilih masuk pesantren ketimbang SLTP setelah
menyelesaikan Sekolah Dasar. Seperti hasil wawancara peneliti dengan bapak
Syamsuni selaku tokoh masyarakat:
“Apabila anak sudah habis pendidikan di Sekolah Dasar, hendaknya
anak itu diarahkan pada hal-hal pelajaran yang agamis, karena dalam lingkungan
pesantren atau madrasah kakanakan dapat materi yang lebih berharga dari pada di
sekolah biasa”(Apabila anak sudah menyelesaikan
pendidikan di Sekolah Dasar, hendaklah anak tersebut diarahkan pada hal-hal
pelajaran yang agamis, karena dalam lingkungan pesantren atau madrasah,
anak-anak akan mendapat materi yang lebih berharga ketimbang di sekolah biasa)
( Wawancara pada Sabtu tanggal 15 Juni
2013)
Menyekolahkan
serta mengarahkan anak kearah yang agamis seperti pesantren merupakan suatu
solusi untuk para anak-anak petani hal inilah yang diungkapkan oleh bapa
Syamsuni.
Sedangkan bapak Rif’at mengungkapkan:
“Pendidikan
untuk anak hendaknya diberikan pendidikan setinggi mungkin sesuai lawan
kemampuan anak, kakanakan boleh memilih sorang pendidikan yang dikehendakinya,
baik yang umum atau keagamaan” (Pendidikan untuk anak hendaklah diberikan
pendidikan setinggi mungkin sesuai dengan tingkat kemampuan anak, dalam hal ini
anak boleh menentukan sendiri bentuk pendidikan yang dikehendaki, baik yang bersifat
umum, maupun keagamaan). (wawancara pada Sabtu tanggal 15 juni 2013 )
Bapak
Rif”at mengatakan pendidikan untuk para petani hendaknya setinggi-tingginya
sesuai dengan kemampuan anak. Anak-anak diberi kebebasan untuk memilih sekolah
yang diinginkannya.
Sementara
bapak ibu Rega mengungkapkan:
“Kalaunya menurut aku, pendidikan gasan anak atau keluarga petani
adalah pendidikan yang memberikan pemahaman tentang lingkungan. Dunia
pendidikan yang formal atau non-formal adalah sama-sama gasan meningkatakan
kualitas manusia karena pembangunan manusia yang seutuhnya itu kunci keberhasilan
pembangunan. Dalam ruang lingkup yang menjurus, peningkatan kesadaran
lingkungan harus menjadi yang utama pendidikan teristimewa bagi pendidikan Ilmu
Pengetahuan Alam demi keseimbangan dan keserasian lingkungan, yaitu pemahaman
lawan sikap masyarakat petani terhadap pendidikan”. (Kalau menurut saya pendidikan untuk anak ataupun keluarga petani
adalah pendidikan yang memberikan pemahaman tentang konsep-konsep lingkungan.
Dunia pendidikan baik formal maupun non-formal adalah sama-sama untuk
meningkatkan kualitas manusia, karena pembangunan manusia seutuhnya merupakan
kunci keberhasilan pembangunan. Dalam ruang lingkup yang lebih menjurus,
peningkatan kesadaran lingkungan harus menjadi sasaran utama pendidikan
teristimewa bagi pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam demi keseimbangan dan
keserasian lingkungan, yaitu pemahaman dan sikap masyarakat petani terhadap
lingkungan) (wawancara pada Sabtu 15 Juni 2013)
Pendidikan
formal atau nonformal bukan masalah bagi anak-anak untuk tetap sekolah, dalam
pendidikan banyak hal yang menjurus pada peningkatan lingkungan serta pemahaman
tentang lingkungan kata ibu Rega.
Selanjutnya
ibu Rita mengungkapkan:
“Sabujurnya pendidikan itu semuanya sesuai pada semua lapisan
masyarakat, karena pendidikan merupakan hal utama kayapa membentuk peradapan
manusia yang mempunyai karakter sesuai dengan kepribadian bangsa. Pendidikan di
desa Sngai Limas wahini dasar dianggap rendah karena masih kurangya ekonomi
keluarga. Sehingga supaya anak-ananknya tetap menuntut ilmu maka kebanyakan
mereka itu sesudah lulus SD atau SMP
menempuh pendidikan ke pesantren. Ini memungkinkan supaya anak-anak
mereka tetap menuntut ilmu. Pendidikan ke pesantren yang dianggap sebagai
nonformal menurut saya menjadi solusi gasan masyarakat supaya anak-anak mereka
itu tetap medapatkan ilmu yang kenanya kawa membawa perubahan bagi kehidupan
mereka sendiri maupun orang lain”. (Sebenarnya
pendidikan itu semuanya sesuai pada semua lapisan masyarakat, karena pendidikan
merupakan hal utama bagaimana membentuk peradaban manusia yang mempunyai karakter
sesuai dengan kepribadian bangsa. Pendidikan pada masyarakat Desa Sungai Limas
pada saat ini memang dianggap rendah karena masih kurangnya tingkat ekonomi
keluarga. Sehingga agar melihat anak-anak mereka untuk tetap menuntut ilmu maka
kebanyakan dari mereka setelah lulus SD atau SMP menempuh pendidikan ke pondok pesantren.
Hal ini memungkinkan agar anak-anak mereka tetap menuntut ilmu. Pendidikan ke pondok
pesantren yang dianggap sebagai nonformal menurut saya menjadi solusi bagi
masyarakat agar anak-anak mereka tetap mendapatkan ilmu yang nantinya dapat
membawa perubahan bagi kehidupan mereka sendiri maupun orang lain) (wawancara
pada Sabtu tanggal 15 Juni 2013)
Menurut
ibu Rita pendidikan itu semuanya sesuai terhadap semua lapisan masyarakat,
namun banyak anak-anak yang memilih pendidikan di pesantren hal ini
memungkinkan mereka untuk tetap melanjutkan sekolah.
Sementara menurut bapak Umar Baqi:
“Pendidikan
gasan semua masyarakat yang penting adalah pendidikan yang setinggi mungkin,
apabila kemampuan ekonomi kuitan mendukung, jangan sampai kakanakan putus
sekolah. Pendidikan kawa didapatakan lawan berbagai cara baik itu formal, dan
banyak juga yang nonformal yang kaya pesantren, terlebih lagi dengan semakin
mendukungnya perkembangan alat-alat elektronik wayahini”. (Pendidikan untuk semua masyarakat yang penting adalah pendidikan
yang setinggi mungkin, apabila kemampuan ekonomi orang tua mendukung, jangan
sampai anak-anak putus sekolah. Pendidikan dapat diperoleh dengan berbagai cara
baik itu pendidikan formal, dan juga yang nonformal seperti pesantren, terlebih
lagi dengan semakin mendukungnya perkembangan alat-alat elektronika sekarang
ini) (wawancara pada Sabtu tanggal 15 Juni 2013)
Pendidikan untuk
masyarakat itu yang penting adalah pendidikan yang setinggi mungkin itu jika
didukung ekonomi keluarga, ada pendidikan formal dan nonformal seperti
pesantren kata bapak Umar Baqi
Selanjutnya
peneliti menanyakan kepada orang tua yang anak-anaknya putus sekolah bapak
Wardi mengemukakan:
”Pendidikan bagi keluarga petani kaya kami ini kada tapi
penting, tapi kebanyakan dari kakanakan yang memilih kepesantren, disana inya
kawa memperdalam agama islam, lawan dipesantren ne kada tapi banyak
mengeluarakan biaya. (Pendidikan bagi
keluarga petani seperti kami ini kada tapi penting, tapi kebanyakan dari
anak-anak yang memilih pesantren, disana dia dapat memperdalam agama islam, dan
dipesantren ini tidak banyak mengeluarkan biaya) (wawancara pada Minggu tanggal
16 Juni 2013)
Bapak Wardi selaku
orang tua lebih memilih pendidikan di pesantren, karena menurut beliau
pendidikan di pesantren lebih sesuai dengan keadaan ekonomi mereka dan bisa
memperdalam agama islam
Selanjutnya ibu Rahmi mengungkapkan:
”Kalau sagan kami
ne pendidikan agama itu lebih penting dari pendidikan di sekolah-sekolah lain,
yang kaya pesanteren itu ilmu yang didapatkan lebih beberkah”. (Kalau untuk kami ini pendidikan agama itu lebih penting
dari pada pendidikan di sekolah-sekolah lain, seperti pesantren itu ilmu yang
didapat lebih beberkah) (wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni 2013)
Senada
dengan bapa Wardi ibu Rahmi juga memilih pesantren untuk pendidikan anaknya,
karena di pesantren ilmu yang didapat lebih beberkah.
Sedangkan ibu Yana mengemukakan:
”Pendidikan yang
kami handaki sagan anak kami ini pendidikan yang tinggi, tapi ya masalah biaya
yang kada cukup”. (Pendidikan yang kami inginkan untuk anak kami pendidikan
yang tinggi, tapi ya masalah biaya yang kada cuku) (wawancara pada Minggu
tanggal 16 Juni 2013).
Ada
juga orang tua yang menginginkan pendidikan yang tinggi untuk anaknya namun
memang masalah biaya yang tidak mencukupi maka anak-anak putus sekolah kata ibu
Yana.
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga petani di Desa Sungai Limas
hampir 100% menganut agama islam cenderung memilih pendidikan ke arah yang
bersifat agama Islam, bagi mereka adalah pendidikan yang bersifat seumur hidup.
Namun tidak sedikit juga dari mereka yang bersekolah di sekolah yang bersifat umum.
Kendati demikian,
banyak masyarakat petani yang tidak meneruskan pendidikan mereka ke tingkat
yang lebih tinggi. Kebanyakan dari mereka hanya menempuh pendidikan setingkat
SD atau SLTP, hal ini disebabkan oleh berbagai alasan seperti pendidikan yang diperoleh
selama SD sudah cukup.
BAB V
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A.
Latar Belakang Anak Petani Putus Sekolah
Dalam
pembahasan ini akan diuraikan temuan hasil penelitian yang telah dilakukan di
lapangan membahas tentang Pandangan Keluarga Petani Terhadap Pendidikan Anak di
Desa Sungai Limas Kecamatan Haur Gading Kabupaten Hulu Sungai Utara. Dari hasil
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa latar belakang anak petani putus sekolah
adalah karena masalah kurangnya biaya, kebudayaan yang mereka miliki, dan
kurangnya mementingkan pendidikan.
Banyak
anak-anak putus sekolah di Desa Sungai Limas putus sekolah beranggapan bahwa
sekolah hanya cukup bisa membaca dan menulis saja. Mengingat kemampuan
membaca dan menulis sudah dicapai pada kelas 3 atau 4 maka orang tua kadang
kadang telah menganggap tidak perlu anaknya bersekolah sampai tamat SD. Apalagi
kalau mengingat kondisi pekerjaan yang ada di pedesaan. Kemampuan berproduksi
antara yang tamat SD dan yang hanya sampai kelas 3 atau 4 misalnya tidak banyak
berbeda, oleh sebab itu, wajarlah kalau bukti-bukti yang ada menunjukkan
sebagian orang tua yang tidak mampu melanjutkan pendidikan anaknya ke sekolah
lanjutan, percaya bahwa tidak ada gunanya mengeluarkan biaya untuk pendidikan yang
lebih tinggi.
Putus
sekolah di Desa Sungai Limas tidak hanya merupakan masalah pendidikan tetapi
juga sebagai masalah sosial dan ekonomi. Berbagai faktor sosial ekonomi (maupun
budaya) dapat mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat putus sekolah. Di samping
itu putus sekolah kelihatannya agak terselubung, karena mereka langsung
dimanfaatkan oleh sektor pertanian, mereka langsung menjadi pekerja keluarga.
Kalau mereka sudah jenuh dengan bidang ini atau memang di daerahnya tidak ada
lapangan pekerjaan lain maka mereka cenderung lari ke kota untuk mencari
pekerjaan. Mereka tidak atau sudah tidak mencari pekerjaan dapat berusaha
sebagai pekerja harian, buruh bangunan, tukang kantin dan lain sebagainya.
Putus
sekolah bagi keluarga petani, tidak hanya berasal dari keluarga petani miskin
yang tidak mampu, tetapi tidak jarang juga berasal dari keluarga petani
menengah. Hal ini banyak disebabkan oleh faktor ekonomi. Adapun sebab-sebab
putus sekolah di Desa Sungai Limas adalah :
1.
Faktor pertama
yang menyebabkan anak tidak dan putus sekolah adalah faktor ekonomi.
Keluarga petani di Desa Sungai Limas banyak mengatakan biaya yang kurang
menyebabkan mereka putus sekolah. Senada dengan pendapat Candra (2010 : 4)
putus sekolah disebabkan ketidakmampuan keluarga si anak untuk membiayai segala
proses yang dibutuhkan selama menempuh pendidikan atau sekolah dalam jenjang
tertentu walaupun pemerintah telah mencanangkan wajib belajar 9 tahun, namun
belum berimplikasi secara maksimal terhadap penurunan jumlah anak yang tidak
dan putus sekolah. Selain itu, program pendidikan gratis yang telah
dilaksanakan belum tersosialisasi hingga ke level bawah.
Konsep gratis belum jelas saasaran pembiayaannya oleh sekolah
sehingga masih dianggap sebagai beban bagi keluarga yang kurang mampu. Sebab,
selain biaya yang dikeluarkan selama sekolah anak harus mengeluarkan biaya
untuk pakaian sekolah, uang daftar, buku dan alat tulis lainnya serta biaya
transportasi atau akomodasi bagi siswa yang jauh dari sekolah. Hal-hal tersebut
masih dianggap sebagai beban oleh orang tua sehingga membuat mereka enggan
untuk menyekolahkan anaknya. Selain itu, mata pencaharian orang tua anak tidak
dan putus sekolah sebagian besar petani.
Sejalan juga dengan pendapat Nico (2012)
kurangnya pendapatan keluarga menyebabkan orang tua terpaksa bekerja keras
mencukupi kebutuhan pokok sehari-hari, sehingga pendidikan anak kurang
terperhatikan dengan baik dan bahkan membantu orang tua ke sawah, karena
dianggap meringankan beban orang tua anak di ajak ikut orang tua ke tempat
kerja yang jauh dan meninggalkan sekolah dlam waktu yang cukup lama.
Yang menyebabkan orang tua kurang pendapatan
karena produksi hasil bumi menempati lahan yang kurang baik, karena kalau air
sungai saatnya pasang maka lahan pertanian akan menjadi banjir dan
menenggelamkan semua tanaman, hal ini kalau sering terjadi menyebabkan akan
sering menemui kegagalan panen. Sedangkan kalau musim kemarau lahan pertanian
akan kekeringan sampai tanah menjadi
pecah-pecah, hal ini menjadikan tanaman menjadi tidak berbuah maka para petani
kembali menemui kegagalan dalam masa panen.
2.
Putus
sekekolah karena rendahnya atau kurangnya minat anak untuk bersekolah.
Anak-anak petani putus
sekolah di Desa Sungai Limas mengatakan bahwa keinginan atau minat dia untuk
sekolah memang kurang. Sejalan dengan yang dikatakan oleh Candra (2010 : 4)
bahwa rendahnya minat anak dapat disebabkan oleh perhatian orang tua yang
kurang, jarak antara tempat tinggal anak dengan sekolah yang jauh, fasilitas
belajar yang kurang, dan pengaruh lingkungan sekitarnya. Minat yang kurang
dapat disebabkan oleh pengaruh lingkungan misalnya tingkat pendidikan
masyarakat rendah yang diikuti oleh rendahnya kesadaran tentang pentingnya
pendidikan. Adapula anak putus sekolah karena malas untuk pergi ke sekolah
karena merasa minder, tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekolahnya,
sering dicemoohkan karena tidak mampu membayar kewajiban biaya sekolah
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Ketidakmampuan ekonomi keluarga dalam
menopang biaya pendidikan yang berdampak terhadap masalah psikologi anak
sehingga anak tidak bisa bersosialisasi dengan baik dalam pergaulan dengan
teman sekolahnya selain itu adalah peranan lingkungan.
Kemudian Nico (2012) juga
mengatakan yang menyebabkan anak putus sekolah bukan hanya disebabkan lemahnya
ekonomi keluarga tetapi juga datang dari dirinya sendiri yaitu kurangnya minat
anak untuk bersekolah atau melanjutkan sekolah.
Anak usia wajib belajar
semestinya menggebu-gebu ingin menuntut ilmu pengetahuan namun karena sudah
terpengaruh oleh lingkungan yang kurang baik terhadap perkembangan pendidikan
anak, sehingga minat anak untuk bersekolah kurang perhatian sebagaimana mestinya,
adapun yang menyebabkan anak kurang berminat untuk bersekolah adalah anak
kurang mendapat perhatian dari orang tua terutama tentang pendidikannya, juga
karena kurangnya orang-orang terpelajar sehingga yang mempengaruhi anak
kebanyakan adalah orang yang tidak sekolah sehingga minat anak untuk sekolah
sangat kurang.
3. Faktor
ketiga adalah kurangnya perhatian orang tua.
Orang tua di Desa Sungai Limas banyak yang memaksakan anaknya
untuk membantu orang tua disawah atau bekerja dan kurangnya perhatian orang tua
untuk menyekolahkan anaknya. Senada dengan pendapat Candra (2010 : 4) mengatakan
rendahnya perhatian orang tua terhadap anak dapat disebabkan karena kondisi
ekonomi atau rendahnya pendapataan orang tua si anak sehingga perhatian orang
tua lebih banyak tercurah pada upaya untuk memenuhi keperluan keluarga.
Persentase anak yang tidak dan putus sekolah karena rendahnya kurangnya
perhatian orang tua. Dalam keluarga miskin cenderung timbul berbagai masalah
yang berkaitan dengan pembiayaan hidup anak, sehingga mengganggu kegiatan
belajar dan kesulitan mengikuti pelajaran.
Menurut Nico (2012) Pendapatan keluarga yang serba kekurangan juga
menyebabkan kurangnya perhatian orang tua terhadap anak karena setiap harinya
hanya memikirkan bagaimana caranya agar keperluan keluarga bisa terpenuhi,
apalagi kalau harus meninggalkan keluarga untuk berusaha menempuh waktu
berbulan-bulan bahkan kalau sampai tahunan, hal ini tentu pendidikan anak
menjadi terabaikan.
4. Faktor
keempat adalah kendala budaya untuk sekolah.
Keluarga petani di Desa Sungai Limas mempunyai budaya yang
beranggapan bahwa sekolah kurang begitu penting dan menyekolahkan anak hanya
cukup bisa membaca dan menulis. Sejalan dengan pendapat Candra (2010 : 5)
kendala budaya yang dimaksudkan adalah pandangan masyarakat yang menganggap
bahwa pendidikan tidak penting. Pandangan banyak anak banyak rezeki membuat
masyarakat dipedesaan lebih banyak mengarahkan anaknya yang masih usia sekolah
diarahkan untuk membantu orang tua dalam mencari nafkah.
Pandangan masyarakat yang maju tentu berbeda dengan masyarakat
yang keterbelakangan dan tradisional, masyarakat yang maju tentu pendidikan
mereka maju pula, demikian pula anak-anak mereka akan menjadi maju pula
pendidikannya dibanding orang tua mereka. Maju mundurnya suatu masyarakat,
bangsa dan negara juga ditentukan dengan maju mundurnya pendidikan yang
dilaksanakan. Pada umumnya masyarakat terbelakang atau dengan kata lain
masyarakat tradisional mereka kurang memahami arti pentingnya pendidikan,
sehingga kebanyakan anak-anak mereka tidak sekolah dan kalu sekolah kebanyakan
putus di tengah jalan (Dharma, 2013)
B. Pandangan
Keluarga Petani Terhadap Pendidikan di Desa Sungai Limas
Dari temuan hasil
penelitian yang dilakukan peneliti, keluarga petani mempunyai pandangan bahwa
pendidikan kurang begitu penting dan hanya memilih pendidikan yang seperlunya
bagi kehidupan mereka, mereka lebih memilih untuk bekerja dari pada meneruskan
sekolah ketingkat yang lebih tinggi.
Sesuai dengan apa yang
dikatakan oleh Dinna (2008) Pendidikan petani merupakan satu faktor yang
mempengaruhi cara pandang dan hidup petani. Para petani lebih memilih
pendidikan yang seperlunya dibanding pendidikan yang dijalani oleh masyarakat
pada umumnya. Kebanyakan para petani lebih memilih pendidikan yang bersifat
agama dan kemasyarakatan. Namun demikian dalam proses menempuh pendidikan
mereka terkendala berbagai masalah yang membuat anak petani kebanyakan putus
sekolah.
Orang tua yang hanya
tamat sekolah dasar atau tidak tamat cenderung kepada hal-hal tradisional dan
kurang menghargai arti pentingnya pendidikan. Mereka menyekolahkan anaknya
hanya sebatas bisa membaca dan menulis saja, karena mereka beranggapan
sekolahnya seseorang kepada jenjang yang lebih tinggi pada akhir tujuan adalah
untuk menjadi pegawai negeri dan mereka beranggapan sekolah hanya membuang
waktu, tenaga dan biaya, mereka juga beranggapan terhadap anak lebih baik
ditunjukan kepada hal-hal yang nyata seperti membantu orang tua dalam berusaha
itulah manfaat yang nyata bagi mereka, lagi pula sekolah harus melalui seleksi
ujian yang ditempuh dengan waktu yang panjang dan amat melelahkan.
Banyak keluarga petani
juga memiliki pandangan bahwa pendidikan sangat penting namun karena banyak
faktor yang mempengaruhi pendidikan mereka, maka banyak anak-anak mereka yang
putus sekolah.
Sesuai yang diungkapkan
oleh Agus (2012) yakni orang tua mempunyai pandangan bahwa pendidikan adalah
suatu hal penting, akan tetapi hal itu dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
orang tua yang rendah dan ekonomi yang kurang mendukung, sehingga pentingnya
pendidikan hanya digambarkan untuk pendidikan saja.
C.
Pendidikan yang Diperlukan Keluarga Petani di Desa Sungai
Limas
Bagi keluarga petani Sungai
Limas yang hampir 100% adalah beragama islam, orang tua dan guru mendidik anak hendaklah dilakukan bahwa anak
sebagai amanah, titipan Allah, Mendidik dijadikan sebagai perwujudan iman dan
ibadah, dengan penuh perhatian, dan santun. Yang utama yang harus dilakukan
orang tua dan pendidik adalah bagaimana anak beriman dan taqwa kepada Tuhan,
melalui pembiasaan, pemahaman, dan keteladanan. Mendorong anak menguasai ilmu
pengetahuan, keterampilan, teknologi, beriman, taqwa, berakhlak, cinta pada
keberadaan dan rendah hati.
Tujuan pendidikan sebenarnya bagaimana
membawa anak didik dalam mencapai kesempurnaan hidup. Kesempurnaan hidup tidak
bisa dicapai hanya melalui pengembangan intelektual saja, sementara jiwanya
gersang. Menghadapi era kemajuan teknologi informatika, bagaimana pendidikan
dapat memelihara, membimbing, membina dan menjaga bakat-potensi yang ada pada
anak didik secara optimal.
Dengan demikian pedoman yang harus
dipakai agar bakat-potensi anak berkembang seimbang sempurna dan utuh
berdasarkan petunjuk Allah yaitu Al-Qur’an, karena Al-Qur’an sebagai sumber
agama telah dipersiapkan untuk menjaga, memelihara, membimbing, mendidik,
menjaga fitrah manusia agar menjadi sempurna. Maka sebagian besar masyarakat
petani lebih memilih memasukkan anaknya ke sekolah-sekolah yang bernafaskan
keagamaan seperti madrasah. Selain itu, banyak juga dari mereka lebih memilih
masuk pesantren ketimbang SLTP setelah menyelesaikan Sekolah Dasar.
Sejalan dengan pendapat
Dinna (2008) Pendidikan petani merupakan satu faktor yang mempengaruhi cara
pandang dan hidup petani. Para petani lebih memilih pendidikan yang seperlunya
dibanding pendidikan yang dijalani oleh masyarakat pada umumnya. Kebanyakan
para petani lebih memilih pendidikan yang bersifat agama dan kemasyarakatan.
Namun demikian dalam proses menempuh pendidikan mereka terkendala berbagai
masalah yang membuat anak petani kebanyakan putus sekolah.
BAB
VI
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
1. Banyak
anak-anak petani yang tidak meneruskan pendidikan mereka ke tingkat yang lebih
tinggi. Kebanyakan dari mereka hanya menempuh pendidikan setingkat SD-SLTP, hal
ini disebabkan oleh berbagai alasan seperti pendidikan yang diperoleh selama SD
sudah cukup dan kendala pendidikan seperti masalah ekonomi, minat anak yang
kurang, perhatian orang tua yang rendah, serta budaya.
2.
Keluarga petani banyak
yang memiliki pandangan bahwa pendidikan kurang penting, yang mengakibatkan
anak-anak mereka banyak yang berhenti sekolah. Namun ada juga keluarga petani
yang memandang bahwa pendidikan itu sangat penting tetapi karena banyak faktor
yang mempengaruhi pendidikan mereka maka mereka lebih memilih untuk bekerja dan
berhenti sekolah.
3.
Keluarga petani Desa
Sungai Limas yang hampir 100% menganut agama Islam cenderung memilih pendidikan
ke arah yang bersifat agama seperti madrasah atau pesantren. Karena pendidikan
yang bersifat agama, bagi mereka adalah pendidikan yang bersifat seumur hidup.
Namun tidak sedikit juga dari mereka yang bersekolah di sekolah yang bersifat
umum.
B.
Saran
1. Bagi
pemerintah daerah dan LSM sebaiknya melakukan upaya untuk meningkatkan
pengetahuan orang tua terkait dengan pentingnya pendidikan bagi anak-anak
khususnya bagi para keluarga petani
2. Bagi
setiap orang tua khususnya keluarga petani harus memprioritaskan pendidikan
anak untuk melangkah kejenjang yang lebih tinggi demi masa depannya.
3. Orang
tua harus lebih memberikan motivasi dan dorongan kepada anak untuk
menyelesaikan pendidikannya dengan baik, walaupun keadaan ekonomi yang kurang
mampu, orang tua harus mengupayakan pendidikan anak, jangan sampai anak-anak
mengalami putus sekolah.
4. Bagi
masyarakat umum hendaknya lebih berperan sebagaimana mestinya sehingga gagasan
untuk meraih tujuan pendidikan bisa terlaksana dengan efektif dan efisien.
5. Untuk
peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis agar lebih mengembangkan
teori-teori yang ada.
DAFTAR
PUSTAKA
Andhina, 2013,
Antropologi Pedesaan. (Online). (http://syfaawan.blogspot.com/2013/01/resume-buku-petani,
diakses 28 Mei 2013)
Asih Azzahra,
2012. Konsep Dasar Keluarga. (Online). (http://www.asihsinplasa.blogspot.com/2012/03/konsep-dasar-keluarga, diakses 28 Mei 2013)
Aswandi Bahar, 1989. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta :
P2LPTK Dikti Depdikbud.
Badan Pusat Statistik Kabupaten
Hulu Sungai Utara, 2012. Statistik Daerah
Kecamatan Haur Gading, 2012 : BPS HSU.
Bappenas, 1982. Pendidikan
dan Generasi Muda. (Online). (www.bappenas.go.id, diakses 15 Juni 2013)
Candra, 2010. Penyebab
Anak-Anak Putus Sekolah, Malang : Universitas Negri Malang
Dharma, 2013. Analisis Penyebab Anak Putus Sekolah.
(Online). (http://dir.groups.yahoo.com/group/Kasih-DhrmaPeduli/Message/us, diakses 7 Februari 2013).
Dinna, 2008. Pandangan Masyarakat Petani Terhadap
Pendidikan Anak di Kelurahan Gambut Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar.
Pascasarjana UNLAM Banjarmasin. Tidak diterbitkan
Djibril
Muhammad, 2010. 68 Ribu Siswa SD di
Kalsel Putus Sekolah. Republika. (Online). (http://www.Republika.co.id. Diakses Februari 2013)
Hendra Prijatna, 2012. Sosiologi Keluarga. Bandung : UNIBBA
Koentjaranigrat, 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta :
Penerbit Rineka Cipta.
Moleong, Lexy.J. 1999. Metodologi penelitian
Kualitatif. Rakesarasin, Yogyakarta.
Nico Selim, 2012, Hal-
Hal yang Menyebabkan Anak Putus Sekolah (Online). (http://www.oke-belajar-bersama.blogspot.com/2012/10/hal-hal-yang-menyebabkan
anak putus sekolah, diakses 18 Maret 2013)
Ronggo, 2011. Artikel Pendidikan Luar Sekolah.
(Online). (http://www.imadiklus.com/2011/06/pengertian-tiga-jenis-pendidikan, diakses 7 Februari 2013).
Salwinshah, 2003. Peranan
Orang Tua, Sekolah dan Guru dalam Mensukseskan Pendidikan. (Online). (http:/salwintt.wordpress.com/artikel/109-2/peranan-orangtua-sekolah-dan-guru-dalam-mensukseskan-pendidikan,
diakses 18 Maret 2013)
Soekidjo Notoadmodjo, 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta
: PT Rineka Cipta.
Soerjono Soekanto, 2004. Sosiologi Keluarga; tentang ikhwal keluarga, Remaja dan Anak.
Jakarta : PT. Rineka Cipta
Soerjono Soekanto, 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT.
Rajawali Pers.
Sulaiman Joesoef, 1979. Pendidikan Luar Sekolah. Surabaya. CV
Usaha Nasional.
Sunarto dan Hartono, 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta :
Rineka Cipta.
Suparto, 1987. Sosiologi dan Antropologi. Bandung : Aramico
Suryadi, Budi, 2009. Sosiologi Ekonomi & Komunikasi masa.
Seripta Cendekia.
Titarahardja dan La Sulo, 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Renika
Cipta.
Tomi, Agus, 2012. Pandangan Orang Tua Terhadap Pendidikan.
(Online). (http://karya-ilmiah,um.ac.id/index.Php/PLS/article/reiw/22881,
diakses 7 Februari 2013)
Usman, Hardius dan Nachrowi. 2004. Pekerja Anak di Indonesia dan Kondisi,
Determinan dan Eksploitasi.(Kajian Kuantitatif). PT. Gramedia, Jakarta.
UU Sisdiknas tahun 2003 tentang Pengertian dan Tujuan
Pendidikan Nasional.
Wahyu, 2006. Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah, Sosiologi Antropologi, Banjarmasin.
Wahyu, 2007. Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah. Banjarmasin : FKIP UNLAM.
Wahyu, 2010. Metode
Penelitian Untuk Penelitian Kualitatif.
Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Banjarmasin
Wahyu, et.al, 2011.
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.
Banjarmasin: Pustaka Banua.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA
(Untuk ketua RT Sungai Limas/ Kepala Desa )
A.
Identitas
responden
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin
:
Alamat :
B.
Daftar
pertanyaan
1. Berapa
lama anda menjadi ketua RT / Kepala Desa dsini?
2. Apa
pekerjaan anda selain menjadi ketua RT/ Kepala Desa?
3. Apakah
anda memiliki anak?
4. Jika
ada, apakah anak anda sekarang bersekolah?
5. Seberapa
besar petani yang ada disini?
6. Seberapa
besar anak yang putus sekolah di desa ini?
7. Biasanya
apa yang menyebabkan mereka putus sekolah?
8. Bagaimanan
pandangan para keluarga petani di sini terhadap pendidikan?
9. Sebenarnya
pendidikan yang seperti apa yang diperlukan para petani?
PEDOMAN WAWANCARA
(Untuk Orang tua anak yang tidak sekolah di
Desa Sungai Limas)
C.
Identitas
responden
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin
:
Alamat :
D.
Daftar
pertanyaan
1. Mengapa
anak anda putus sekolah?
2. Bagaimana
pandangan anda tentang pendidikan?
3. Seberapa
penting sekolah untuk anak anda (penting atau tidak berikan alasan)?
4. Apa
yang dikerjakan anak anda jika tidak bersekolah?
5. Kapan
anak anda memutuskan untuk berhenti sekolah?
6. Adakah
keterlibatan anak dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga?
7. Berapa
jumlah penghasilan anda per bulan?
8. Dimana
anak anda dulu bersekolah?
9. Adakah
bantuan yang diterima anda yang berhubungan dengan pendidikan anak? Baik dari
BOS, BSM, atau bantuan lainnya?
10. Pendidikan
yang seperti apa yang anda inginkan untuk anak anda?
11. Apakah
anak anda sekarang bekerja?
12. Dimana
anak anda sekarang bekerja?
13. Dengan
siapa anak anda sekarang bekerja?
PEDOMAN WAWANCARA
(Para guru-guru sekolah yang ada di Desa
Sungai Limas)
E.
Identitas
responden
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin
:
Alamat :
F.
Daftar
pertanyaan
1. Berapa
lama anda bekerja sebagai guru?
2. Apakah
anda berasal dari Desa Sungai Limas?
3. Pengalaman
apa saja yang anda dapat selama mengajar disini?
4. Berapa
jumlah murid yang ada disekolah anda?
5. Apakah
sebagian mereka adalah anak petani?
6. Apakah
banyak anak yang putus sekolah selama anda menjadi guru di desa ini?
7. Apa
yang melatar belakangi mereka putus sekolah?
8. Apakah
ada dana BOS bagi mereka yang tidak mampu?
9. Berapa
besar BOS/BSM yang diterima oleh siswa miskin?
10. Sebagai
guru, apa yang anda lakukan untuk mengurangi angka putus sekolah?
11. Menurut
anda, sekolah seperti apa yang diinginkan para anak-anak di desa ini?
PEDOMAN WAWANCARA
(Untuk anak-anak petani yang putus sekolah di
Desa Sungai Limas)
G.
Identitas
responden
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin
:
Alamat :
H.
Daftar
pertanyaan
1. Berapa
umur kamu sekarang?
2. Sudah
berapa lama kamu putus sekolah?
3. Sejak
kelas berapa kamu berhenti sekolah?
4. Apa
yang menyebabkan kamu putus sekolah?
5. Adakah
keterlibatan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga?
6. Bagaimana
pandangan anda terhadap pendidikan?
7. Seberapa
penting pendidikan untuk kamu?
8. Pengalaman
apa yang anda dapat selama kamu bersekolah?
9. Apakah
anda berkeinginan untuk bersekolah lagi?
10. Apakah
ada pengaruh orang tua, yang menyebabkan kamu putus sekolah (jawab ya atau
tidak dan berikan alasannya)?
11. Apa
yang kamu dapat selama bersekolah?
12. Apakah
kamu
13. Sekarang
apa yang kamu kerjakan selama putus sekolah?
DAFTAR
INFORMAN
Nama :
Syamsuni
Umur : 55 Tahun
Pendidikan : S1
Alamat : Desa Sungai Limas RT 1
Agama : Islam
Status : Kawin
Nama : Umar Baqi
Umur : 50 Tahun
Pendidikan : SMP
Alamat : Desa Sungai Limas RT 1
Agama : Islam
Status : Kawin
Nama : Rita
Umur : 50 Tahun
Pendidikan : S1
Alamat : Desa Sungai Limas RT 2
Agama : Islam
Status : Kawin
Nama : Rif”at
Umur : 40 Tahun
Pendidikan : S1
Alamat : Alabio
Agama : Islam
Status : Kawin
Nama : Rega
Umur : 42 Tahun
Pendidikan : S1
Alamat : Desa Bayur
Agama : Islam
Status : Kawin
Nama : Wardi
Umur : 49 Tahun
Pendidikan : SD
Alamat : Desa Sungai Limas RT 1
Agama : Islam
Status : Kawin
Nama : Rahmi
Umur : 45 Tahun
Pendidikan : SD
Alamat : Desa Sungai Limas RT 2
Agama : Islam
Status : Kawin
Nama : Yana
Umur : 47 Tahun
Pendidikan : SD
Alamat : Desa Sungai Limas RT 3
Agama : Islam
Status : Kawin
Nama : Hair
Umur : 15 Tahun
Pendidikan : SD
Alamat : Desa Sungai Limas RT 1
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Nama : Rahman
Umur : 17 Tahun
Pendidikan : SD
Alamat : Desa Sungai Limas RT 2
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Nama : Sanainiah
Umur : 18
Pendidikan : SD
Alamat : Desa Sungai Limas RT 3
Agama : Islam
Status : Kawin
REKAP
HASIL WAWANCARA
Nama
: Bapak Syamsuni (Tokoh Masyarakat)
1. Apa
yang menjadi latar belakang anak-anak petani putus sekolah?
Jawaban : “Bujur, banyak anak petani yang ampih sekolah
di desa ini karena kebiasaan orang tua yang kurang mementingkan pendidikan dan
biaya sekolah yang semakin larang, jadi banyak orang tua yang menyuruh anaknya
sagan bagawi sebagai patani atau tulak ke kota lain sagan bagawi”. (Ya
memang banyak anak petani yang putus sekolah di desa ini karena kebudayaan
orang tua yang kurang mementingkan pendidikan dan biaya menyekolahkan anak yang
sangat mahal, jadi banyak orang tua yang menyuruh anaknya untuk bekerja, baik
itu sebagai petani atau merantau ke kota lain untuk bekerja) (wawancara pada
Sabtu tanggal 15 Juni 2013)
2. Pandangan
anda terhadap pendidikan anak ?
Jawaban
: ”Amun menurut aku pendidikan gasan kakanakan nih sangat penting, karena
dengan pendidikan kakanakan dapat meningkatkan taraf hidup mereka kainanya.
Karena mereka sudah mendapatkan bekal ilmu-ilmu yang mereka pelajari. Tetapi
karena kebiasaan-kebiasaan wariskan turun temurun makanya banyak kakanakan yang
ampih sekolah karena membantu kuitan. (Kalau menurut saya
pendidikan bagi anak-anak sangat penting, karena dengan pendidikan anak-anak
dapat meningkatkan taraf hidup mereka dikemudian hari, karena mereka telah
mendapat bekal ilmu-ilmu yang mereka pelajari. Namun karena kebiasaan-kebiasaan
yang mereka wariskan turun temurun maka banyak anak-anak yang putus sekolah
untuk membantu orang tua) (wawancara pada Sabtu tanggal 15 Juni 2013).
3. Pendidikan
yang diperlukan masyarakat petani?
Jawaban
: “Apabila anak sudah habis pendidikan di Sekolah Dasar,
hendaknya anak itu diarahkan pada hal-hal pelajaran yang agamis, karena dalam
lingkungan pesantren atau madrasah kakanakan dapat materi yang lebih berharga
dari pada di sekolah biasa”(Apabila anak
sudah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar, hendaklah anak tersebut diarahkan
pada hal-hal pelajaran yang agamis, karena dalam lingkungan pesantren atau
madrasah, anak-anak akan mendapat materi yang lebih berharga ketimbang di
sekolah biasa) ( Wawancara pada Sabtu
tanggal 15 Juni 2013)
Nama
: Umar Baqi (Kepala Desa)
1. Latar
belakang anak petani putus sekolah?
Jawaban
: “Kakanakannya
dasar kada mau sekolah, lalu dasar orang tuanya mamalar tanaga kakanakan supaya
membantu kuitan bahuma. Anak-anak di Desa Sungai Limas ini dasar banyak yang
ampih sekolah karena orang tua mahandaki anaknya tadi pang mancari duit lawan
kada tapi mementingkan pendidikan”.(Anak-anak
di Desa Sungai Limas banyak yang putus sekolah karena banyak orang tua yang
menginginkan anaknya mencari uang dan kurang mementingkan pendidikan)
(wawancara pada Sabtu tanggal 15 Juni 2013)
2. Pandangan
anda terhadap pendidikan?
Jawaban : “Pendidikan
gasan kakanakan tu buat aku sangat penting, di desa Sungai Limas banyak kakanakan tidak melanjutkan sekolah. Mereka
lebih memilih begawi sebagian besar mereka adalah murid yang putus di SMP.
Mereka begawi dengan alasan untuk membantu kuitan. Anak lalakian biasanya
begawi sebagai buruh bangunan, sedangkan anak perempuan kebanyakannya begawi
sebagai tukang warung dan maulah kerajinan tangan. Gawian-gawian tu digawinya sambil
mahadang musim katam. (Pendidikan buat anak-anak itu buat saya sangat
penting, di desa Sungai Limas, banyak anak-anak tidak melanjutkan sekolah.
mereka lebih memilih untuk bekerja sebagian besar mereka adalah murid yang
putus di SLTP. Mereka bekerja adalah dengan alasan untuk membantu orang tua.
Anak laki-laki biasanya bekerja sebagai buruh bangunan, sedangkan anak
perempuan kebanyakan menjadi penjaga kantin, dan warung-warung nasi, serta
membuat kerajinan rotan. Pekerjaan-pekerjaan seperti itu mereka lakukan sambil
menunggu musim tanam dan musim panen tiba) (wawancara pada Sabtu tanggal 15
Juni 2013)
3. Pendidikan
yang diperlukan keluarga petani?
Jawaban
:“Pendidikan
gasan semua masyarakat yang penting adalah pendidikan yang setinggi mungkin,
apabila kemampuan ekonomi kuitan mendukung, jangan sampai kakanakan putus
sekolah. Pendidikan kawa didapatakan lawan berbagai cara baik itu formal, dan
banyak juga yang nonformal yang kaya pesantren, terlebih lagi dengan semakin
mendukungnya perkembangan alat-alat elektronik wayahini”. (Pendidikan untuk semua masyarakat yang penting adalah
pendidikan yang setinggi mungkin, apabila kemampuan ekonomi orang tua
mendukung, jangan sampai anak-anak putus sekolah. Pendidikan dapat diperoleh
dengan berbagai cara baik itu pendidikan formal, dan juga yang nonformal
seperti pesantren, terlebih lagi dengan semakin mendukungnya perkembangan
alat-alat elektronika sekarang ini) (wawancara pada Sabtu tanggal 15 Juni 2013)
Nama
: Ibu Rita (Kepala Sekolah SMPN 2 Amuntai Utara)
1. Yang menyebabkan
anak-anak petani putus sekolah?
Jawaban : “Penyebab anak
putus sekolah disini terutama kadada biaya dan lemahnya kesadaran akan
pentingnya pendidikan. Belum lagi si anak umpat mancari nafkah meringankan
beban orang tua. Hal umumnya terjadi pada petani. Kuitan biasa menyuruh anaknya
bahuma, anak yang sudah kalapahan kada kawa lagi disuruh sekolah”. (Penyebab anak putus sekolah disini terutama ketiadaan
biaya dan lemahnya kesadaran akan
pentingnya pendidikan. Apalagi kemudian si anak diperlukan tenaganya untuk
turut mencari nafkah meringankan beban orang tua. Hal begitu umumnya terjadi
pada petani. Orang tua biasa mengajak anaknya bertani untuk membantu menggarap
sawah, anak yang sudah kelelahan bekerja tentu tak bisa diajak masuk sekolah)
(hasil wawancara pada Sabtu tanggal 15 Juni 2013).
2. Pandangan
anda tentang pendidikan anak?
Jawaban
: “Pendidikan ini sangat penting gasan kehidupan, aku sebagai guru hanya dapat
memberikan pengarahan untuk perbuatan dalam kenyataan hidup mereka, tetapi para
orang tua di desa Sungai Limas ini khususnya para orang tua yang bermata
pencaharian sebagai petani susah untuk merubah pandangan mereka untuk
smementingkan pendidikan, mereka lebih mengutamkan gasan mencari duit”.( Pendidikan sangat penting buat
kehidupan, saya sebagai pendidik hanya memberikan pengarahan bagi perbuatan
dalam kenyataan hidup mereka, namun bagi orang tua di desa Sungai Limas ini khususnya bagi orang
tua yang berprofesi sebagai petani sulit untuk merubah pandangan mereka untuk
mementingkan pendidikan, mereka lebih memilih untuk mencari uang). (wawancara
pada Sabtu tanggal 15 Juni 2013)
3. Pendidikan
seperti apa yang dibutuhkan untuk keluarga petani?
Jawaban
: “Sabujurnya pendidikan itu semuanya sesuai pada semua
lapisan masyarakat, karena pendidikan merupakan hal utama kayapa membentuk
peradapan manusia yang mempunyai karakter sesuai dengan kepribadian bangsa.
Pendidikan di desa Sngai Limas wahini dasar dianggap rendah karena masih
kurangya ekonomi keluarga. Sehingga supaya anak-ananknya tetap menuntut ilmu
maka kebanyakan mereka itu sesudah lulus SD atau SMP menempuh pendidikan ke pesantren. Ini
memungkinkan supaya anak-anak mereka tetap menuntut ilmu. Pendidikan ke
pesantren yang dianggap sebagai nonformal menurut saya menjadi solusi gasan
masyarakat supaya anak-anak mereka itu tetap medapatkan ilmu yang kenanya kawa
membawa perubahan bagi kehidupan mereka sendiri maupun orang lain”. (Sebenarnya pendidikan itu semuanya sesuai pada semua
lapisan masyarakat, karena pendidikan merupakan hal utama bagaimana membentuk
peradaban manusia yang mempunyai karakter sesuai dengan kepribadian bangsa.
Pendidikan pada masyarakat Desa Sungai Limas pada saat ini memang dianggap
rendah karena masih kurangnya tingkat ekonomi keluarga. Sehingga agar melihat
anak-anak mereka untuk tetap menuntut ilmu maka kebanyakan dari mereka setelah
lulus SD atau SMP menempuh pendidikan ke pondok pesantren. Hal ini memungkinkan
agar anak-anak mereka tetap menuntut ilmu. Pendidikan ke pondok pesantren yang
dianggap sebagai nonformal menurut saya menjadi solusi bagi masyarakat agar
anak-anak mereka tetap mendapatkan ilmu yang nantinya dapat membawa perubahan
bagi kehidupan mereka sendiri maupun orang lain) (wawancara pada Sabtu tanggal
15 Juni 2013)
Nama :
Bapak Wardi (orang tua anak)
1. Yang
menyebabkan anak anda putu sekolah?
Jawaban : “Menyekolahkan anak tu kada perlu tinggi-tinggi cukup bisa
membaca dan menulis haja. Bilanya sudah bisa membaca dan menulis, lalu kada
bakalan kana bongoli orang dalam kehidupan, yang kaya kita mehadapi kehidupan
yang semakin ngalih, bisa membaca dan menulis kawa haja sudah umpat dalam
membangun desa”. (Menyekolahkan anak tidak
perlu tinggi-tinggi cukup sampai anak dapat membaca dan menulis saja. Karena
dengan dapat membaca dan menulis, maka kita tidak akan tertipu dalam kehidupan,
seperti apabila kita akan menghadapi kehidupan ekonomi yang makin sulit dan
dengan membaca dan menulis kita sudah dapat ikut serta dalam membangun desa)
(wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni
2013)
2. Pandangan
anda tentang pendidikan itu seperti apa?
Jawaban : “Pendidikan
kami kada usah tinggi-tinggi, kalau mampu gasan begawi. Yang penting bisa becari duit, apalagi kami sebagai petani
kalau bukan anak-anak kami siapa lagi yang akan membantu gasan balacak”. (Pendidikan
kami tidak perlu tinggi-tinggi, kalau mampu untuk bekerja, langsung kami
hadapkan untuk bekerja. Yang penting bisa mencari uang, apalagi kami seorang
petani kalau bukan anak-anak kami siapa lagi yang akan membantu untuk menggarap
sawah).(hasil wawancara pada Minggu 16 Juni 2013)
3. Pendidikan
yang diperlukan untuk keluarga anda?
Jawaban : ”Pendidikan sagan keluarga petani kaya kami ini kada tapi
penting, tapi kebanyakan dari kakanakan yang memilih kepesantren, disana inya
kawa memperdalam agama islam, lawan dipesantren ne kada tapi banyak
mengeluarakan biaya. (Pendidikan bagi
keluarga petani seperti kami ini kada tapi penting, tapi kebanyakan dari
anak-anak yang memilih pesantren, disana dia dapat memperdalam agama islam, dan
dipesantren ini tidak banyak mengeluarkan biaya) (wawancara pada Minggu tanggal
16 Juni 2013)
Nama : Ibu Rahmi (orang
tua anak)
1.
Yang menyebabkan anak anda putus
sekolah?
Jawaban : “Karena kurang
biaya, pandapatan bahuma yang kada menentu lalu kada sanggup menyakolahakan
anak. Pandapatan hanya gasan makan sehari-hari haja. Balum lagi gagal panen
kadada tatambahan pemasukan, apalagi gasan menyekolahakan anak”.(Karena kurang biaya, penghasilan sebagai petani yang tidak
menentu sehingga tidak mampu untuk membiayai sekolah anak. Penghasilan hanya
cukup untuk makan sehari-hari. Belum lagi jika gagal panen maka tidak ada
tambahan pemasukan untuk biaya sehari-hari, apalagi untuk biaya sekolah
anak)(wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni 2013)
2.
Pandangan anda terhadap pendidikan anak?
Jawaban : “Kakanakan cukup sekolah sampai bisa baca
tulis karena kenanya kakanakan dihadapkan pada gawian di pahumaan. Kakanakan
harus dilajari bahuma supaya mereka kawa makan lawan yang paling penting
kakanakan bibinian harus belajar dalam lingkungan keluarga yang kaya bamasak”. (Anak-anak
cukup sekolah sampai bisa baca tulis karena pada akhirnya kakankan akan
dihadapkan pada lapangan pekerjaan dilahan pertanian. Selain itu anak-anak
harus diajarkan pendidikan pertanian agar mereka dapat cukup makan memenuhi
kebutuhannya, dan yang terpenting anak-anak perempuan harus belajar dalam
lingkungan rumah tangga seperti memasak) (wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni
2013 )
3.
Pendidikan yang diperlukan keluarga ibu?
Jawaban : ”Kalau sagan kami
ne pendidikan agama itu lebih penting dari pada pendidikan di sekolah-sekolah
lain. Yang kaya pesantren ilmu yang didapatkan lebih beberkah”. (Kalau untuk kami ini pendidikan agama itu lebih penting
dari pada pendidikan di sekolah-sekolah lain. Seperti pesantren ilmu yang
didapat lebih beberkah). (wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni 2013)
Nama : Ibu Yana (orang tua
anak)
1.
Yang menyebabkan anak anda putus sekolah
?
Jawaban : “Anak ku jadi aku suruh ampih sekolah nyaman maganii aku
bahuma, maka abahnya sudah tuha, kadada yang mangganii aku lagi, salajurai jua
aku suruh bacari duit bila mahadang musim katam. (Anak saya berhenti sekolah agar dapat membantu aku
bersawah, belum lagi ayahnya yang sudah tua, tidak ada lagi yang membantu aku,
dan juga untuk mencari uang sebelum musim panen) ( Wawancara pada Minggu
tanggal 16 Juni 2013)
2. Bagaimana
pandangan anda terhadap pendidikan ?
Jawaban : “Ya pendidikan itu penting pang, tapi ngarannya
sudah keadaan kami kaya ini kada kawaai lagi, jadi tapaksa anak kami ampih
sekolah”. (Ya pendidikan itu penting, namun karena sudah keadaan kami
seperti ini, jadi terpaksa anak kami berhenti sekolah) (wawancara pada Minggu
tanggal 16 Juni 2013)
3. Pendidikan
yang anda inginkan untuk keluarga anda?
Jawaban
: “Pendidikan yang kami inginkan sagan
anak kami ni pendidikan yang tinggi, tapi ya masalah biaya yang kada cukup” .
(Pendidikan yang kami inginkan untuk anak kami pendidikan yang tinggi, tapi ya
masalah biaya yang tidak cukup). (wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni 2013)
Nama
: Hair (anak yg putus sekolah)
1. Apa
yang menyebabkan anda putus sekolah?
Jawaban
: “Amun ulun
lanjut sekolah, balum tantu ulun dapat gawian
baik pada kuitan ulun, jadi baik ulun maganii kuitan ulun dari pada
membuang-buang waktu mahabisakan duit kuitan gasan sekolah, yang belum tentu
jua dapat gawian kenanya”. (Apabila saya
terus melanjutkan sekolah, belum tentu saya dapat memperoleh pekerjaan yang
lebih bagus dari orang tua saya, jadi lebih baik saya membantu orang tua saja,
dari pada membuang waktu dan menghabiskan biaya untuk sekolah,yang tidak pasti
memperoleh pekerjaan atau tidak) (wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni 2013 )
Nama : Sanainiah
(anak yg putus sekolah)
1. Apa
yang menyebabkan anak anda putus sekolah?
Jawaban : “Ulun lebih
memilih ampih sekolah karena kada handak mengalihi kuitan, jadi lebih baik ulun
kawin supaya mengurangi beban kuitan”. (Saya
lebih memilih putus sekolah karena saya tidak ingin merepotkan orang tua
sehingga saya memilih untuk menikah untuk mengurangi beban orang tua)
(wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni 2013 )
Nama
: Rahman (anak yg putus sekolah)
1. Apa
yang menyebabkan anda putus sekolah?
Jawaban : “Ulun merasa
kuitan ulun kada sanggup membiyayai sekolah ulun, jadi ulun mangganii kuitan
ulun bagawi. Gasan apa sekolah tinggi-tinggi ujung-ujungnya mencari duit baik
mulai wahini mencari duit”. (Saya merasa
orang tua saya tidak mampu untuk membiayai sekolah saya, jadi saya lebih baik
membantu orang tua saya bekerja. Buat apa sekolah tinggi-tinggi, ujung-ujungnya
juga mencari uang, jadi lebih baik dari sekarang mencari uang) (wawancara pada
Minggu tanggal 16 Juni 2013 )
2. Bagaimana
Pandangan anda terhadap pendidikan?
Jawaban : “Ulun
merasa pendidikan itu biasa haja kada terlalu penting, cukupae lulus SD kawa
sudah maganii kuitan cari duit”. (Saya merasa pendidikan itu biasa saja,
cukup lulus SD sudah bisa membantu orang tua cari uang) (wawancara pada Minggu tanggal
16 Juni 2013)
3. Pendidikan
yang seperti apa yang anda inginkan?
Jawaban
: “Pendidikan yang ulun handak tu yang
gratis, barang haja dimanakah, yang penting gratis”. ( Pendidikan yang saya
inginkan itu yang gratis, terserah dimana yang penting gratis) ( wawancara pada
Minggu tanggal 16 Juni2013)
Gambar 1. Gerbang Desa Sungai
Limas
Gambar 2. Akses Jalan Menuju Desa Sungai Limas
Gambar 3. SMPN 2 Amuntai Utara
Gambar 4. SDN Sungai Limas
Gambar 5. Wawancara dengan Informan
Gambar 6. Wawancara dengan Informan
Gambar 7. Wawancara dengan Informan
Gambar 8. Wawancara dengan Informan
Gambar 9. Lahan Pertanian Desa Sungai Limas
Gambar 10. Lahan Pertanin Desa Sungai Limas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar