Rabu, 12 Februari 2014

PANDANGAN KELUARGA PETANI TERHADAP PENDIDIKAN ANAK DI DESA SUNGAI LIMAS KECAMATAN HAUR GADING KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan. Pendidikan bagi umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia (dalam hal ini keluarga petani) dapat hidup berkembang sejalan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera dan bahagia. Pendidikan sebagai salah satu kebutuhan hidup, salah satu fungsi sosial, sebagai bimbingan, dan sebagai sarana pertumbuhan yang mempersiapkan diri membentuk disiplin hidup.
Pendidikan Nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berbudi luhur, memiliki pengetahuan, keterampilan dan rasa tanggung jawab.
Salah satu tujuan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas tentu saja dengan jalan pendidikan. Salah satu usaha pembangunan dalam bidang pembangunan adalah dengan meningkatkan mutu (kualitas) pendidikan mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.
Menurut (UU Sisdiknas, 2003:1) pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Sementara itu dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Bab IV Pasal 6 Tahun 2003, yang berisi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun, merupakan program Pemerintah untuk menjawab kebutuhan dan tantangan zaman. Berdasarkan Undang-undang Pendidikan Nasional No. 20/2003. Pemerintah berupaya meningkatkan taraf kehidupan rakyat dengan mewajibkan semua warga negara Indonesia yang berusia 7-12 tahun dan 12-15 tahun untuk menamatkan pendidikan dasar dengan program 6 tahun di SD dan 3 tahun di SLTP secara merata. Tidak relevan bila di zaman modern ini masih ada anak-anak Indonesia yang tidak bersekolah dan ada pula yang masih buta huruf. Oleh karena itu pemerintah berusaha meningkatkan kualitas manusia melalui jenjang pendidikan dasar.  Untuk merealisasikan tujuan tersebut di atas memerlukan kerja sama yang kooperatif antara Pemerintah, masyarakat dan keluarga. Masih banyak kendala dalam mempersiapkan WBPD 9 tahun antara lain: dana yang terbatas untuk menyelanggarakan pendidikan secara merata, kurangnya motivasi keluarga untuk wajib menyekolahkan anaknya. Masih ada 1.063.000 anak usia 7-12 tahun dan 12-15 tahun yang belum bersekolah, pengaruh lingkungan sosial dan perkembangan IPTEK serta melajunya era informasi dalam menyongsong abad XXI, kurangnya tenaga pendidik yang profesional terutama daerah pedalaman. Berdasarkan alasan di atas Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun sebagai salah satu upaya pemerataan pendidikan dasar diusahakan pemerintah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Namun diawal tahun 2013 ini lahirlah istilah Pendidikan Menengah Universal yang selanjutnya disingkat dengan PMU merupakan rintisan wajib belajar 12 tahun. Mentri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh menjelaskan Pendidikan menengah Universal 12 tahun ditempuh untuk menjaring usia produktif di Indonesia. Pemerintah akan mewajibkan program Pendidikan Menengah Universal (PMU) atau pendidikan gratis hingga SMA. Oleh karena itu, pemerintah mengamandemen  Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur soal wajib belajar 9 tahun menjadi wajib belajar 12 tahun.
Kemudian peran serta orang tua dalam pendidikan anak terdapat dalam UU Republik Indonesia Nomor 20  Bab IV Pasal 7 Tahun 2003, Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya. Di tangan orang tua, masa depan seorang anak ditentukan. Berbagai hal awalnya dibentuk dari keluarga, mulai dari kepribadian, sosialisasi, pengendalian diri, penyesuaian terhadap lingkungan sekitar, kemampuan berpikir dan hal lain yang turut menunjang keberhasilan dan kemandirian seorang anak. Bila orang tua mampu menjalankan fungsi-fungsinya, pendidikan dan perkembangan anak dapat terjamin. 
Sementara menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003:16) pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.
Proses belajar disini adalah belajar dalam rangka pendidikan formal di sekolah, sejak sekolah rendah sampai ke tingkat yang tertinggi. Sejalan dengan hal tersebut, maka banyak orang beranggapan bahwa bila seseorang telah keluar dari sekolah berarti ia telah selesai proses belajarnya. Bagaimana hidupnya, mereka serahkan pada hasil belajar yang dicapainya sehingga belajar menentukan corak kehidupan seseorang di dalam masyarakat. Bahkan mereka menerima kenyataan ini dengan sepenuhnya, seperti terjadi pada masyarakat pedesaan yang terdiri dari keluarga tani dan buruh yang mempunyai taraf hidup yang masih rendah (Soelaiman Joesoef, 1979:16).
Dalam memajukan pendidikan nasional, peranan orang tua sangat menentukan, khususnya pola pikir orang tua terhadap masa depan anaknya. Dalam hal ini diperlukan pendidikan formal yang harus dijalani oleh anak-anak usia 7 (tujuh) sampai 18 (delapan belas) tahun. Orang tua memiliki peranan penting dalam pengembangan kualitas pendidikan dan tenaga kerja yang sesuai dengan tuntutan kesempatan yang ada. Sebenarnya usia anak dan remaja mempunyai potensi yang sangat positif jika dikembangkan dengan benar, karena masih banyak anak-anak dan remaja yang masih mempertahankan tradisi dan nilai-nilai agama.
Namun pendidikan masih merupakan konsep yang belum jelas, bahkan masih terus diperdebatkan di kalangan para orang tua yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Sebagian besar dari mereka memiliki pandangan bahwa pendidikan di sekolah belum atau tidak mampu menjamin kehidupan yang akan datang. Pendidikan tidak akan pernah memiliki kemampuan untuk mempertahankan tradisi bertani yang mereka jalani. Serta   selalu beranggapan bahwa informasi tentang pendidikan sangat mahal harganya, sehingga masyarakat yang kehidupan sehari-harinya bertani sulit untuk mencapainya.
Menurut Republik.co.id, Banjarmasin, sebanyak 68.716 anak dari 206.426 anak di Kalimantan Selatan (Kalsel) tidak melanjutkan sekolah ke jenjang sekolah menengah pertama antara lain karena terkait masalah budaya dan lebih memilih mencari uang. Tim peneliti Balitbangda Pemprov Kalsel Hidayat di Banjarmasin, Kamis (21/10) mengatakan, sebagian besar anak usia 13-15 tahun memilih tidak melanjutkan sekolah karena budaya di daerah sekitar yang menganggap pendidikan kurang penting. Selanjutnya Hidayat juga berkata Banyak orang tua di beberapa daerah Kalsel berprinsip bahwa tujuan sekolah untuk mencari uang, sehingga dari pada nanti lebih baik mencari uang sekarang dan tidak perlu sekolah.
Dengan demikian, masalah kurangnya peranan orang tua dalam membantu menentukan masa depan pendidikan anak-anaknya di Desa Sungai Limas, berkaitan dengan latar belakang budaya yang mereka miliki,  hal ini merupakan masalah yang masih akan terus terjadi sepanjang pemikiran seperti ini menjadi halangan kesempatan untuk melanjutkan sekolah. Salah satu contoh empiris dari ketidaksesuaian dalam pendidikan dapat dilihat dari banyaknya anak-anak usia sekolah yang tidak menempuh pendidikan formal..
Di Desa Sungai Limas hanya terdapat 1 sekolah SD dan satu sekolah SMP yaitu SDN Sungai Limas dan SMPN 2 Amuntai Utara. Dari data yang peneliti dapat kebanyakan siswa berhenti sekolah dijenjang Sekolah Menengah Pertama/ SMP.
TABEL 1.1
Data Anak Putus Sekolah di SDN Sungai Limas
dalam Lima Tahun Terakhir

No
Tahun Ajaran
Jumlah Siswa
Jumlah Siswa Putus Sekolah
1.
2007-2008
135 Siswa
1 Siswa
2.
2008-2009
       136 Siswa
 -
3.
2009-2010
135 Siswa
 -
4.
2011-2012
130 Siswa
1 Siswa
5.
2012-2013
132 Siswa
1 Siswa
Sumber: Data SDN Sungai Limas

TABEL 1.2
Data Anak Putus Sekolah di SMPN 2 Amuntai Utara
dalam Lima Tahun Terakhir

No
Tahun Ajaran
Jumlah Siswa
Jumlah Siswa Putus Sekolah
1.
2007-2008
134 siswa
7 siswa
2.
2008-2009
138 siswa
8 siswa
3.
2009-2010
135 siswa
7 siswa
4.
2011-2012
95 siswa
6 siswa
5.
2012-2013
87 siswa
6 siswa
Sumber: Data SMPN 2 Amuntai Utara
Berdasarkan tabel ini dapat diketahui bahwa cukup banyak anak yang putus sekolah di Desa Sungai Limas khususnya pada tingkat SMP. Masalah ini jika terus dibiarkan maka tidak menutup kemungkinan anak putus sekolah akan selalu meningkat di Desa Sungai Limas. Untuk itu, masalah ini perlu dikaji secara mendalam.
B.       Fokus Penelitian
Permasalahan dalam penelitian ini adalah banyakanya anak-anak petani yang putus sekolah, serta kurangnya peran orang tua (masyarakat petani) dalam menentukan pendidikan anaknya.
Menurut Dinna (2008) pendidikan petani merupakan satu faktor yang mempengaruhi cara pandang dan hidup petani. Para petani lebih memilih pendidikan yang seperlunya dibanding pendidikan yang dijalani pada masyarakat umumnya. Kebanyakan para petani lebih memilih pendidikan yang bersifat agama dan kemasyarakatan. Namun demikian dalam proses menempuh pendidikan mereka terkendala berbagai masalah yang membuat anak petani kebanyakan putus sekolah.
Berdasarkan masalah tersebut maka peneliti memfokuskan masalahnya pada :
1.      Latar belakang anak-anak petani putus sekolah
2.      Pandangan keluarga petani terhadap pendidikan
3.      Pendidikan yang diperlukan oleh keluarga petani


C.      Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus permasalahan tersebut di atas, maka penelitian ini mengkaji pandangan masyarakat petani terhadap pendidikan anak di Desa Sungai Limas Kecamatan haur Gading Hulu Sungai Utara. Rumusan masalah secara rinci adalah sebagai berikut :
1.      Hal-hal apa saja yang melatar belakangi anak-anak petani di Desa Sungai Limas putus/tidak melanjutkan sekolah?
2.      Bagaimana pandangan keluarga petani di Desa Sungai Limas terhadap pendidikan?
3.      Pendidikan yang bagaimana yang diperlukan oleh keluarga petani di Desa Sungai Limas?
D.      Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang ada di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
                                    1.      Mengetahui latar belakang anak-anak petani di Desa Sungai Limas putus/tidak melanjutkan sekolah.
                                    2.      Mengetahui pandangan keluarga petani terhadap pendidikan di Desa Sungai Limas.
                                    3.      Mengetahui pendidikan yang diperlukan oleh keluarga petani di Desa Sungai Limas.
E.       Manfaat Hasil Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1.      Manfaat Teoritis
a.       Dapat menambah ilmu pengetahuan secara praktis sebagai hasil dari pengamatan langsung serta dapat memahami penerapan disiplin ilmu yang diperoleh selama studi di perguruan tinggi khususnya bidang ilmu pendidikan dan sosial budaya.
b.      Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk mengembangkan teori penelitian pendidikan PPKn pada umumnya, serta teori dan konsep Pendidikan pada khususnya
2.      Manfaat Praktis
a.       Bagi anak-anak petani temuan ini mengingatkan mereka bahwa pendidikan itu sangat penting buat kehidupan dimasa yang akan datang.
b.      Bagi orang tua khususnya bagi orang tua yang berprofisi sebagai petani temuan ini akan bermanfaat sebagai bahan informasi, untuk lebih mementingkan pendidikan anak-anaknya.
c.       Bagi masyarakat umum temuan ini dapat membantu supaya masyarakat lebih berperan sebagaimana tentunya sehingga gagasan untuk meraih tujuan pendidikan bisa terlaksana dengan efektif dan efisien
d.      Selanjutnya diharapkan dapat berguna bagi pemerintah daerah setempat dalam memperbaiki pendidikan masyarakat petani.
e.       Serta mengurangi tingkat anak putus sekolah (droup out)

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Keluarga Petani
1.      Pengertian Keluarga
Keluarga adalah unit atau satuan masyarakat terkecil yang sekaligus merupakan kelompok kecil dalam masyarakat. Kelompok ini dalam  hubungannya dengan perkembangan individu. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan berbagai macam bentuk kepribadiannya dalam masyarakat.
Keluarga adalah wadah pertama dan agen pertama pensosialisasian budaya disetiap lapisan masyarakat. Proses sosialisasi adalah semua pola tindakan individu-individu yang menempati berbagai kedudukan di masyarakat yang dijumpai seseorang dalam kedudukannya sehari-hari sejak ia dilahirkan menjadikan pola-pola tindakan tersebut sebagai  bagian dari kepribadiannya (Koentjaraningrat, 1997).
Keluarga merupakan satuan unit sosial yang terdiri dari ayah, ibu, anak  dan anggota keluarga lainnya, mempunyai arti yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian anak dikemudian hari. Dalam lingkungan keluarga akan mempelajarai sistem pengetahuan tentang norma-norma yang berlaku serta kedudukan dan peran yang diharapkan oleh masyarakat. Setiap kedudukan dan peran memberikan hak untuk mencari apa yang tidak boleh dilakukan serta kewajiban-kewajiban apa yang harus dilakukan sebagai  warga dalam lingkungan sosial tertentu. Oleh karena itu, penanaman nilai-nilai budaya dalam keluarga merupakan dasar utama bagi pembentukan pribadi anak.
Menurut Departemen Kesehatan RI (1998) keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Menurut Khairuddin (Hendra, 2012: 4) merumuskan inti sari pengertian keluarga sebagai berikut:
a.       Keluarga merupakan kelompok sosial kecil yang umumnya terdiri dari ayah, ibu, dan anak.
b.      Hubungan sosial diantara anggota keluarga relatif tetap dan berdasarkan atas ikatan darah, perkawinan, dan adopsi.
c.       Hubungan antara anggota keluarga dijiwai oleh suasana kasih sayang dam rasa tanggung jawab.
d.      Fungsi keluarga ialah merawat, memelihara, dan melindungi anak dalam rangka sosialisasinya agar mereka mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial.
Keluarga merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari sejumlah kecil orang karena semenda dan sedarah. Keluarga itu dapat berbentuk keluarga inti (ayah, ibu, dan anak), ataupun keluarga yang diperluas (disamping ini ada orang lain: kakek/nenek, adik/ipar, pembantu dan lain-lain). Pada umumnya jenis kedualah yang banyak ditemui dalam masyarakat Indonesia.
Menurut Max Iver dan Page (Hendra, 2012: 5) ciri-ciri umum keluarga adalah sebagai berikut:
a.       Keluarga merupakan hubungan perkawinan
b.      Berbentuk perkawinan atau susunan kelembagaan yang berkenaan dengan hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk dan dipelihara
c.       Suatu sistem tata nama, termasuk perhitungan garis keturunan.
d.      Ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggota kelompok yang mempunyai ketentuan khusus terhadap kebutuhan-kebutuhan ekonomi yang berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak
e.       Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga yang walau bagaimanapun tidak mungkin terpisah terhadap kelompok keluarga.

Ciri-ciri khusus keluarga menurut Khairudin (Hendra, 2012: 5) adalah:
a.       Kebersamaan
b.      Dasar-dasar emosional
c.       Pengaruh perkembangan
d.      Ukuran yang terbatas
e.       Posisi inti dalam struktur sosial
f.       Tanggung jawab para anggota
g.      Aturan kemasyarakatan

Keluarga adalah lingkungan dimana beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah dan bersatu. Keluarga didefinisikan sebagai sekumpulan orang yang tinggal dalam satu rumah yang masih mempunyai hubungan kekerabatan/hubungan darah karena perkawinan, kelahiran, adopsi dan lain sebagainya. Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang belum menikah disebut keluarga batih. Sebagai unit pergaulan terkecil yang hidup dalam masyarakat, keluarga batih mempunyai peranan-peranan tertentu, yaitu (Soerjono, 2004 :23):
a.       Keluarga batih berperan sebagai pelindung bagi pribadi-pribadi yang menjadi anggota, dimana ketentraman dan ketertiban diperoleh dalam wadah tersebut.
b.      Keluarga batih merupakan unit sosial-ekonomi yang secara materil memenuhi kebutuhan anggotanya.
c.       Keluarga batih menumbuhkan dasar-dasar bagi kaidah-kaidah pergaulan hidup.
d.      Keluarga batih merupakan wadah dimana manusia mengalami proses sosialisasi awal, yakni suatu proses dimana manusia mempelajari dan mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat

Keluarga sebagai lembaga sosial terkecil memiliki peran penting dalam hal pembentukan karakter individu. Keluarga menjadi begitu penting karena melalui keluarga inilah kehidupan seseorang terbentuk. Sebagai lembaga sosial terkecil, keluarga merupakan miniatur masyarakat yang kompleks, karena dimulai dari keluarga seorang anak mengalami proses sosialisasi. Keluarga merupakan unit sosial pertama dan utama sebagai pondasi primer bagi perkembangan anak. Untuk itu baik buruknya keluarga sangat berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak.
Dalam keluarga, seorang anak belajar bersosialisasi, memahami, menghayati dan merasakan segala aspek kehidupan yang tercermin dalam kebudayaan. Hal tersebut dapat dijadikan kerangka acuan di setiap tindakannya dalam menjalani kehidupan. Peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peran individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola prilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.
Keluarga juga sebagai media pertama yang memancarkan budaya kepada anak-anak. Sebab keluarga adalah dunia yang pertama kali menyentuh kehidupan anak-anak. Anggota keluarga termasuk anak kecil mendapat pelajaran berbagai hal yang ada dalam keluarga, tanpa disadari bahwa apa yang terjadi dalam keluarga  memberi pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan mereka. Maka sesungguhnya keluarga mempunyai tanggung jawab dan peranan yang sangat besar dalam melahirkan dan membentuk generasi yang sangat baik dan berkualitas (Agus Ruslan, 2007).
Keluarga juga sebagai media yang pertama yang memancarkan kultur kepada anak-anak, sebab keluarga adalah dunia yang pertama kali menyentuh kehidupan anak-anak, keluarga merupakan dunia inspirasi bagi anak-anak. Anggota keluarga mendapat  pelajaran berbagai hal yang ada dalam keluarga, tanpa disadari apa yang terjadi dalam keluarga memberikan pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan mereka. Ayah dan ibu sebagai orang dewasa dalam keluaraga sangat penting dalam membuat system dalam keluarga.
Keluarga tidak terbatas hanya berfungsi sebagai penerus keturunan.Namun keluarga merupakan tempat peletak landasan dalam membentuk sosialisasi anak dan dalam bidang pendidikan, keluarga merupakan sumber pendidikan utama karena segala pengetahuan dan kecerdasan intelektual manusia diperoleh pertama-tama dari orang tua dan anggota keluarganya sendiri. Proses dan hasil pendidikan keluarga akan sangat bermakna bagi pencapaian mutu pendidikan pada jenjang sekolah yang lebih tinggi.
Menurut Ruslan (2007) kebanyakan anak yang berprestasi di sekolahnya sampai lulus studi hingga bekerja disebabkan lingkungan keluarga yang baik yang dapat mendorong anak-anak mencapai keberhasilan. Sedangkan anak-anak yang prestasi belajarnya kurang baik atau drop out di sekolah lebih besar dikarenakan lingkungan keluarga. Oleh karena itu keluarga mempunyai tanggung jawab dan peranan yang sangat besar dalam melahirkan dan membentuk generasi yang baik dan berkualitas.
2.      Keluarga Petani
Keluarga petani ialah keluarga yang kepala keluarga atau anggota keluarganya bermata pencaharian sebagai petani. Keluarga petani mendapatkan penghasilan utama dari kegiatan bertani untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara umum, petani bertempat tinggal di pedesaan dan sebagian besar dipinggiran kota, keluarga petani yang tinggal di daerah-daerah yang padat penduduk ataupun perkotaan hidup di bawah garis kemiskinan (Witrianto,  2005)
Menurut Asih (Pujosuwarno, 1994) keluarga petani adalah keluarga yang sangat mengutamakan pekerjaan bertani, pekerjaan-pekerjaan yang lain dirasa kurang sesuai dengan dirinya. Biasanya keluarga ini menghendaki agar keturunannya sebagai petani, pendidikan dianggap kurang penting, sekolah dianggap kurang penting, sekolah dianngap menghabiskan biaya saja, sehingga hasil yang dicapainya sangat lama.
Pada umumnya hubungan antara orang tua dan anak pada keluarga petani cenderung kurang intensif (jarang) artinya orang tua hanya bisa memperhatikan anak-anaknya pada saat sebelum atau sesudah bekerja, sehingga anak kurang mendapat kasih sayang dan perawatan yang cukup dan orang tua khususnya ibu.
Erick R. Wolf (Andhina, 2013) mengemukakan adanya suatu keluarga inti secara dominan di dalam keluarga petani dapat diketahui melalui :
a.       Gejala Sementara adalah kondisi perbatasan dimana pasangan muda melepaskan diri dari ikatan keluarga mereka untuk mengolah tanah yang masih luas. Namun, kondisi tersebut hanya sementara saja sebelum kembali ke keluarga luas.
b.      Keterbatasan Lahan/Tanah sebagai akibat pewarisan tanah. Sehingga luas tanah yang ada dibagi-bagi kepada sejumlah anaknya. Sehingga yang kaya semakin kaya dan besar, sedangkan yang miskin semakin bertambah miskin dan terpinggirkan. langkanya sumber daya tanah akan menambah beban yang semakin besar pada solidaritas keluarga-keluarga luas. Timbulnya jalan keluar alternatif melalui pemisahan diri dari keluarga luas untuk mencari pekerjaan berbeda. Bermigrasi menjadi keluarga inti.
c.       Berlakunya sistem buruh-upah. Dimana orang disewa untuk tenaga kerja secara perorangan, bukan untuk tenaga kerja keluarganya secara keseluruhan.
d.      Kondisi pengolahan tanah secara intensif untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga keluarga inti itu sendiri.

Dalam keluarga inti pembagian kerja diberi tekanan di dalam masyarakat akan tetapi tidak dalam keluarga. Sedangkan keluarga luas konsisten dengan pembagian kerja yang diberi tekanan di dalam lingkungan keluarga namun tidak di dalam masyarakat. Dengan sendirinya pembagian kerja sangat meningkat sejalan dengan pertumbuhan industrialisme yang berdampak langsung terhadap jumlah orang di bidang pertaniaan. Di waktu yang bersamaan, pergeseran permintan dari hasil-hasil pertanian ke produk-produk industri mempunyai implikasi penting bagi kelangsungan eksistensi kaum tani. Perubahan dalam organisasi produksi itu dengan sendirinya disertai gejala tersisihnya kaum tani secara serentak.
Kelompok domestik petani tidak hanya rawan terhadap kesulitan pemenuhan kebutuhan hidup dan menjaga solidaritas di dalamnya. Kelompok ini juga harus bisa bertahan terus, dalam hal regenerasi. Setiap pergantian generasi tua oleh generasi muda dapat mengancam eksistensi rumah tangga petani dalam susunannya yang lama. Sehingga ada peraturan khusus yang mengatur tentang pergantian generasi itu. Aturan-aturan yang mengatur tentang warisan, peralihan sumber-sumber daya dan penguasaan atasnya dari generasi satu ke generasi selanjutnya pada dasarnya dibagi menjadi dua sistem waris Erick R. Wolf (Andhina, 2013):
a.       Impartible Inheritance (Sistem waris yang tidak dapat dibagi) adalah sistem waris yang menyangkut pengalihan sumber-sumber daya kepada ahli waris tunggal. Contohnya rumah dan pekarangan yang diwariskan kepada sesorang atas izin kepala rumah tangga.  Dalam sistem ini, petani dapat mempertahankan keutuhan tanah milik keluarga.
b.      Partible Inheritance (Sistem waris yang dapat dibagi) adalah sistem waris yang menyangkut lebih dari satu orang ahli waris. Dalam sistem ini, rumah dan perkarangan dibagi-bagikan kepada beberapa ahli waris. Sehingga tanah milik keluarga tidak lagi terjaga keutuhannya.
Petani merupakan individu yang menjalankan usaha pertanian. Di desa biasanya petani biasanya memiliki 3 tugas yang vital dalam usaha pertaniannya. Pertama, petani sebagai penggarap lahan usahanya. Petani biasa menggarap sendiri lahannya dan biasanya meminta bantuan masyarakat lain saat akan menanam dan memanen. Kedua, petani sebagai manager mengatur kapan waktu yang baik untuk menanam dan tentu juga memasarkan asil panennya. Ketiga, petani sebagai manusia juga menjalani kehidupannya sehari-hari dalam bermasyarakat.
B.     Pendidikan Terhadap Anak
1.      Pengertian Pendidikan
Pendidikan merupakan pembangunan dasar manusia. Pentingnya pendidikan harus dilihat dalam konteks hak asasi manusia, dalam artian bahwa setiap manusia berhak untuk memperoleh pendidikan. Pada sisi lain pendidikan merupakan kebutuhan dasar dari keberhasilan dan kesinambungan pembangunan, karena pembangunan memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas serta mampu memanfaatkan, mengembangkan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (Usman, 2004).
Pendidikan merupakan sarana yang paling strategis untuk meningkatkan kualitas manusia. Artinya melalui pendidikan kualitas manusia dapat ditingkatkan. Dengan kualitas yang meningkat produktivitas individualpun akan meningkat. Selanjutnya jika secara individual produktivitas manusia meningkat, maka secara komunal produktivitas manusia akan meningkat (Widiastono, 2004).
Pendidikan merupakan salah satu upaya pengentasan kemiskinan. Namun pada kenyataannya, bagi masyarakat golongan menengah kebawah, pendidikan bukan merupakan suatu kebutuhan pokok yang harus diprioritaskan. Terutama bagi anak perempuan, selain masalah kemiskinan, stereotype masyarakat bahwa anak perempuan tidak perlu mengecap pendidikan menyebabkan anak-anak perempuan dari golongan miskin tidak memperoleh kesempatan bersekolah. Pembangunan pendidikan merupakan salah satu prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional. Pembangunan pendidikan sangat penting karena perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang kehidupan: sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itu, pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak setiap warga negara dalam memperoleh layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945, yang mewajibkan pemerintah bertanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan menciptakan kesejahteraan umum. Semua warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran tanpa terkecuali, baik ”yang kaya” maupun ”yang miskin” dan masyarakat perkotaan maupun pedesaan (terpencil). Kurang meratanya pendidikan di Indonesia terutama akses memperoleh pendidikan bagi masyarakat miskin dan terpencil menjadi suatu masalah klasik yang hingga kini belum ada langkah-langkah strategis dari pemerintah untuk menanganinya. Tingkat kemiskinan dan pengangguran di Indonesia masih paling tinggi di antara negara-negara ASEAN. Posisi Indonesia jauh di bawah negara tetangga Malaysia dan Filipina. Setiap negara dunia ketiga selalu menempatkan prioritas yang tinggi untuk memajukan pendidikan. Asumsi dasar dalam member prioritas yang tinggi pada pendidikan ialah bahwa selain memajukan bangsa, pendidikan diharapkan member ketrampilan pada setiap individu agar bisa menjadi Sumber Daya Manusia yang produktif. Jenis pendidikan yang relevan untuk penduduk dunia ketiga telah banyak dipertanyakan. Apa yang umumnya berlaku saat ini, menurut beberapa kalangan, dilihat dari sudut filsafat pendidikan, merupakan kepentingan untuk menanamkan disiplin dan kepatuhan pada otoritas, bukan kreativitas, kebebasan maupun kepekaan terhadap lingkungannya baik sosial, ekonomi maupun politik (Ratna dan Brigitte dalam Dito Sunjaya,  2012)
Perkembangan zaman di dunia pendidikan yang terus berubah dengan signifikan sehingga banyak merubah pola pikir pendidik, dari pola pikir yang awam dan kaku menjadi lebih modern. Hal tersebut sangat berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di Indonesia. Menyikapi hal tersebut pakar-pakar pendidikan mengritisi dengan cara mengungkapkan dan teori pendidikan yang sebenarnya untuk mencapai tujuan pendidikan yang sesungguhnya.
Pendidikan merupakan sarana yang paling strategis untuk meningkatkan kualitas manusia. Artinya melalui pendidikan kualitas manusia dapat ditingkatkan. Dengan kualitas yang meningkat produktivitas individualpun akan meningkat. Selanjutnya jika secara individual produktivitas manusia meningkat, maka secara komunal produktivitas manusia akan meningkat (Widiastono, 2004).
Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas kedepan untuk mencapai suatu cita-cita yang diharapkan dan mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan. Karena pendidikan itu sendiri memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1)
Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar manusia untuk mengembangkan kepribadian di dalam maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Oleh karenanya agar pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh rakyat sesuai dengan kemampuan masyarakat, maka pendidikan adalah tanggung jawab keluarga, masyarakat dan pemerintah. Tanggung jawab tersebut didasari kesadaran bahwa tinggi rendahnya tingkat pendidikan masyarakat berpengaruh pada kebudayaan suatu daerah, karena bagaimanapun juga, kebudayaan tidak hanya bepangkal dari naluri semata-mata tapi terutama dilahirkan dari proses belajar dalam arti yang sangat luas. Bertolak dari hal tersebut terasa betapa pentingnya pendidikan. Wajar kalau pembangunan pendididkan merupakan bagian organik dari pembangunan nasional secara keseluruhan yang pada hakekatnya adalah pembangunan manusia seutuhnya ( Suryadi, 1982 : 4 ).
Tirtarahardja dan La sulo (2008 : 33) mengemukakan bahwa ada beberapa batasan pendidikan yang berbeda berdasarkan fungsinya:
a.       Pendidikan sebagai Proses Transformasi Budaya. Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari suatu generasi ke generasi yang lain. Seperti bayi lahir sudah berada di dalam  suatu lingkungan budaya tertentu. Di dalam lingkungan masyarakat di mana seorang bayi dilahirkan telah terdapat kebiasaan-kebiasaan tertentu, larangan-larangan dan anjuran, dan ajakan tertentu seperti yang dikendaki oleh masyarakat.
b.      Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi. Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik.
c.       Pendidikan sebagai penyiapan Warga Negara. Pendidikan sebagai penyiapan warga negara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik. Tentu saja istilah baik di sini bersifat relatif, tergantung pada tujuan nasional dari masing-masing bangsa mempunyai falsafah hidup yang berbeda-beda.
d.      Pendidikan sebagai Penyiapan Tenaga Kerja. Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja. Pembekalan dasar berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia.
Dari beberapa pengertian pendidikan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain.
2.      Pendidikan Terhadap Anak

Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, dunia pun semakin berubah, entah menjadi lebih baik ataupun sebaliknya. Alangkah bijak bila kita sebagai orang tua juga semakin menyadari arti pentingnya pendidikan. Di zaman yang serba moderen seperti sekarang, manusia dituntut untuk selalu berfikir dan berkarya. Oleh karena itu pendidikan anak sangat dibutuhkan untuk membentuk anak-anak kita menjadi pribadi yang selalu berfikir dan berkarya. Semakin dini usia anak diperkenalkan kepada pendidikan, semakin panjang masa ia untuk berkembang. Seiring dengan perkembangannya tersebut, kepribadian anak juga akan terbentuk.
Kunci yang terpenting dalam menunjang pendidikan yang baik untuk anak adalah keterlibatan orang yang lebih dewasa yaitu dalam hal ini orang tua dari anak yang bersangkutan. Apabila orang tua dapat terlibat langsung dalam proses pendidikan seorang anak baik disekolah maupun di luar sekolah, maka akan membantu meningkatkan prestasi pendidikan anak yang bersangkutan.
Pendidikan merupakan modal dasar untuk menyiapkan insan yang berkualitas. Menurut Undang-undang Sisdiknas Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pada hakikatnya belajar harus berlangsung sepanjang hayat. Untuk menciptakan generasi yang berkualitas, pendidikan harus dilakukan sejak usia dini dalam hal ini melalui Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), yaitu pendidikan yang ditujukan bagi anak sejak lahir hingga usia 6 tahun. Sejak dipublikasikannya hasil-hasil riset mutakhir di bidang neuroscience dan psikologi maka fenomena pentingnya pendidikan terhadap anak merupakan keniscayaan. pendidikan terhadap anak menjadi sangat penting mengingat potensi kecerdasan dan dasar-dasar perilaku seseorang terbentuk pada rentang usia ini. Sedemikian pentingnya masa ini sehingga usia dini sering disebut the golden age (usia emas).
Pendidikan terhadap Anak Dengan diberlakukannya UU No. 20 Tahun 2003 maka sistem pendidikan di Indonesia terdiri dari pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi yang keseluruhannya merupakan kesatuan yang sistemik.
Berkaitan dengan pengertian pendidikan terdapat perbedaan yang jelas antara pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Sehubungan dengan hal ini Coombs (1973) membedakan pengertian ketiga jenis pendidikan itu sebagai berikut:
a.       Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis, bertingkat/ berjenjang, dimulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya; termasuk kedalamnya ialah kegiatan studi yang berorintasi akademis dan umum, program spesialisasi, dan latihan professional, yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus. Contoh pendidikan formal seperti Taman Kanak-kanak (TK), RaudatulAthfal (RA), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA). atau bentuk lain yang sederajat.
b.      Pendidikan nonformal ialah setiap kegiatan teroganisasi dan sistematis, diluar sistem persekolahan yang dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya. Pendidikan nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), hingga pesantren atau bentuk lain yang sederajat.
c.       Sedangkan  Pendidikan informal adalah proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh lingkungan termasuk didalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan, dan media masa. Pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
Banyak cara atau metode yang bisa digunakan dalam memberikan pendidikan anak. Keberagaman cara atau metode tersebut terjadi karena beberapa faktor, antara lain tujuan pembelajaran yang berbeda, latar belakang dan kemampuan yang berbeda, sifat, orientasi dan kepribadian serta kemampuan yang berbeda, faktor situasi dan kondisi saat proses pendidikan, termasuk faktor geografis, serta fasilitas pengajaran yang bermacam-macam. Namun, faktor-faktor tersebut bukanlah suatu hambatan bagi anak untuk mengenal pendidikan. Banyak cara memberikan pendidikan pada anak yang biasa dilakukan oleh orang tua ataupun tempat-tempat pendidikan anak lainnya agar belajar menjadi terasa menyenangkan dan mudah dipahami oleh anak-anak.

C.    Pendidikan Anak Pada Keluarga Petani
1.      Pandangan Masyaraka Petani Terhadap Pendidikan Anak
Proses pendidikan yang ada pada saat ini, sebenarnya telah lama di laksanakan orang dan merupakan proses yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dengan tujuan yang jelas pula. Dan proses pendidikan yang dialami selalu dihubungkan dengan proses belajarnya, terutama oleh sebagian besar masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan (Soelaiman Joesoef, 1979 : 15).
Dalam artikel Menatap Ilmu (2011) Orang tua yang hanya tamat sekolah dasar atau tidak tamat cenderung kepada hal-hal tradisional dan kurang menghargai arti pentingnya pendidikan. Mereka menyekolahkan anaknya hanya sebatas bisa membaca dan menulis saja, karena mereka beranggapan sekolahnya seseorang kepada jenjang yang lebih tinggi pada akhir tujuan adalah untuk menjadi pegawai negeri dan mereka beranggapan sekolah hanya membuang waktu, tenaga dan biaya, mereka juga beranggapan terhadap anak lebih baik ditunjukan kepada hal-hal yang nyata seperti membantu orang tua dalam berusaha itulah manfaat yang nyata bagi mereka, lagi pula sekolah harus melalui seleksi ujian yang ditempuh dengan waktu yang panjang dan amat melelahkan.
Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Kesukarannya adalah golongan orang-orang tua itu mempunyai pandangan yang didasarkan pada tradisi yang kuat sehingga sukar untuk mengadakan perubahan-perubahan yang nyata (Soerjono Soekanto, 2012 : 137)
Menurut hasil penelitian Agus (2012) Orang tua mempunyai pandangan bahwa pendidikan adalah suatu hal penting, akan tetapi hal itu dipengaruhi oleh tingkat pendidikan orang tua yang rendah dan ekonomi yang kurang mendukung, sehingga pentingnya pendidikan hanya digambarkan untuk pendidikan saja.
Sekalipun pengaruh kemiskinan sangat besar terhadap anak anak, kemiskinan bukanlah satu-satunya faktor yang berpengaruh. Faktor lainnya adalah pola fikir yang pendek dan sederhana akibat rendahnya pendidikan. Dalam budaya Indonesia, kepala rumah tangga terutama seorang ayah mempunyai peranan yang sangat besar dalam rumah tangga, termasuk dalam hal menentukan boleh atau tidaknya anak melanjutkan sekolah. Untuk mengambil keputusan tersebut tentu sangat dipengaruhi oleh pandangan orang tua terhadap pendidikan.
Keluarga atau orang tua  yang serba kekurangan tentunya sangat mempengaruhi akan pola fikir tentang pendidikan anak-anaknya. Menurut  Fauzul Amin (2012)   ada beberapa alasan yang menyebabkan orang miskin enggan menyekolahkan anak-anak mereka, yaitu :
a.       Keyakinan yang salah tentang sekolah: boleh dibilang banyak orang miskin memiliki sebuah keyakinan bahwa sekolah merupakan lembaga pendidikan yang hanya boleh diisi oleh anak-anak dari keluarga berduit, anak-anak yang pintar. Sedangkan mereka orang miskin merasa bahwa mereka tidak memiliki uang serta anak-anak mereka bodoh sehingga mereka akhirnya enggan menyekolahkan anak-anaknya.
b.      Kurangnya wawasan dan pengetahuan tentang dunia pendidikan. Harus diakui bahwa faktor kurangnya  informasi mengenai dunia pendidikan menyebabkan orang-orang miskin berpikiran sempit. Pendidikan bagi orang miskin masih dianggap sebagai kebutuhan tersier (istimewa) yang tidak harus dipenuhi saat ini. Padahal kalau mau jujur pendidikan sama pentingnya dengan kebutuhan primer manusia seperti makan, minum, sandang dan papan. Bahkan bisa dikatakan pendidikan merupakan kunci sukses manusia untuk bisa makan, minum, memiliki sandang dan juga papan.
c.       Anggapan salah tentang sekolah. Selama ini ada anggapan yang salah dari orang miskin tentang sekolah, mereka mengganggap bahwa sekolah itu mahal dan tidak bisa terjangkau oleh orang-orang miskin. Anggapan bahwa sekolah mahal memang tak salah, tetapi menjadi salah apabila mereka merasa bahwa sekolah tidak bisa dijangkau oleh mereka adalah keliru.  Karena saat ini telah ada berbagai program beasiswa dari pemerintah, lembaga swasta, lsm dan lain sebagainya bagi anak-anak dari keluarga miskin, apalagi bagi anak-anak yang memiliki prestasi. Jadi ada baiknya jika anggapan salah tentang sekolah harus di buang jauh-jauh. Sudah jelas sekolah adalah tempat belajar semua orang baik yang miskin ataupun kaya punya hak yang sama untuk bersekolah.
d.      Sikap mudah putus asa pada keadaan. Satu hal yang menjadi kebiasaan dari orang miskin adalah terlalu pasrah (putus asa) terhadap keadaan. Sikap ini pula yang menjadi salah satu penyebab mengapa banyak anak-anak orang miskin yang tidak bersekolah. Mereka lebih banyak menerima keadaan bahwa orang miskin hanya memiliki kewajiban untuk mencari nafkah untuk makan bukan untuk memiliki pendidikan.
e.       Terbawa lingkungan. Biasanya orang miskin akan menjalani kehidupan sebagaimana kehidupan masyarakat disekitarnya. Jika mayoritas orang miskin jarang berpendidikan, maka besar kemungkinan anak-anaknya juga tidak akan berpendidikan.  Kondisi semacam itu hampir terjadi dilinkungan masyarakat miskin, jikapun ada keluarga miskin yang menyekolahkan anaknya hanya satu dua orang saja. Mereka lebih suka menikmati kehidupan sebagaimana kehidupan masyarakat miskin lainnya yang tidak menyekolahkan anak-anaknya dan lebih merasa nyaman jika anak-anaknya membantu mencari nafkah keluarga

Kemudian faktor anak putus sekolah Menurut Candra (2010 : 4) disebabkan oleh beberapa faktor yaitu ekonomi, minat anak yang kurang, ketiadaan sekolah/sarana, faktor budaya, fasilitas belajar yang kurang dan cacat atau kelainan jiwa.
Faktor Pertama yang menyebabkan anak tidak dan putus sekolah adalah faktor ekonomi, yaitu mencapai 36%. Faktor ekonomi yang dimaksudkan adalah ketidakmampuan keluarga si anak untuk membiayai segala proses yang dibutuhkan selama menempuh pendidikan atau sekolah dalam satu jenjang tertentu. Walaupun Pemerintah mencanangkan wajib belajar 9 tahun, namun belum berimplikasi secara maksimal terhadap penurunan jumlah anak yang tidak dan putus sekolah. Selain itu, program pendidikan gratis yang telah dilaksanakan belum tersosialisasi hingga kelevel bawah.
Faktor kedua yang menyebabkan anak tidak dan putus sekolah adalah rendahnya atau kurangnya minat anak untuk bersekolah. Rendahnya minat anak dapat disebabkan oleh perhatian orang tua yang kurang, jarak antara tempat tinggal anak dengan sekolah yang jauh, fasilitas belajar yang kurang, dan pengaruh lingkungan sekitarnya. Minat yang kurang dapat disebabkan oleh pengaruh lingkungan misalnya tingkat pendidikan masyarakat yang rendah yang diikuti oleh rendahnya kesadaran tentang pentingnya pendidikan.
Faktor ketiga adalah kurangnya perhatian orang tua. Rendahnya perhatian orang tua disebabkan karena kondisi ekonomi keluarga atau rendahnya pendapatan orang tua si anak sehingga perhatian orang tua lebih banyak tercurah pada upaya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Persentase anak yang tidak dan putus sekolah karena rendahnya kurangnya perhatian orang tua. Dalam keluarga miskin cenderung timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan pembiayaan hidup anak, sehingga mengganggu kegiatan belajar dan kesulitan mengikuti pelajaran.
Faktor keempat adalah ketiadaan prasarana sekolah. Faktor prasarana yang dimaksudkan adalah terkait dengan ketidaksediaan prasarana pendidikan pendidikan berupa gedung sekolah atau alat transfortasi dari tempat tinggal siswa dengan sekolah.
Faktor kelima adalah yang menyebabkan anak putus sekolah adalah fasilitas belajar yang kurang memadai. Fasilitas belajar yang dimaksudkan adalah fasilitas belajar di sekolah, misalnya perangkat (alat, bahan, dan media) pembelajaran yang kurang memadai, dan sebagainya. Kebutuhan dan fasilitas belajar yang dibutuhkan siswa tidak dapat dipenuhi siswa dapat menyebabkan turunnya minat anak yang pada akhirnya menyebabkan putus sekolah.
Faktor keenam adalah budaya. Faktor budaya yang dimaksud disini adalah terkai dengan kebiasaan masyarakat disekitarnya. Yaitu, rendahnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan. Perilaku masyarakat yang pedesaan dalam dalam menyekolahkan anaknya lebih banyak dipengaruhi faktor lingkungan. Mereka beranggapan tanpa bersekolah pun anak-anak mereka dapat hidup layak seperti anak lainnya yang bersekolah. Oleh karena di desa jumlah anak yang tidak bersekolah lebih banyak dan mereka dapat hidup layak maka kondisi seperti itu dijadikan landasan dalam menentukan masa depat anaknya.
Menurut Nico (2012) kurangnya pendapatan keluarga menyebabkan orang tua terpaksa bekerja keras mencukupi kebutuhan pokok sehari-hari, sehingga pendidikan anak kurang terperhatikan dengan baik dan bahkan membantu orang tua ke sawah, karena dianggap meringankan beban orang tua anak di ajak ikut orang tua ke tempat kerja yang jauh dan meninggalkan sekolah dlam waktu yang cukup lama.
Kemudian Nico (2012) juga mengatakan yang menyebabkan anak putus sekolah bukan hanya disebabkan lemahnya ekonomi keluarga tetapi juga datang dari dirinya sendiri yaitu kurangnya minat anak untuk bersekolah atau melanjutkan sekolah.
Dari hasil penelitian Dinna (2008) Pendidikan petani merupakan satu faktor yang mempengaruhi cara pandang dan hidup petani. Para petani lebih memilih pendidikan yang seperlunya dibanding pendidikan yang dijalani oleh masyarakat pada umumnya. Kebanyakan para petani lebih memilih pendidikan yang bersifat agama dan kemasyarakatan. Namun demikian dalam proses menempuh pendidikan mereka terkendala berbagai masalah yang membuat anak petani kebanyakan putus sekolah.
Pandangan masyarakat yang maju tentu berbeda dengan masyarakat yang keterbelakangan dan tradisional, masyarakat yang maju tentu pendidikan mereka maju pula, demikian pula anak-anak mereka akan menjadi maju pula pendidikannya dibanding orang tua mereka. Maju mundurnya suatu masyarakat, bangsa dan negara juga ditentukan dengan maju mundurnya pendidikan yang dilaksanakan. Pada umumnya masyarakat terbelakang atau dengan kata lain masyarakat tradisional mereka kurang memahami arti pentingnya pendidikan, sehingga kebanyakan anak-anak mereka tidak sekolah dan kalu sekolah kebanyakan putus di tengah jalan (Dharma, 2013) 
Sekolah mendidik anak-anak untuk hidup di luar masyarakatmya tidaklah berarti sama sekali tidak ada pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan anak-anak hidup di tengah-tengah masyarakatnya. Maksudnya sekolah tidak menyelenggarakan hal tersebut. Pada kenyataannya, setiap masyarakat desa selalu mempunyai cara-caranya sendiri untuk mendidik anak-anak agar bisa hidup di masyarakatnya. Secara tradisionil ada pengajaran informal yang diselenggarakan oleh keluarga dan masyarakat. Pengajaran demikian itu ditunjang oleh orang tua atau pemuka agama yang dianut masyarakat setempat ( A. Suryadi, 1982 : 6-7 ).
Proses belajar yang dimaksud adalah belajar dalam rangka pendidikan formal di sekolah, sejak sekolah rendah sampai ke tingkat yang tertinggi. Sejalan dengan hal tersebut, maka banyak orang beranggapan bahwa bila seseorang telah keluar dari sekolah berarti ia telah selesai proses belajarnya. Bagaimana hidupnya, mereka serahkan pada hasil belajar yang dicapainya sehingga belajar menentukan corak kehidupan seseorang di dalam masyarakat. Bahkan mereka menerima kenyataan ini dengan sepenuhnya, seperti terjadi pada masyarakat pedesaan yang terdiri dari keluarga tani dan  buruh yang mempunyai taraf hidup yang masih rendah (Soelaiman Joesoef, 1979:16).
Jadi sekolah merupakan tumpuan hidup seseorang. Dengan kata lain sekolah sebagai ″station in life″ nya seseorang, sehingga dimana ia berhenti sekolah, disitu sudah menunggu nasibnya. Keadaan tersebut telah banyak ditinggalkan orang dan mereka menganggap bahwa belajar di sekolah bukan satu-satunya faktor yang menentukan corak kehidupan orang (Soelaiman Joesoef, 1979:16).
2.      Peranan Orang Tua Dalam Pendidikan Anak
Anwar Sitepu (Amalia, 2009) mengatakan bahwa anak merupakan salah satu golongan penduduk yang berada dalam situasi rentan dalam kehidupannya di tengah masyarakat. Kehidupan anak dipandang rentan karena memiliki ketergantungan tinggi dengan orang tuanya. Jika orang tua lalai menjalankan tanggung jawabnya, maka anak akan menghadapi masalah. Anak dalam setiap masyarakat adalah anggota baru karena usianya masih muda dan  ia merupakan generasi penerus. Dalam kedudukan demikian amat penting bagi anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal sehingga kelak akan bisa melaksanakan tugas dan tanggung jawab sosialnya secara mandiri.
Pentingnya peranan orang tua dalam menentukan masa depan anaknya, khususnya sebagai motivator dalam kehidupan diperoleh dari pengalaman pribadi dengan melihat langsung ke tempat dilakukan penelitian dan wawancaran langsung kepada orang tua dan anak-anak yang berpendidikan dan tidak berpendidikan.
Cole S. Brembeck (Aswandi Bahar, 1989 : 127-128) mengatakan bahwa dorongan dan sifat acuh tidak acuh orang tua baik sengaja maupun tidak sengaja akan tetap mempengaruhi aspirasi anak terhadap pendidikan. Semakin banyak anak merasakan adanya dorongan dari orang tuanya semakin besar pengaruhnya terhadap aspirasi anak tersebut terhadap pendidikan.
Aswandi Bahar (1989 : 129) mengatakan bahwa latar belakang status sosial ekonomi belum tentu akan memberikan dorongan yang sama terhadap aspirasi pendidikan. Akan tetapi dorongan orang tua memegang peranan kunci bagi seseorang anak untuk mempunyai cita-cita dalam pendidikan. Karena dorongan tersebut adalah merupakan variable psikologi sosial yang dapat mempengaruhi seseorang secara langsung. Dengan sendirinya apabila sekolah memberikan dorongan yang sama dengan orang tua kepada siswa (sekalipun siswa tersebut berasal dari keluarga miskin) akan tetap menghasilkan efek positif terhadap aspirasi siswa dalam pendidikan.
Dalam artikel Salwinsah (2002) menyatakan bahwa pendidikan merupakan hal terbesar yang selalu diutamakan oleh orang tua. Saat ini masyarakat semakin menyadari pentingnya memberikan pendidikan yang terbaik kepada anak-anak mereka sejak dini. Untuk itu orang tua memegang peranan yang sangat penting dalam membimbing dan mendampingi anak dalam kehidupan keseharian anak. Sudah menjadi kewajiban para orang tua untuk menciptakan lingkungan yang kondusif sehingga dapat memancing keluar potensi anak, kecerdasan dan rasa percaya diri.
Pada banyak kasus, orang tua sering memaksakan kehendak meraka terhadap anak-anak meraka tanpa mengindahkan pikiran dan suara hati anak. Orang tua merasa paling tahu apa yang terbaik untuk anak-anak mereka. Hal ini sering dilakukan oleh orang tua yang berusaha mewujudkan impian mereka, yang tidak dapat mereka raih saat mereka masih muda, melalui anak mereka. Kejadian seperti ini tidak seharusnya terjadi jika orang tua menyadari potensi dan bakat yang dimiliki oleh anak mereka. Serta memberi dukungan moril dan sarana untuk anak mereka mengembangkan potensi dan bakat yang ada.
Menurut Sunarto dan Hartono (2008 : 131) proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga.
Sunarto dan Hartono (2008 : 124) Bakat anak dapat dikenali dengan observasi terhadap apa yang selalu dikerjakan anak, kesungguhan bakat anak bermanfaat bagi orang tua agar mereka dapat memahami dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak. Dengan mengenal cirri-ciri anak berbakat, orang tua dapat menyediakan lingkungan pendidikan yang sesuai dengan bakat anak.
Dengan memberikan pendidikan setinggi-tingginya, semua hidup anak-anak akan berjalan mulus, pendidikan anak setir kehidupan. Dan juga pendidikan masih merupakan investasi yang mahal. Peran orang tua dalam pendidikan anak mempunyai peranan besar terhadap masa depan anak. Sehingga demi mendapatkan pendidikan yang terbaik, maka sebagai orang tua harus berusaha untuk dapat menyekolahkan anak sampai kejenjang pendidikan yang paling tinggi adalah salah satu cara agar anak mampu mandiri secara finansial nantinya.




BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Alasan Menggunakan Metode Penelitian Kualitatif
Penggunaan metode penelitian kualitatif ini karena permasalahan yang diteliti pada penelitian pandangan masyarakat petani terhadap pendidikan anak di Desa Sungai Limas lebih tepat menggunakan metode penelitian kualitatif.
Tujuan penelitian untuk memperoleh gambaran penelitian secara luas, menyeluruh, dan mendalam dapat tercapai. Dibandingkan dengan metode kuantitatif yang hanya bisa meneliti beberapa variabel saja, sehingga seluruh permasalahan yang telah dirumuskan tidak akan terjawab secara lengkap dengan metode kuantitatif. Dengan metode kuantitatif tidak dapat ditemukan data yang bersifat proses kerja, perkembangan suatu kegiatan, deskripsi yang luas, mendalam, utuh, dan penuh makna.
Alasan digunakan metode kualitatif untuk lebih mudah apabila berhubungan langsung dengan kenyataan yang tidak terkonsep sebelumnya tentang keadaan di lapangan dan data yang diperoleh dapat berkembang seiring dengan proses penelitian berlangsung.
B.     Tempat Penelitian
Tempat penelitian dilaksanakan di Desa Sungai Limas, Kecamatan Haur Gading, Kabupaten Hulu Sungai Utara.Di Desa Sungai Limas, Kecamatan Haur Gading ini peneliti terjun secara langsung untuk melakukan pengamatan langsung terhadap kegiatan sehari-hari para petani dan kegiatan pendidikan yang ada disana.
Alasan memilih Desa Sungai Limas disebabkan sebagai salah satu desa yang berada sangat jauh dari kota, kemudian di desa ini sangat banyak anak yang putus sekolah, serta dari total luas lahan yang terdapt di Kecamatan Haur Gading hampir 80,38 persen diantaranya adalah lahan pertanian.
C.    Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini dipilih secara purposive sampling, yaitu memilih orang yang dianggap mempunyai pengetahuan terhadap objek yang diteliti, sehingga mampu membuka jalan untuk meneliti lebih dalam dan lebih jauh tentang pandangan keluarga petani terhadap pendidikan anak di Desa Sungai Limas Kecamatan Haur Gading Kabupaten Hulu Sungai Utara. Dalam penelitian ini sumber penelitian yang digunakan adalah data primer dan data skunder.. Sumber data primer yaitu data yang langsung di dapat dari hasil observasi dan wawancara. Data sekunder yaitu dokumen misalnya foto-foto proses kegiatan para petani serta kegiatan anak-anak petani.
Informan dalam Penelitian adalah
1.      Ketua RT Sungai Limas/ Kepala Desa
2.      Orang tua anak yang tidak sekolah di Sungai Limas
3.      Para Guru-Guru sekolah yang ada di Desa Sungai Limas
4.      Anak-anak masyarakat petani yang tidak sekolah di Desa Sungai Limas
D.    Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, yang menjadi instrument penelitian adalah peneliti sendiri. Peneliti perlu mengetahui bagaimana pandangan masyarakat petani terhadap pendidikan anak.
Melakukan pengumpulan data dengan melakukan wawancara, observasi, dan dokumentasi dengan alat bantu berupa tape recorder, buku catatan, camera, dan handycam.  Sehingga peneliti mampu mengukur pandangan masyarakat petani terhadap pendidikan anak.
E.     Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan pada kondisi alami, (Natural setting). Yaitu :
1.      Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian (Margono, 2004 : 158) melalui metode ini peneliti mengadakan pengamatan secara langsung mengamati gejala-gejala atau fenomena yang terjadi dan timbul dari objek penelitian. Metode ini digunakan untuk mengambil data-data yang mudah dipahami dan diamati secara langsung yaitu banyaknya anak petani yang putus sekolah, latar belakang mereka putus sekolah, serta kegiatan yang dilakukan anak-anak petani sehari-hari.
Dalam Observasi (pengamatan), peneliti mengamati dahulu kegiatan para petani, kemudian memilih satu fokus, yaitu kegiatan yang dilakukan anak petani sehari-hari. Juga dilakukan observasi partisipasi yaitu peneliti ikut serta atau berpartisipasi dalam kegiatan yang dilakukan anak-anak petani.
Peneliti melakukan wawancara dengan para petani untuk mendapat informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam satu topik tertentu. Peneliti melakukan wawancara dengan orang tua yang berprofisi sebagai petani.
2.      Wawancara mendalam (interview)     
Wawancara yaitu cara pengumpulan data yang menanyakan langsung kepada informan atau pihak yang kompeten dalam suatu permasalahan (Sugiarto, dkk, 2001:17). Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang pandangan masyarakat petani tehadap pendidikan anak. Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara semistruktur (semistructure interview) dimana jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-dept interview. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diwawancara diminta pendapat, dan ide-idenya dalam melakukan wawancara peneliti juga mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang di kemukakan oleh informan (Wahyu, 2009:13).
3.      Dokumentasi
Dokomentasi ialah setiap bahan tertulis ataupun film, yang dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik (Moleong, 1991:161). Dokumentasi ini  berupa foto-foto para petani, kegiatan para petani, serta kegiatan anak-anak petani dalam kesehariannya.
F.     Teknik Analisis Data
Teknis analisis data yang digunakan dengan cara menurut Miles and Huberman (Wahyu, 2006: 60) bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktifitas dalam analisis data yaitu:
1.      Reduksi data (Data Reduction)
Dengan mereduksi data peneliti mencoba menggabungkan, menggolongkan, mengklasifikasikan, memilah-milih atau mengelompokkan data dari temuan di lapangan, seperti peneliti memfokuskan pada masalah rendahnya tingkat pendidikan anak para petani di Desa Sungai Limas. Maka reduksi data dilakukan dengan merangkum hal-hal apa saja yang berhubungan dengan data tentang apa yang menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di Desa Sungai Limas.


2.      Penyajian data (data display)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Melalui penyajian data tersebut maka data akan tersusun dalam pola hubungan yang disajikan dalam bentuk bagan, uraian singkat, laporan tulisan yang dijelaskan (yang bersifat naratif). Seperti hasil temuan yang didapat, dapat disajikan pada bagian (a) Perkembangan pendidikan di Desa Sungai Limas, (b) Pandangan keluarga petani terhadap pendidikan anak di Desa Sungai Limas, dan (c) Hal yang menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan di Desa Sungai Limas.
3.      Verification (conclusion drawing)
Selanjutnya langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan (verification), yaitu menarik kesimpulan berdasarkan hasil temuan yang telah disajikan dalam uraian singkat tersebut. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Dikaitkan dengan penelitian ini tentu saja proses verifikasi atau kesimpulan awal dapat dilakukan misalnya kesimpulan mengenai data-data tentang perkembangan pendidikan di Desa Sungai Limas.



G.    Pengujian Keabsahan Data
Untuk memperoleh keabsahan data, maka peneliti melakukan usaha-usaha yaitu diteliti kredibilitasnya dengan melakukan teknik-teknik sebagai berikut:
1.       Perpanjangan pengamatan
Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data atau menambah (memperpanjang) waktu untuk observasi. Wawancara yang awalnya hanya satu minggu, maka akan ditambah waktu satu minggu lagi. Dan jika dalam penelitian ini, data yang diperoleh tidak sesuai dan belum cocok maka dari itu dilakukan perpanjangan pengamatan untuk mengecek keabsahan data. Bila setelah diteliti kembali ke lapangan data sudah benar berarti kredibel, maka waktu perpanjangan  pengamatan dapat diakhiri.
2.      Meningkatkan ketekunan
Untuk meningkatkan ketekunan, peneliti bisa melakukan dengan sering menguji data dengan teknik pengumpulan data yaitu pada saat pengumpulan data dengan teknik observasi dan wawancara, maka peneliti lebih rajin mencatat hal-hal yang detail dan tidak menunda-nunda dalam merekam data kembali, juga tidak menganggap mudah / enteng data dan informasi. Dengan teknik dokumentasi, maka peneliti akan lebih tekun membaca referensi-referensi buku terkait dengan majelis pengajian sebagai wawasan peneliti untuk memeriksa kebenaran data
3.      Trianggulasi
Trianggulasi sumber data menguji kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data (cek and ricek) dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu.
a.       Trianggulasi sumber, adalah untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber, maksudnya bahwa apabila data yang diterima dari satu sumber adalah meragukan, maka harus mengecek kembali ke sumber lain, tetapi sumber data tersebut harus setara sederajatnya. Kemudian peneliti menganalisis data tersebut sehingga menghasilkan suatu kesimpulan dan dimintakan kesempatan dengan sumber-sumber data tersebut.
b.       Trianggulasi teknik, adalah untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda, yaitu yang awalnya menggunakan teknik observasi, maka dilakukan lagi teknik pengumpulan data dengan teknik wawancara kepada sumber data yang sama dan juga melakukan teknik dokumentasi.
c.       Trianggulasi waktu, adalah untuk melakukan pengecekan data dengan wawancara dalam waktu dan situasi yang berbeda. Seperti, yang awalnya melakukan pengumpulan data pada waktu pagi hari dan data didapat, tetapi mungkin saja pada waktu pagi hari tersebut kurang tepat karena mungkin informan dalam keadaan sibuk. Kemudian dilakukan lagi pengumpulan data pada waktu malam hari data pun didapat dan mungkin saja informan sedang istirahat sehingga dapat melengkapi dan mengecek atas kebenaran data.
4.      Menggunakan Bahan Referensi
Yang dimaksud bahan referensi disini adalah adanya pendukung untuk membuktikan data yang ditemukan oleh peneliti. Sebagai contoh, data hasil wawancara perlu didukung dengan adanya rekaman wawancara dengan keluarga petani di Desa Sungai Limas, atau data interaksi keluarga petani dengan anak-anaknya. Gambaran suatu keadaan perlu didukung oleh foto-foto, alat-alat bantu perekam data dalam penelitian kualitatif, seperti kamera, handycam, alat perekam suara sangat diperlukan untuk mendukung kredilitas data yang ditemukan oleh peneliti.
5.      Mengadakan member check
Proses member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti, Pendidikan anak keluarga petani di Desa Sungai Limas. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai atau tidak dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Data yang telah didapat tersebut akan dipertanyakan kembali kepada pemberi data dengan menanyakan kembali apakah data yang diperoleh benar adanya maka akan memberikan kenyakinan bahwa data tersebut bukan hasil rekayasa peneliti. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh pemberi data tersebut valid, sehingga kredibel atau dipercaya. Dari tujuan member check adalah agar informasi yang diperoleh dan yang akan digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksudkan sumber data atau informan. Pelaksanaan member check dapat dilakukan setelah satu periode pengumpulan data sesuai, setelah mendapat temuan dan kesimpulan.









 
H. Jadwal Penelitian
No
Kegiatan
Bulan
1
2
3
4
5
6
1. Persiapan
a.   Penyusunan proposal






2. Pengumpulan data dan pengolahan data
a. Memasuki lapangan
b. Menentukan fokus
c.  Analisis tema
d.  Uji keabsahan data








3. Penulisan laporan dan bimbingan
a. Membuat draf
laporan penelitian
b. Diskusi draf
laporan
c. Penyempurnaan
laporan






4. Ujian
a. Ujian hasil penelitian






b.   Perbaikan  hasil penelitian






5. Penyerahan hasil penelitian
a. Penggandaan
hasil penelitian
b. Penyerahan
    hasil penelitian
















BAB IV
HASIL PENELITIAN

A.      Gambaran umum
Secara geografis, Desa Sungai Limas pada bagian utara berbatasan dengan Desa keramat, di sebelah timur berbatasan dengan Desa Pihaung. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Palimbang Sari, sedangkan disebelah barat berbatasan dengan dengan Kecamatan Amuntai Tengah dan Kecamatan Amuntai Selatan. Desa Sungai Limas terletak di sebelah timur laut Kabupaten Hulu Sungai Utara ini mempunyai luas wilayah 79,24 km2 atau 8,88 persen dari luas wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Sekitar 30,84 persen dari total lahan kecamatan ini merupakan daerah persawahan. Sekitar 28,81 persen merupakan lahan hutan rawa, sekitar 17,79 persen merupakan kebun campuran dan hanya sekitar 10,46 persen saja yang digunakan untuk lahan perkampungan penduduk. Sisa lahan tersebut merupakan lahan yang dipergunakan untuk rumput rawa, danau dan lain-lain.
Pada masyarakat petani di Desa Sungai Limas, hidup penduduknya sangat tergantung dari tanah, dengan selalu bekerjasama untuk memenuhi keperluannya dan kepentingannya. Contohnya : waktu pembukaan tanah baru atau waktu musim tanam mereka bekerja secara bersama-sama, karena mengolah tanah memerlukan tenaga yang banyak dan sulit untuk dilakukan oleh satu keluarga saja.
Pengendalian sosial masyarakat di Desa Sungai Limas dirasakan sangat kuat, sehingga perkembangan jiwa individu sulit untuk dilaksanakan. Rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya alat-alat komunikasi merupakan faktor yang secara tidak langsung ikut mempersulit untuk merubah jalan pikiran ke arah jalan pikiran yang bersifat ekonomis.
Pada masyarakat yang mayoritas warganya hidup dengan mengandalkan tanah sebagai lahan pertanian, lazimnya struktur sosial masyarakatnya didasarkan atas status kepemilikan tanah. Hubungan produksi yang berkaitan dengan kepemilikan tanah akan berpengaruh pada hubungan-hubungan sosial masyarakat. Pada gilirannya akan berpengaruh pada pelapisan sosial masyarakat. Sehingga, pemilikan atas tanah merupakan suatu sub dimensi pelapisan sosial masyarakat pertanian di Desa Sungai Limas. Pemilik tanah dianggap lebih tinggi kedudukannya dibanding penyewa tanah (petani penggarap) dan buruh tani.
Pola kehidupan masyarakat pertanian di Desa Sungai Limas umumnya bersifat komunal (mementingkan kepentingan umum), yang ditandai dengan ciri-ciri masyarakatnya yang homogen, hubungan sosialnya bersifat personal, saling mengenal serta adanya kedekatan hubungan yang lebih intim.
Sementara pelapisan sosial masyarakat pertanian di Desa sungai Limas tersusun atas lapisan-lapisan sebagai berikut:
a.       lapisan pertama, terdiri dari mereka yang tanahnya sangat luas. Tanah-tanah tersebut disewakan kepada pihak lain. Mereka ini disebut golongan tuan tanah atau pemilik tanah/ petani pemilik.
b.      Lapisan kedua, mereka yang menggarap tanah. Mereka ini di sebut dengan petani penggarap.
c.       Lapisan ketiga, mereka tidak mempunyai tanah serta tidak mampu menyewa. Mereka hanya sebagai buruh, sehingga di sebut buruh tani.
Dalam masyarakat petani di Desa Sungai Limas, latar belakang budaya dalam menyekolahkan anak tidak begitu besar dibandingkan dengan mengajarkan anak pada sektor-sektor pertanian, seperti mengolah tanah, menanam, dan memanen.
Pendidikan kepala rumah tangga mempunyai pengaruh besar terhadap pendidikan anak-anaknya. Orang tua dengan pendidikan yang tinggi akan mempunyai persepsi (pemahaman) dan motivasi yang cukup besar untuk mendorong agar anaknya berpendidikan tinggi pula.
Pengaruh tingkat pendidikan kepala rumah tangga terhadap tingkat pendidikan di kalangan masyarakat petani masih tetap besar. Kepala rumah tangga yang tidak sekolah mempunyai kemungkinan besar akan kurang memahami apalagi untuk memberikan motivasi bagi kelangsungan pendidikan anaknya di sekolah menengah ditambah kemungkinan lainnya seperti kemiskinan, keluarga, sehingga tidak mampu menyekolahkan anaknya sampai tamat.



B.       Hasil Penelitian
1.      Latar Belakang Anak Petani Putus Sekolah
Dalam pidato pertanggung jawaban Presiden Soeharto di hadapan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tanggal 11 Maret 1978 dikatakan bahwa perluasan dan pemerataan kesempatan belajar tetap menjadi titik berat sebagai penerapan azas keadilan sosial di bidang pendidikan. Terutama bagi anak-anak indonesia yang berusia 7-12 tahun. Hal yang sama diulang kembali dalam pidato kenegaraan pada tanggal 16 Agustus 1980 (Bappenas, 1982 : 4). Pernyataan tersebut sangat melegakan, namun hal ini bukan berarti kita tidak memiliki hambatan yang sulit. Hambatan seperti tradisi atau kebudayaan, masyarakat yang kurang mementingkan pendidikan serta masih rendahnya tingkat pendapatan masyarakat.
Persepsi orang tua akan pentingnya sekolah sampai menamatkan suatu tingkat pendidikan tertentu bagi sang anak terasa masih kurang terutama bagi orang tua di Desa Sungai Limas yang bermata pencaharian sebagai petani. Sebagian orang tua di daerah pertanian menyekolahkan anak dengan alasan agar anak dapat membaca dan menulis semata agar tidak mudah tertipu orang lain.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan bapak Syamsuni selaku informan dan beliau merupakan salah satu tokoh masyarakat di Desa Sungai Limas mengungkapkan:
Bujur, banyak anak petani yang ampih sekolah di desa ini karena kebiasaan orang tua yang kurang mementingkan pendidikan dan biaya sekolah yang semakin larang, jadi banyak orang tua yang menyuruh anaknya sagan bagawi sebagai patani atau tulak ke kota lain sagan bagawi”. (Ya memang banyak anak petani yang putus sekolah di desa ini karena kebudayaan orang tua yang kurang mementingkan pendidikan dan biaya menyekolahkan anak yang sangat mahal, jadi banyak orang tua yang menyuruh anaknya untuk bekerja, baik itu sebagai petani atau merantau ke kota lain untuk bekerja) (wawancara pada Sabtu tanggal 15 Juni 2013)

Dari pendapat bapa Syamsuni, beliau mengatakan bahwa anak petani di Desa Sungai Limas banyak yang tidak menyekolahkan anaknya karena orang tua yang kurang mementingkan pendidikan dan kurangnya biaya.
Bapak Umar Baqi selaku Kepala Desa di Desa Sungai Limas dan beliau juga seorang petani mengungkapkan:
“Kakanakannya dasar kada mau sekolah, lalu dasar orang tuanya mamalar tanaga kakanakan supaya membantu kuitan bahuma. Anak-anak di Desa Sungai Limas ini dasar banyak yang ampih sekolah karena orang tua mahandaki anaknya tadi pang mancari duit lawan kada tapi mementingkan pendidikan”. (Anak-anak memang tidak mau sekolah, kemudian orang tua yang memang memerlukan tenga anak-anak untuk menggarap sawah.  Anak-anak di Desa Sungai Limas banyak yang putus sekolah karena banyak orang tua yang menginginkan anaknya mencari uang dan kurang mementingkan pendidikan) (wawancara pada Sabtu tanggal 15 Juni 2013)

Dari hasil wawancara peneliti dengan kepala desa Sungai Limas dapat dikatakan bahwa anak putus sekolah disebabkan karena orang tua yang memang menginginkan tenaga anaknya untuk membantu untuk menggarap sawah.
Pendapat yang sama juga disampaikan oleh ibu Rita selaku kepala sekolah SMP 2 Amuntai Utara:
“Penyebab anak putus sekolah terutama kadada biaya dan lemahnya kesadaran akan pentingnya pendidikan. Belum lagi si anak umpat mancari nafkah meringankan beban orang tua. Hal umum sudah terjadi pada petani. Kuitan biasa menyuruh anaknya bahuma, anak yang sudah kalapahan kada kawa lagi disuruh sekolah”. (Penyebab anak putus sekolah terutama ketiadaan biaya dan  lemahnya kesadaran akan pentingnya pendidikan. Apalagi kemudian si anak diperlukan tenaganya untuk turut mencari nafkah meringankan beban orang tua. Hal begitu umumnya terjadi pada petani. Orang tua biasa mengajak anaknya bertani untuk membantu menggarap sawah, anak yang sudah kelelahan bekerja tentu tak bisa diajak masuk sekolah) (hasil wawancara pada Sabtu tanggal 15 Juni 2013).

Ibu Rita sebagai kepala sekolah SMPN 2 Amuntai utara mengatakan bahwa banyak siswa disekolah ini yang putus sekolah terutama masalah kurangnya biaya dan kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan.
Selanjutnya peneliti menanyakan kepada orang tua yang anaknya putus sekolah dan berpropisi sebagai petani, bapak Wardi mengungkapkan; 
“Menyekolahkan anak tu kada perlu tinggi-tinggi cukup bisa membaca dan menulis haja. Bilanya sudah bisa membaca dan menulis, lalu kada bakalan kana tipu dalam kehidupan, yang kaya kita mehadapi kehidupan yang semakin ngalih, dengan bisa membaca dan menulis kawa haja sudah umpat dalam membangun desa”. (Menyekolahkan anak tidak perlu tinggi-tinggi cukup sampai anak dapat membaca dan menulis saja. Karena dengan dapat membaca dan menulis, maka kita tidak akan tertipu dalam kehidupan, seperti apabila kita akan menghadapi kehidupan ekonomi yang makin sulit dan dengan membaca dan menulis kita sudah dapat ikut serta dalam membangun desa) (wawancara pada  Minggu tanggal 16 Juni 2013)

Hasil wawancara dengan bapak Wardi dapat dikatakan bahwa anak putus sekolah disebabkan karena budaya yang mereka punya, mereka mempunyai anggapan bahwa menyekolahkan anak cukup bisa membaca dan menulis saja.
Sementara itu ibu Rahmi mengungkapakan:

“Karena kurang biaya, pandapatan bahuma yang kada menentu lalu kada sanggup menyakolahakan anak. Pandapatan hanya gasan makan sehari-hari haja. Balum lagi gagal panen kadada tatambahan pemasukan, apalagi gasan menyekolahakan anak”. (Karena kurang biaya, penghasilan sebagai petani yang tidak menentu sehingga tidak mampu untuk membiayai sekolah anak. Penghasilan hanya cukup untuk makan sehari-hari. Belum lagi jika gagal panen maka tidak ada tambahan pemasukan untuk biaya sehari-hari, apalagi untuk biaya sekolah anak)(wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni 2013)

Ada juga orang tua yang mengatakan bahwa anak-anak harus putus sekolah karena karena masalah biaya, ini yang menyebabkan anak dari ibu Rahmi putus sekolah.
Ibu Yana mengungkapkan:

”Anak ku jadi aku suruh ampih sekolah nyaman mangganii aku bahuma, maka abahnya sudah tuha , kadada yang mangganii aku lagi, salajurai jua aku suruh bacari duit bila mahadang musim katam” (Anak saya berhenti sekolah agar dapat membantu aku bersawah, belum lagi ayahnya yang sudah tua, tidak ada lagi yang membantu aku, dan juga untuk mencari uang sebelum musim panen) (wawancara pada Minggu tanggal 16 juni 2013)

Sependapat dengan bapa Umar Baqi ibu Yana juga mengatakan hal yang sama, banyak orang tua yang memaksakan anaknya berhenti sekolah untuk membantu orang tua disawah dan kurangnya perhatian orang tua untuk menyekolahkan anak.
Peneliti juga menanyakan kepada anak-anak yang putus sekolah, Hair mengungkapkan:
“Amun ulun lanjut sekolah, balum tantu ulun dapat gawian  baik pada kuitan ulun, jadi baik ulun mangganii kuitan ulun dari pada membuang-buang waktu mahabisakan duit kuitan gasan sekolah, yang belum tentu jua dapat gawian kenanya”. (Apabila saya terus melanjutkan sekolah, belum tentu saya dapat memperoleh pekerjaan yang lebih bagus dari orang tua saya, jadi lebih baik saya membantu orang tua saja, dari pada membuang waktu dan menghabiskan biaya untuk sekolah,yang tidak pasti memperoleh pekerjaan atau tidak) (wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni 2013 )

Dari hasil wawancara peneliti dengan anak-anak petani yang putus sekolah salah satunya adalah hair, dapat dikatakan bahwa dia putus sekolah karena memang keinginan dia atau minat dia untuk sekolah memang kurang.
Komentar yang sama juga diungkapkan oleh Rahman :
“Ulun merasa kuitan ulun kada sanggup membiyayai sekolah ulun, jadi ulun mangganii kuitan ulun bagawi. Gasan apa sekolah tinggi-tinggi ujung-ujungnya mencari duit baik mulai wahini mencari duit”. (Saya merasa orang tua saya tidak mampu untuk membiayai sekolah saya, jadi saya lebih baik membantu orang tua saya bekerja. Buat apa sekolah tinggi-tinggi, ujung-ujungnya juga mencari uang, jadi lebih baik dari sekarang mencari uang) (wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni 2013 )
Ada juga anak yang mengatakan bahwa dia putus sekolah dikarenakan ingin membantu orang tua, biaya yang tidak cukup serta keinginan Rahman untuk berhenti sekolah untuk mencari uang.
Selanjutnya Sanainiah mengatakan:
“Ulun lebih memilih ampih sekolah karena kada handak mengalihi kuitan, jadi lebih baik ulun kawin supaya mengurangi beban kuitan”. (Saya lebih memilih putus sekolah karena saya tidak ingin merepotkan orang tua sehingga saya memilih untuk menikah untuk mengurangi beban orang tua) (wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni 2013 )

Salah seorang anak perempuan mengatakan bahwa dia lebih memilih untuk menikah dari pada bersekolah, ini yang membuat Sanainiah tidak melanjutkan sekolah dan ingin mengurangi beban orang tuanya.
Dari hasil penelitian yang didapat maka anak-anak putus sekolah di Desa Sungai Limas lebih banyak disebabkan oleh  ekonomi, kemudian diikuti minat anak yang rendah, perhatian  orang tua yang rendah, dan budaya.
2.         Pandangan Keluarga Petani Terhadap Pendidikan di Desa Sungai Limas
Pandangan masyarakat yang maju tentu berbeda dengan masyarakat yang keterbelakangan dan tradisional, masyarakat yang maju tentu pendidikan mereka maju pula, demikian pula anak-anak mereka akan menjadi maju pula pendidikannya dibanding orang tua mereka. Maju mundurnya suatu masyarakat, bangsa dan negara juga ditentukan dengan maju mundurnya pendidikan yang dilaksanakan. Pada umumnya masyarakat terbelakang atau dengan kata lain masyarakat tradisional mereka kurang memahami arti pentingnya pendidikan, sehingga kebanyakan anak-anak mereka tidak sekolah dan kalau sekolah kebanyakan putus di tengah jalan.
Golongan orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Kesukarannya adalah golongan orang tua itu mempunyai pandangan yang didasarkan pada tradisi yang kuat sehingga sukar untuk mengadakan perubahan-perubahan yang nyata.
Sementara hasil wawancara peneliti dengan bapak Syamsuni selaku informan dan tokoh masyarakat:
”Amun menurut aku pendidikan gasan kakanakan nih sangat penting, karena dengan pendidikan kakanakan dapat meningkatkan taraf hidup mereka kainanya. Karena mereka sudah mendapatkan bekal ilmu-ilmu yang mereka pelajari. Tetapi karena kebiasaan-kebiasaan wariskan turun temurun makanya banyak kakanakan yang ampih sekolah karena membantu kuitan. (Kalau menurut saya pendidikan bagi anak-anak sangat penting, karena dengan pendidikan anak-anak dapat meningkatkan taraf hidup mereka dikemudian hari, karena mereka telah mendapat bekal ilmu-ilmu yang mereka pelajari. Namun karena kebiasaan-kebiasaan yang mereka wariskan turun temurun maka banyak anak-anak yang putus sekolah untuk membantu orang tua) (wawancara pada Sabtu tanggal 15 Juni 2013).
Dari hasil wawancara peneliti dengan bapak Syamsuni, beliau mengatakan bahwa pendidikan itu sangat penting bagi anak-anak untuk meningkatkan taraf hidup dikemudian hari karena dengan pendidikan mereka mendapat bekal ilmu-ilmu yang mereka pelajari.
Selanjutnya peneliti mewawancarai ibu Rita yang merupakan Kepala Sekolah SMPN 2 Amuntai Utara:
“Pendidikan ini sangat penting gasan kehidupan, aku sebagai guru hanya dapat memberikan pengarahan untuk perbuatan dalam kenyataan hidup mereka, tetapi para orang tua di desa Sungai Limas ini khususnya para orang tua yang bermata pencaharian sebagai petani susah untuk merubah pandangan mereka untuk mementingkan pendidikan, mereka lebih mengutamkan gasan mencari duit”.   ( Pendidikan sangat penting buat kehidupan, saya sebagai pendidik hanya memberikan pengarahan bagi perbuatan dalam kenyataan hidup mereka, namun bagi orang tua di  desa Sungai Limas ini khususnya bagi orang tua yang berprofesi sebagai petani sulit untuk merubah pandangan mereka untuk mementingkan pendidikan, mereka lebih memilih untuk mencari uang). (wawancara pada Sabtu tanggal 15 Juni 2013)
Pendidikan sangat penting bagi anak-anak petani itulah yang dikatakan oleh ibu Rita, tetapi karena pandangan orang tua khususnya yang bermata pencaharian petani yang kurang mementingkan pendidikan.
Sedangkan menurut bapa Umar Baqi selaku Kepala Desa mengungkapkan:
Pendidikan gasan kakanakan tu buat aku sangat penting, di desa Sungai Limas banyak kakanakan tidak melanjutkan sekolah. Mereka lebih memilih begawi sebagian besar mereka adalah murid yang putus di SLTP. Mereka begawi dengan alasan untuk membantu kuitan. Anak lalakian biasanya begawi sebagai buruh bangunan, sedangkan anak perempuan kebanyakannya begawi sebagai tukang warung dan maulah kerajinan tangan. Gawian-gawian seperti itu mereka lakukan sambil mahadang musim katam. (Pendidikan buat anak-anak itu buat saya sangat penting, di desa Sungai Limas, banyak anak-anak tidak melanjutkan sekolah. mereka lebih memilih untuk bekerja sebagian besar mereka adalah murid yang putus di SLTP. Mereka bekerja adalah dengan alasan untuk membantu orang tua. Anak laki-laki biasanya bekerja sebagai buruh bangunan, sedangkan anak perempuan kebanyakan menjadi penjaga kantin, dan warung-warung nasi, serta membuat kerajinan rotan. Pekerjaan-pekerjaan seperti itu mereka lakukan sambil menunggu musim tanam dan musim panen tiba) (wawancara pada Sabtu tanggal 15 Juni 2013)
Senada dengan perkataan bapa Syamsuni dan Ibu Rita, bapa Umar Baqi memandang bahwa pendidikan itu sangat penting. Karena berbagai alasan maka banyak anak putus sekolah di Desa sungai Limas.
Selanjutnya peneliti juga melakukan wawancara kepada orang tua yang anaknya putus sekolah dan berprofesi sebagai petani, bapak Wardi mengungkapakan:
“Pendidikan kami kada usah tinggi-tinggi, kalau mampu gasan begawi. Yang penting  bisa becari duit, apalagi kami sebagai petani kalau bukan anak-anak kami siapa lagi yang akan membantu gasan balacak”. (Pendidikan kami tidak perlu tinggi-tinggi, kalau mampu untuk bekerja, langsung kami hadapkan untuk bekerja. Yang penting bisa mencari uang, apalagi kami seorang petani kalau bukan anak-anak kami siapa lagi yang akan membantu untuk menggarap sawah).(hasil wawancara pada Minggu 16 Juni 2013)
Pandangan tentang pendidikan yang tidak perlu tinggi-tinggi dan kurang mementingkan pendidikan itulah yang disampaikan oleh bapa Wardi.
Sementara menurut ibu Rahmi :
Kakanakan cukup sekolah sampai bisa baca tulis karena kenanya kakanakan dihadapkan pada gawian di pahumaan. Kakanakan harus dilajari bahuma supaya mereka kawa makan lawan yang paling penting kakanakan bibinian harus belajar dalam lingkungan keluarga yang kaya bamasak”. (Anak-anak cukup sekolah sampai bisa baca tulis karena pada akhirnya kakankan akan dihadapkan pada lapangan pekerjaan dilahan pertanian. Selain itu anak-anak harus diajarkan pendidikan pertanian agar mereka dapat cukup makan memenuhi kebutuhannya, dan yang terpenting anak-anak perempuan harus belajar dalam lingkungan rumah tangga seperti memasak) (wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni 2013 )
Ibu Rahmi juga mengatakan hal yang sama, beliau kurang mementingkan sekolah anak-anak meraka, anak-anak cukup bisa membaca dan menulis saja.
Sedangkan ibu Yana mengungkapkan :
“Ya pendidikan itu penting pang, tapi ngarannya sudah keadaan kami kaya ini kada kawaai lagi, jadi tapaksa anak kami ampih sekolah”. (Ya pendidikan itu penting, namun karena sudah keadaan kami seperti ini, jadi terpaksa anak kami berhenti sekolah) (wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni 2013)
Ibu Yana juga menambahkan :
“Kakanakan ne sekolah cukupai sampai inya bisa begawi apalagi bibinian, karena ujung-ujungnya kawin lalu jadi tanggung jawab lakinya”. (Anak-anak sekolah cukup sampai dia bisa bekerja terlebih lagi anak perempuan, karena pada akhirnya akan menikah sehingga akan menjadi tanggung jawab suami) (wawancara pada Minggi tanggal 16 Juni 2013)
Orang tua juga memiliki pandangan bahwa pendidikan itu penting, itulah yang disampaikan oleh ibu Yana, namun karena keadaan yang membuat mereka memutuskan untuk berhenti sekolah, khusus untuk anak perempuan lebih memilih untuk menikah.
Peneliti juga menanyakan kepada anak-anak yang putus sekolah Rahman mengungkapkan :
“Ulun merasa pendidikan itu biasa haja kada terlalu penting, cukupai lulus SD kawa haja mangganii kuitan cari duit”. (Saya merasa pendidikan itu biasa saja, cukup lulus SD sudah bisa membantu orang tua cari uang) (wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni 2013)

Dari hasil wawancara kepada anak petani yang putus sekolah, Rahman mengatakan bahwa pendiikan itu tidak terlalu penting, dia lebih memilih untuk mencari uang.
Dari temuan hasil penelitian yang dilakukan peneliti, keluarga petani mempunyai pandangan bahwa pendidikan kurang begitu penting dan hanya memilih pendidikan yang seperlunya saja, mereka lebih memilih untuk bekerja dari pada meneruskan sekolah. Kemudian ada juga keluarga petani yang memiliki pandangan bahwa pendidikan itu sangat penting namun karena banyak faktor yang mempengaruhi maka banyak anak-anak mereka yang putus sekolah.
3.         Pendidikan yang Diperlukan Keluarga Petani di Desa Sungai Limas
Tujuan pendidikan sebenarnya bagaimana membawa anak didik dalam mencapai kesempurnaan hidup. Kesempurnaan hidup tidak bisa dicapai hanya melalui pengembangan intelektual saja, sementara jiwanya gersang. Menghadapi era kemajuan teknologi informatika, bagaimana pendidikan dapat memelihara, membimbing, membina dan menjaga bakat-potensi yang ada pada anak didik secara optimal.
Dengan demikian pedoman yang harus dipakai agar bakat-potensi anak berkembang seimbang sempurna dan utuh berdasarkan petunjuk Allah yaitu Al-Qur’an, karena Al-Qur’an sebagai sumber agama telah dipersiapkan untuk menjaga, memelihara, membimbing, mendidik, menjaga fitrah manusia agar menjadi sempurna.
Menurut Dinna (2003) sebagian besar masyarakat petani lebih memilih memasukkan anaknya ke sekolah-sekolah yang bernafaskan keagamaan seperti madrasah. Selain itu, banyak juga dari mereka lebih memilih masuk pesantren ketimbang SLTP setelah menyelesaikan Sekolah Dasar. Seperti hasil wawancara peneliti dengan bapak Syamsuni selaku tokoh masyarakat:
“Apabila anak sudah habis pendidikan di Sekolah Dasar, hendaknya anak itu diarahkan pada hal-hal pelajaran yang agamis, karena dalam lingkungan pesantren atau madrasah kakanakan dapat materi yang lebih berharga dari pada di sekolah biasa”(Apabila anak sudah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar, hendaklah anak tersebut diarahkan pada hal-hal pelajaran yang agamis, karena dalam lingkungan pesantren atau madrasah, anak-anak akan mendapat materi yang lebih berharga ketimbang di sekolah biasa) (  Wawancara pada Sabtu tanggal 15 Juni 2013)

Menyekolahkan serta mengarahkan anak kearah yang agamis seperti pesantren merupakan suatu solusi untuk para anak-anak petani hal inilah yang diungkapkan oleh bapa Syamsuni.
Sedangkan bapak Rif’at  mengungkapkan:

Pendidikan untuk anak hendaknya diberikan pendidikan setinggi mungkin sesuai lawan kemampuan anak, kakanakan boleh memilih sorang pendidikan yang dikehendakinya, baik yang umum atau keagamaan” (Pendidikan untuk anak hendaklah diberikan pendidikan setinggi mungkin sesuai dengan tingkat kemampuan anak, dalam hal ini anak boleh menentukan sendiri bentuk pendidikan yang dikehendaki, baik yang bersifat umum, maupun keagamaan). (wawancara pada Sabtu tanggal 15 juni 2013 )

Bapak Rif”at mengatakan pendidikan untuk para petani hendaknya setinggi-tingginya sesuai dengan kemampuan anak. Anak-anak diberi kebebasan untuk memilih sekolah yang diinginkannya.
Sementara bapak ibu Rega mengungkapkan:
“Kalaunya menurut aku, pendidikan gasan anak atau keluarga petani adalah pendidikan yang memberikan pemahaman tentang lingkungan. Dunia pendidikan yang formal atau non-formal adalah sama-sama gasan meningkatakan kualitas manusia karena pembangunan manusia yang seutuhnya itu kunci keberhasilan pembangunan. Dalam ruang lingkup yang menjurus, peningkatan kesadaran lingkungan harus menjadi yang utama pendidikan teristimewa bagi pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam demi keseimbangan dan keserasian lingkungan, yaitu pemahaman lawan sikap masyarakat petani terhadap pendidikan”. (Kalau menurut saya pendidikan untuk anak ataupun keluarga petani adalah pendidikan yang memberikan pemahaman tentang konsep-konsep lingkungan. Dunia pendidikan baik formal maupun non-formal adalah sama-sama untuk meningkatkan kualitas manusia, karena pembangunan manusia seutuhnya merupakan kunci keberhasilan pembangunan. Dalam ruang lingkup yang lebih menjurus, peningkatan kesadaran lingkungan harus menjadi sasaran utama pendidikan teristimewa bagi pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam demi keseimbangan dan keserasian lingkungan, yaitu pemahaman dan sikap masyarakat petani terhadap lingkungan) (wawancara pada Sabtu 15 Juni 2013)

Pendidikan formal atau nonformal bukan masalah bagi anak-anak untuk tetap sekolah, dalam pendidikan banyak hal yang menjurus pada peningkatan lingkungan serta pemahaman tentang lingkungan kata ibu Rega.
Selanjutnya ibu Rita mengungkapkan:
“Sabujurnya pendidikan itu semuanya sesuai pada semua lapisan masyarakat, karena pendidikan merupakan hal utama kayapa membentuk peradapan manusia yang mempunyai karakter sesuai dengan kepribadian bangsa. Pendidikan di desa Sngai Limas wahini dasar dianggap rendah karena masih kurangya ekonomi keluarga. Sehingga supaya anak-ananknya tetap menuntut ilmu maka kebanyakan mereka itu sesudah lulus SD atau SMP  menempuh pendidikan ke pesantren. Ini memungkinkan supaya anak-anak mereka tetap menuntut ilmu. Pendidikan ke pesantren yang dianggap sebagai nonformal menurut saya menjadi solusi gasan masyarakat supaya anak-anak mereka itu tetap medapatkan ilmu yang kenanya kawa membawa perubahan bagi kehidupan mereka sendiri maupun orang lain”. (Sebenarnya pendidikan itu semuanya sesuai pada semua lapisan masyarakat, karena pendidikan merupakan hal utama bagaimana membentuk peradaban manusia yang mempunyai karakter sesuai dengan kepribadian bangsa. Pendidikan pada masyarakat Desa Sungai Limas pada saat ini memang dianggap rendah karena masih kurangnya tingkat ekonomi keluarga. Sehingga agar melihat anak-anak mereka untuk tetap menuntut ilmu maka kebanyakan dari mereka setelah lulus SD atau SMP menempuh pendidikan ke pondok pesantren. Hal ini memungkinkan agar anak-anak mereka tetap menuntut ilmu. Pendidikan ke pondok pesantren yang dianggap sebagai nonformal menurut saya menjadi solusi bagi masyarakat agar anak-anak mereka tetap mendapatkan ilmu yang nantinya dapat membawa perubahan bagi kehidupan mereka sendiri maupun orang lain) (wawancara pada Sabtu tanggal 15 Juni 2013)

Menurut ibu Rita pendidikan itu semuanya sesuai terhadap semua lapisan masyarakat, namun banyak anak-anak yang memilih pendidikan di pesantren hal ini memungkinkan mereka untuk tetap melanjutkan sekolah.
Sementara menurut bapak Umar Baqi:
“Pendidikan gasan semua masyarakat yang penting adalah pendidikan yang setinggi mungkin, apabila kemampuan ekonomi kuitan mendukung, jangan sampai kakanakan putus sekolah. Pendidikan kawa didapatakan lawan berbagai cara baik itu formal, dan banyak juga yang nonformal yang kaya pesantren, terlebih lagi dengan semakin mendukungnya perkembangan alat-alat elektronik wayahini”. (Pendidikan untuk semua masyarakat yang penting adalah pendidikan yang setinggi mungkin, apabila kemampuan ekonomi orang tua mendukung, jangan sampai anak-anak putus sekolah. Pendidikan dapat diperoleh dengan berbagai cara baik itu pendidikan formal, dan juga yang nonformal seperti pesantren, terlebih lagi dengan semakin mendukungnya perkembangan alat-alat elektronika sekarang ini) (wawancara pada Sabtu tanggal 15 Juni 2013)
Pendidikan untuk masyarakat itu yang penting adalah pendidikan yang setinggi mungkin itu jika didukung ekonomi keluarga, ada pendidikan formal dan nonformal seperti pesantren kata bapak Umar Baqi
Selanjutnya peneliti menanyakan kepada orang tua yang anak-anaknya putus sekolah bapak Wardi mengemukakan:
”Pendidikan bagi keluarga petani kaya kami ini kada tapi penting, tapi kebanyakan dari kakanakan yang memilih kepesantren, disana inya kawa memperdalam agama islam, lawan dipesantren ne kada tapi banyak mengeluarakan biaya. (Pendidikan bagi keluarga petani seperti kami ini kada tapi penting, tapi kebanyakan dari anak-anak yang memilih pesantren, disana dia dapat memperdalam agama islam, dan dipesantren ini tidak banyak mengeluarkan biaya) (wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni 2013)
Bapak Wardi selaku orang tua lebih memilih pendidikan di pesantren, karena menurut beliau pendidikan di pesantren lebih sesuai dengan keadaan ekonomi mereka dan bisa memperdalam agama islam
Selanjutnya ibu Rahmi mengungkapkan:
”Kalau sagan kami ne pendidikan agama itu lebih penting dari pendidikan di sekolah-sekolah lain, yang kaya pesanteren itu ilmu yang didapatkan lebih beberkah”. (Kalau untuk kami ini pendidikan agama itu lebih penting dari pada pendidikan di sekolah-sekolah lain, seperti pesantren itu ilmu yang didapat lebih beberkah) (wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni 2013)
Senada dengan bapa Wardi ibu Rahmi juga memilih pesantren untuk pendidikan anaknya, karena di pesantren ilmu yang didapat lebih beberkah.
Sedangkan ibu Yana mengemukakan:

”Pendidikan yang kami handaki sagan anak kami ini pendidikan yang tinggi, tapi ya masalah biaya yang kada cukup”. (Pendidikan yang kami inginkan untuk anak kami pendidikan yang tinggi, tapi ya masalah biaya yang kada cuku) (wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni 2013).
Ada juga orang tua yang menginginkan pendidikan yang tinggi untuk anaknya namun memang masalah biaya yang tidak mencukupi maka anak-anak putus sekolah kata ibu Yana.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga petani di Desa Sungai Limas hampir 100% menganut agama islam cenderung memilih pendidikan ke arah yang bersifat agama Islam, bagi mereka adalah pendidikan yang bersifat seumur hidup. Namun tidak sedikit juga dari mereka yang bersekolah di sekolah yang bersifat umum.
Kendati demikian, banyak masyarakat petani yang tidak meneruskan pendidikan mereka ke tingkat yang lebih tinggi. Kebanyakan dari mereka hanya menempuh pendidikan setingkat SD atau SLTP, hal ini disebabkan oleh berbagai alasan seperti pendidikan yang diperoleh selama SD sudah cukup.  



BAB V
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

A.    Latar Belakang Anak Petani Putus Sekolah
Dalam pembahasan ini akan diuraikan temuan hasil penelitian yang telah dilakukan di lapangan membahas tentang Pandangan Keluarga Petani Terhadap Pendidikan Anak di Desa Sungai Limas Kecamatan Haur Gading Kabupaten Hulu Sungai Utara. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa latar belakang anak petani putus sekolah adalah karena masalah kurangnya biaya, kebudayaan yang mereka miliki, dan kurangnya mementingkan pendidikan.
Banyak anak-anak putus sekolah di Desa Sungai Limas putus sekolah beranggapan bahwa sekolah hanya cukup bisa membaca dan menulis saja. Mengingat kemampuan  membaca dan menulis sudah dicapai pada kelas 3 atau 4 maka orang tua kadang kadang telah menganggap tidak perlu anaknya bersekolah sampai tamat SD. Apalagi kalau mengingat kondisi pekerjaan yang ada di pedesaan. Kemampuan berproduksi antara yang tamat SD dan yang hanya sampai kelas 3 atau 4 misalnya tidak banyak berbeda, oleh sebab itu, wajarlah kalau bukti-bukti yang ada menunjukkan sebagian orang tua yang tidak mampu melanjutkan pendidikan anaknya ke sekolah lanjutan, percaya bahwa tidak ada gunanya mengeluarkan biaya untuk pendidikan yang lebih tinggi.
Putus sekolah di Desa Sungai Limas tidak hanya merupakan masalah pendidikan tetapi juga sebagai masalah sosial dan ekonomi. Berbagai faktor sosial ekonomi (maupun budaya) dapat mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat putus sekolah. Di samping itu putus sekolah kelihatannya agak terselubung, karena mereka langsung dimanfaatkan oleh sektor pertanian, mereka langsung menjadi pekerja keluarga. Kalau mereka sudah jenuh dengan bidang ini atau memang di daerahnya tidak ada lapangan pekerjaan lain maka mereka cenderung lari ke kota untuk mencari pekerjaan. Mereka tidak atau sudah tidak mencari pekerjaan dapat berusaha sebagai pekerja harian, buruh bangunan, tukang kantin dan lain sebagainya.
Putus sekolah bagi keluarga petani, tidak hanya berasal dari keluarga petani miskin yang tidak mampu, tetapi tidak jarang juga berasal dari keluarga petani menengah. Hal ini banyak disebabkan oleh faktor ekonomi. Adapun sebab-sebab putus sekolah di Desa Sungai Limas adalah :
1.        Faktor pertama yang menyebabkan anak tidak dan putus sekolah adalah faktor ekonomi.
Keluarga petani di Desa Sungai Limas  banyak mengatakan biaya yang kurang menyebabkan mereka putus sekolah. Senada dengan pendapat Candra (2010 : 4) putus sekolah disebabkan ketidakmampuan keluarga si anak untuk membiayai segala proses yang dibutuhkan selama menempuh pendidikan atau sekolah dalam jenjang tertentu walaupun pemerintah telah mencanangkan wajib belajar 9 tahun, namun belum berimplikasi secara maksimal terhadap penurunan jumlah anak yang tidak dan putus sekolah. Selain itu, program pendidikan gratis yang telah dilaksanakan belum tersosialisasi hingga ke level bawah.
Konsep gratis belum jelas saasaran pembiayaannya oleh sekolah sehingga masih dianggap sebagai beban bagi keluarga yang kurang mampu. Sebab, selain biaya yang dikeluarkan selama sekolah anak harus mengeluarkan biaya untuk pakaian sekolah, uang daftar, buku dan alat tulis lainnya serta biaya transportasi atau akomodasi bagi siswa yang jauh dari sekolah. Hal-hal tersebut masih dianggap sebagai beban oleh orang tua sehingga membuat mereka enggan untuk menyekolahkan anaknya. Selain itu, mata pencaharian orang tua anak tidak dan putus sekolah sebagian besar petani.
Sejalan juga dengan pendapat Nico (2012) kurangnya pendapatan keluarga menyebabkan orang tua terpaksa bekerja keras mencukupi kebutuhan pokok sehari-hari, sehingga pendidikan anak kurang terperhatikan dengan baik dan bahkan membantu orang tua ke sawah, karena dianggap meringankan beban orang tua anak di ajak ikut orang tua ke tempat kerja yang jauh dan meninggalkan sekolah dlam waktu yang cukup lama.
Yang menyebabkan orang tua kurang pendapatan karena produksi hasil bumi menempati lahan yang kurang baik, karena kalau air sungai saatnya pasang maka lahan pertanian akan menjadi banjir dan menenggelamkan semua tanaman, hal ini kalau sering terjadi menyebabkan akan sering menemui kegagalan panen. Sedangkan kalau musim kemarau lahan pertanian akan kekeringan  sampai tanah menjadi pecah-pecah, hal ini menjadikan tanaman menjadi tidak berbuah maka para petani kembali menemui kegagalan dalam masa panen.
2.        Putus sekekolah karena rendahnya atau kurangnya minat anak untuk bersekolah.
Anak-anak petani putus sekolah di Desa Sungai Limas mengatakan bahwa keinginan atau minat dia untuk sekolah memang kurang. Sejalan dengan yang dikatakan oleh Candra (2010 : 4) bahwa rendahnya minat anak dapat disebabkan oleh perhatian orang tua yang kurang, jarak antara tempat tinggal anak dengan sekolah yang jauh, fasilitas belajar yang kurang, dan pengaruh lingkungan sekitarnya. Minat yang kurang dapat disebabkan oleh pengaruh lingkungan misalnya tingkat pendidikan masyarakat rendah yang diikuti oleh rendahnya kesadaran tentang pentingnya pendidikan. Adapula anak putus sekolah karena malas untuk pergi ke sekolah karena merasa minder, tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekolahnya, sering dicemoohkan karena tidak mampu membayar kewajiban biaya sekolah dipengaruhi oleh berbagai faktor. Ketidakmampuan ekonomi keluarga dalam menopang biaya pendidikan yang berdampak terhadap masalah psikologi anak sehingga anak tidak bisa bersosialisasi dengan baik dalam pergaulan dengan teman sekolahnya selain itu adalah peranan lingkungan.
Kemudian Nico (2012) juga mengatakan yang menyebabkan anak putus sekolah bukan hanya disebabkan lemahnya ekonomi keluarga tetapi juga datang dari dirinya sendiri yaitu kurangnya minat anak untuk bersekolah atau melanjutkan sekolah.
Anak usia wajib belajar semestinya menggebu-gebu ingin menuntut ilmu pengetahuan namun karena sudah terpengaruh oleh lingkungan yang kurang baik terhadap perkembangan pendidikan anak, sehingga minat anak untuk bersekolah kurang perhatian sebagaimana mestinya, adapun yang menyebabkan anak kurang berminat untuk bersekolah adalah anak kurang mendapat perhatian dari orang tua terutama tentang pendidikannya, juga karena kurangnya orang-orang terpelajar sehingga yang mempengaruhi anak kebanyakan adalah orang yang tidak sekolah sehingga minat anak untuk sekolah sangat kurang.
3.    Faktor ketiga adalah kurangnya perhatian orang tua.
Orang tua di Desa Sungai Limas banyak yang memaksakan anaknya untuk membantu orang tua disawah atau bekerja dan kurangnya perhatian orang tua untuk menyekolahkan anaknya. Senada dengan pendapat Candra (2010 : 4) mengatakan rendahnya perhatian orang tua terhadap anak dapat disebabkan karena kondisi ekonomi atau rendahnya pendapataan orang tua si anak sehingga perhatian orang tua lebih banyak tercurah pada upaya untuk memenuhi keperluan keluarga. Persentase anak yang tidak dan putus sekolah karena rendahnya kurangnya perhatian orang tua. Dalam keluarga miskin cenderung timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan pembiayaan hidup anak, sehingga mengganggu kegiatan belajar dan kesulitan mengikuti pelajaran.
Menurut Nico (2012) Pendapatan keluarga yang serba kekurangan juga menyebabkan kurangnya perhatian orang tua terhadap anak karena setiap harinya hanya memikirkan bagaimana caranya agar keperluan keluarga bisa terpenuhi, apalagi kalau harus meninggalkan keluarga untuk berusaha menempuh waktu berbulan-bulan bahkan kalau sampai tahunan, hal ini tentu pendidikan anak menjadi terabaikan.
4.    Faktor keempat adalah kendala budaya untuk sekolah.
Keluarga petani di Desa Sungai Limas mempunyai budaya yang beranggapan bahwa sekolah kurang begitu penting dan menyekolahkan anak hanya cukup bisa membaca dan menulis. Sejalan dengan pendapat Candra (2010 : 5) kendala budaya yang dimaksudkan adalah pandangan masyarakat yang menganggap bahwa pendidikan tidak penting. Pandangan banyak anak banyak rezeki membuat masyarakat dipedesaan lebih banyak mengarahkan anaknya yang masih usia sekolah diarahkan untuk membantu orang tua dalam mencari nafkah.
Pandangan masyarakat yang maju tentu berbeda dengan masyarakat yang keterbelakangan dan tradisional, masyarakat yang maju tentu pendidikan mereka maju pula, demikian pula anak-anak mereka akan menjadi maju pula pendidikannya dibanding orang tua mereka. Maju mundurnya suatu masyarakat, bangsa dan negara juga ditentukan dengan maju mundurnya pendidikan yang dilaksanakan. Pada umumnya masyarakat terbelakang atau dengan kata lain masyarakat tradisional mereka kurang memahami arti pentingnya pendidikan, sehingga kebanyakan anak-anak mereka tidak sekolah dan kalu sekolah kebanyakan putus di tengah jalan (Dharma, 2013)
B.     Pandangan Keluarga Petani Terhadap Pendidikan di Desa Sungai Limas
Dari temuan hasil penelitian yang dilakukan peneliti, keluarga petani mempunyai pandangan bahwa pendidikan kurang begitu penting dan hanya memilih pendidikan yang seperlunya bagi kehidupan mereka, mereka lebih memilih untuk bekerja dari pada meneruskan sekolah ketingkat yang lebih tinggi.
Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Dinna (2008) Pendidikan petani merupakan satu faktor yang mempengaruhi cara pandang dan hidup petani. Para petani lebih memilih pendidikan yang seperlunya dibanding pendidikan yang dijalani oleh masyarakat pada umumnya. Kebanyakan para petani lebih memilih pendidikan yang bersifat agama dan kemasyarakatan. Namun demikian dalam proses menempuh pendidikan mereka terkendala berbagai masalah yang membuat anak petani kebanyakan putus sekolah.
Orang tua yang hanya tamat sekolah dasar atau tidak tamat cenderung kepada hal-hal tradisional dan kurang menghargai arti pentingnya pendidikan. Mereka menyekolahkan anaknya hanya sebatas bisa membaca dan menulis saja, karena mereka beranggapan sekolahnya seseorang kepada jenjang yang lebih tinggi pada akhir tujuan adalah untuk menjadi pegawai negeri dan mereka beranggapan sekolah hanya membuang waktu, tenaga dan biaya, mereka juga beranggapan terhadap anak lebih baik ditunjukan kepada hal-hal yang nyata seperti membantu orang tua dalam berusaha itulah manfaat yang nyata bagi mereka, lagi pula sekolah harus melalui seleksi ujian yang ditempuh dengan waktu yang panjang dan amat melelahkan.
Banyak keluarga petani juga memiliki pandangan bahwa pendidikan sangat penting namun karena banyak faktor yang mempengaruhi pendidikan mereka, maka banyak anak-anak mereka yang putus sekolah.
Sesuai yang diungkapkan oleh Agus (2012) yakni orang tua mempunyai pandangan bahwa pendidikan adalah suatu hal penting, akan tetapi hal itu dipengaruhi oleh tingkat pendidikan orang tua yang rendah dan ekonomi yang kurang mendukung, sehingga pentingnya pendidikan hanya digambarkan untuk pendidikan saja. 


C.    Pendidikan yang Diperlukan Keluarga Petani di Desa Sungai Limas
Bagi keluarga petani Sungai Limas yang hampir 100% adalah beragama islam, orang tua dan guru mendidik anak hendaklah dilakukan bahwa anak sebagai amanah, titipan Allah, Mendidik dijadikan sebagai perwujudan iman dan ibadah, dengan penuh perhatian, dan santun. Yang utama yang harus dilakukan orang tua dan pendidik adalah bagaimana anak beriman dan taqwa kepada Tuhan, melalui pembiasaan, pemahaman, dan keteladanan. Mendorong anak menguasai ilmu pengetahuan, keterampilan, teknologi, beriman, taqwa, berakhlak, cinta pada keberadaan dan rendah hati.
Tujuan pendidikan sebenarnya bagaimana membawa anak didik dalam mencapai kesempurnaan hidup. Kesempurnaan hidup tidak bisa dicapai hanya melalui pengembangan intelektual saja, sementara jiwanya gersang. Menghadapi era kemajuan teknologi informatika, bagaimana pendidikan dapat memelihara, membimbing, membina dan menjaga bakat-potensi yang ada pada anak didik secara optimal.
Dengan demikian pedoman yang harus dipakai agar bakat-potensi anak berkembang seimbang sempurna dan utuh berdasarkan petunjuk Allah yaitu Al-Qur’an, karena Al-Qur’an sebagai sumber agama telah dipersiapkan untuk menjaga, memelihara, membimbing, mendidik, menjaga fitrah manusia agar menjadi sempurna. Maka sebagian besar masyarakat petani lebih memilih memasukkan anaknya ke sekolah-sekolah yang bernafaskan keagamaan seperti madrasah. Selain itu, banyak juga dari mereka lebih memilih masuk pesantren ketimbang SLTP setelah menyelesaikan Sekolah Dasar.
Sejalan dengan pendapat Dinna (2008) Pendidikan petani merupakan satu faktor yang mempengaruhi cara pandang dan hidup petani. Para petani lebih memilih pendidikan yang seperlunya dibanding pendidikan yang dijalani oleh masyarakat pada umumnya. Kebanyakan para petani lebih memilih pendidikan yang bersifat agama dan kemasyarakatan. Namun demikian dalam proses menempuh pendidikan mereka terkendala berbagai masalah yang membuat anak petani kebanyakan putus sekolah.


BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A.      Kesimpulan
1.    Banyak anak-anak petani yang tidak meneruskan pendidikan mereka ke tingkat yang lebih tinggi. Kebanyakan dari mereka hanya menempuh pendidikan setingkat SD-SLTP, hal ini disebabkan oleh berbagai alasan seperti pendidikan yang diperoleh selama SD sudah cukup dan kendala pendidikan seperti masalah ekonomi, minat anak yang kurang, perhatian orang tua yang rendah, serta budaya.
2.        Keluarga petani banyak yang memiliki pandangan bahwa pendidikan kurang penting, yang mengakibatkan anak-anak mereka banyak yang berhenti sekolah. Namun ada juga keluarga petani yang memandang bahwa pendidikan itu sangat penting tetapi karena banyak faktor yang mempengaruhi pendidikan mereka maka mereka lebih memilih untuk bekerja dan berhenti sekolah.
3.        Keluarga petani Desa Sungai Limas yang hampir 100% menganut agama Islam cenderung memilih pendidikan ke arah yang bersifat agama seperti madrasah atau pesantren. Karena pendidikan yang bersifat agama, bagi mereka adalah pendidikan yang bersifat seumur hidup. Namun tidak sedikit juga dari mereka yang bersekolah di sekolah yang bersifat umum.


B.       Saran
1.    Bagi pemerintah daerah dan LSM sebaiknya melakukan upaya untuk meningkatkan pengetahuan orang tua terkait dengan pentingnya pendidikan bagi anak-anak khususnya bagi para keluarga petani
2.    Bagi setiap orang tua khususnya keluarga petani harus memprioritaskan pendidikan anak untuk melangkah kejenjang yang lebih tinggi demi masa depannya.
3.    Orang tua harus lebih memberikan motivasi dan dorongan kepada anak untuk menyelesaikan pendidikannya dengan baik, walaupun keadaan ekonomi yang kurang mampu, orang tua harus mengupayakan pendidikan anak, jangan sampai anak-anak mengalami putus sekolah.
4.    Bagi masyarakat umum hendaknya lebih berperan sebagaimana mestinya sehingga gagasan untuk meraih tujuan pendidikan bisa terlaksana dengan efektif dan efisien.
5.    Untuk peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis agar lebih mengembangkan teori-teori yang ada.







DAFTAR PUSTAKA
Andhina, 2013, Antropologi Pedesaan. (Online). (http://syfaawan.blogspot.com/2013/01/resume-buku-petani, diakses 28 Mei 2013)
Asih Azzahra, 2012. Konsep Dasar Keluarga. (Online). (http://www.asihsinplasa.blogspot.com/2012/03/konsep-dasar-keluarga, diakses 28 Mei 2013)
Aswandi Bahar, 1989. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta : P2LPTK Dikti Depdikbud.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Hulu Sungai Utara, 2012. Statistik Daerah Kecamatan Haur Gading, 2012 : BPS HSU.
Bappenas, 1982. Pendidikan dan Generasi Muda. (Online). (www.bappenas.go.id, diakses 15 Juni 2013)
Candra, 2010. Penyebab Anak-Anak Putus Sekolah, Malang : Universitas Negri Malang
Dharma, 2013. Analisis Penyebab Anak Putus Sekolah. (Online). (http://dir.groups.yahoo.com/group/Kasih-DhrmaPeduli/Message/us, diakses 7 Februari 2013).
Dinna, 2008. Pandangan Masyarakat Petani Terhadap Pendidikan Anak di Kelurahan Gambut Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar. Pascasarjana UNLAM Banjarmasin. Tidak diterbitkan
Djibril Muhammad, 2010. 68 Ribu Siswa SD di Kalsel Putus Sekolah. Republika. (Online). (http://www.Republika.co.id. Diakses Februari 2013)
Hendra Prijatna, 2012. Sosiologi Keluarga. Bandung : UNIBBA
Koentjaranigrat, 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta.
Moleong, Lexy.J. 1999. Metodologi penelitian Kualitatif. Rakesarasin, Yogyakarta.
Nico Selim, 2012, Hal- Hal yang Menyebabkan Anak Putus Sekolah (Online). (http://www.oke-belajar-bersama.blogspot.com/2012/10/hal-hal-yang-menyebabkan anak putus sekolah, diakses 18 Maret 2013)
Ronggo, 2011. Artikel Pendidikan Luar Sekolah. (Online). (http://www.imadiklus.com/2011/06/pengertian-tiga-jenis-pendidikan, diakses 7 Februari 2013).
Salwinshah, 2003. Peranan Orang Tua, Sekolah dan Guru dalam Mensukseskan Pendidikan. (Online). (http:/salwintt.wordpress.com/artikel/109-2/peranan-orangtua-sekolah-dan-guru-dalam-mensukseskan-pendidikan, diakses 18 Maret 2013)
Soekidjo Notoadmodjo, 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Soerjono Soekanto, 2004. Sosiologi Keluarga; tentang ikhwal keluarga, Remaja dan Anak. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Soerjono Soekanto, 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Rajawali Pers.
Sulaiman Joesoef, 1979. Pendidikan Luar Sekolah. Surabaya. CV Usaha Nasional.
Sunarto dan Hartono, 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Rineka Cipta.
Suparto, 1987. Sosiologi dan Antropologi. Bandung : Aramico
Suryadi, Budi, 2009. Sosiologi Ekonomi & Komunikasi masa. Seripta Cendekia.
Titarahardja dan La Sulo, 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Renika Cipta.
Tomi, Agus, 2012. Pandangan Orang Tua Terhadap Pendidikan. (Online). (http://karya-ilmiah,um.ac.id/index.Php/PLS/article/reiw/22881, diakses 7 Februari 2013)
Usman, Hardius dan Nachrowi. 2004. Pekerja Anak di Indonesia dan Kondisi, Determinan dan Eksploitasi.(Kajian Kuantitatif). PT. Gramedia, Jakarta.
UU Sisdiknas tahun 2003 tentang Pengertian dan Tujuan Pendidikan Nasional.
Wahyu, 2006. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Sosiologi Antropologi, Banjarmasin.
Wahyu, 2007. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Banjarmasin : FKIP UNLAM.
Wahyu, 2010. Metode Penelitian Untuk Penelitian Kualitatif. Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Banjarmasin
Wahyu, et.al, 2011. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Banjarmasin: Pustaka Banua.






















LAMPIRAN-LAMPIRAN

















PEDOMAN WAWANCARA
(Untuk ketua RT Sungai Limas/ Kepala Desa )
A.    Identitas responden
 Nama              :
 Umur              :
 Jenis Kelamin :
 Alamat            :

B.     Daftar pertanyaan
1.      Berapa lama anda menjadi ketua RT / Kepala Desa dsini?
2.      Apa pekerjaan anda selain menjadi ketua RT/ Kepala Desa?
3.      Apakah anda memiliki anak?
4.      Jika ada, apakah anak anda sekarang bersekolah?
5.      Seberapa besar petani yang ada disini?
6.      Seberapa besar anak yang putus sekolah di desa ini?
7.      Biasanya apa yang menyebabkan mereka putus sekolah?
8.      Bagaimanan pandangan para keluarga petani di sini terhadap pendidikan?
9.      Sebenarnya pendidikan yang seperti apa yang diperlukan para petani?













PEDOMAN WAWANCARA
(Untuk Orang tua anak yang tidak sekolah di Desa Sungai Limas)
C.    Identitas responden
 Nama              :
 Umur              :
 Jenis Kelamin :
 Alamat            :

D.    Daftar pertanyaan
1.      Mengapa anak anda putus sekolah?
2.      Bagaimana pandangan anda tentang pendidikan?
3.      Seberapa penting sekolah untuk anak anda (penting atau tidak berikan alasan)?
4.      Apa yang dikerjakan anak anda jika tidak bersekolah?
5.      Kapan anak anda memutuskan untuk berhenti sekolah?
6.      Adakah keterlibatan anak dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga?
7.      Berapa jumlah penghasilan anda per bulan?
8.      Dimana anak anda dulu bersekolah?
9.      Adakah bantuan yang diterima anda yang berhubungan dengan pendidikan anak? Baik dari BOS, BSM, atau bantuan lainnya?
10.  Pendidikan yang seperti apa yang anda inginkan untuk anak anda?
11.  Apakah anak anda sekarang bekerja?
12.  Dimana anak anda sekarang bekerja?
13.  Dengan siapa anak anda sekarang bekerja?









PEDOMAN WAWANCARA
(Para guru-guru sekolah yang ada di Desa Sungai Limas)
E.     Identitas responden
 Nama              :
 Umur              :
 Jenis Kelamin :
 Alamat            :

F.     Daftar pertanyaan
1.      Berapa lama anda bekerja sebagai guru?
2.      Apakah anda berasal dari Desa Sungai Limas?
3.      Pengalaman apa saja yang anda dapat selama mengajar disini?
4.      Berapa jumlah murid yang ada disekolah anda?
5.      Apakah sebagian mereka adalah anak petani?
6.      Apakah banyak anak yang putus sekolah selama anda menjadi guru di desa ini?
7.      Apa yang melatar belakangi mereka putus sekolah?
8.      Apakah ada dana BOS bagi mereka yang tidak mampu?
9.      Berapa besar BOS/BSM yang diterima oleh siswa miskin?
10.  Sebagai guru, apa yang anda lakukan untuk mengurangi angka putus sekolah?
11.  Menurut anda, sekolah seperti apa yang diinginkan para anak-anak di desa ini?










PEDOMAN WAWANCARA
(Untuk anak-anak petani yang putus sekolah di Desa Sungai Limas)
G.    Identitas responden
 Nama              :
 Umur              :
 Jenis Kelamin :
 Alamat            :

H.    Daftar pertanyaan
1.      Berapa umur kamu sekarang?
2.      Sudah berapa lama kamu putus sekolah?
3.      Sejak kelas berapa kamu berhenti sekolah?
4.      Apa yang menyebabkan kamu putus sekolah?
5.      Adakah keterlibatan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga?
6.      Bagaimana pandangan anda terhadap pendidikan?
7.      Seberapa penting pendidikan untuk kamu?
8.      Pengalaman apa yang anda dapat selama kamu bersekolah?
9.      Apakah anda berkeinginan untuk bersekolah lagi?
10.  Apakah ada pengaruh orang tua, yang menyebabkan kamu putus sekolah (jawab ya atau tidak dan berikan alasannya)?
11.  Apa yang kamu dapat selama bersekolah?
12.  Apakah kamu
13.  Sekarang apa yang kamu kerjakan selama putus sekolah?









DAFTAR INFORMAN

Nama              : Syamsuni
Umur               : 55 Tahun
Pendidikan      : S1
Alamat                        : Desa Sungai Limas RT 1
Agama             : Islam
Status              : Kawin

Nama               : Umar Baqi
Umur               : 50 Tahun
Pendidikan      : SMP
Alamat                        : Desa Sungai Limas RT 1
Agama             : Islam
Status              : Kawin

Nama               : Rita
Umur               : 50 Tahun
Pendidikan      : S1
Alamat                        : Desa Sungai Limas RT 2
Agama             : Islam
Status              : Kawin

Nama               : Rif”at
Umur               : 40 Tahun
Pendidikan      : S1
Alamat                        : Alabio
Agama             : Islam
Status              : Kawin

Nama               : Rega
Umur               : 42 Tahun
Pendidikan      : S1
Alamat                        : Desa Bayur
Agama             : Islam
Status              : Kawin

Nama               : Wardi
Umur               : 49 Tahun
Pendidikan      : SD
Alamat                        : Desa Sungai Limas RT 1
Agama             : Islam
Status              : Kawin



Nama               : Rahmi
Umur               : 45 Tahun
Pendidikan      : SD
Alamat                        : Desa Sungai Limas RT 2
Agama             : Islam
Status              : Kawin

Nama               : Yana
Umur               : 47 Tahun
Pendidikan      : SD
Alamat                        : Desa Sungai Limas RT 3
Agama             : Islam
Status              : Kawin


Nama               : Hair
Umur               : 15 Tahun
Pendidikan      : SD
Alamat                        : Desa Sungai Limas RT 1
Agama             : Islam
Status              : Belum menikah


Nama               : Rahman
Umur               : 17 Tahun
Pendidikan      : SD
Alamat                        : Desa Sungai Limas RT 2
Agama             : Islam
Status              : Belum menikah

Nama               : Sanainiah
Umur               : 18
Pendidikan      : SD
Alamat                        : Desa Sungai Limas RT 3
Agama             : Islam
Status              : Kawin








REKAP HASIL WAWANCARA

Nama : Bapak Syamsuni (Tokoh Masyarakat)
1.      Apa yang menjadi latar belakang anak-anak petani putus sekolah?
Jawaban : Bujur, banyak anak petani yang ampih sekolah di desa ini karena kebiasaan orang tua yang kurang mementingkan pendidikan dan biaya sekolah yang semakin larang, jadi banyak orang tua yang menyuruh anaknya sagan bagawi sebagai patani atau tulak ke kota lain sagan bagawi”. (Ya memang banyak anak petani yang putus sekolah di desa ini karena kebudayaan orang tua yang kurang mementingkan pendidikan dan biaya menyekolahkan anak yang sangat mahal, jadi banyak orang tua yang menyuruh anaknya untuk bekerja, baik itu sebagai petani atau merantau ke kota lain untuk bekerja) (wawancara pada Sabtu tanggal 15 Juni 2013)
2.      Pandangan anda terhadap pendidikan anak ?

Jawaban : ”Amun menurut aku pendidikan gasan kakanakan nih sangat penting, karena dengan pendidikan kakanakan dapat meningkatkan taraf hidup mereka kainanya. Karena mereka sudah mendapatkan bekal ilmu-ilmu yang mereka pelajari. Tetapi karena kebiasaan-kebiasaan wariskan turun temurun makanya banyak kakanakan yang ampih sekolah karena membantu kuitan. (Kalau menurut saya pendidikan bagi anak-anak sangat penting, karena dengan pendidikan anak-anak dapat meningkatkan taraf hidup mereka dikemudian hari, karena mereka telah mendapat bekal ilmu-ilmu yang mereka pelajari. Namun karena kebiasaan-kebiasaan yang mereka wariskan turun temurun maka banyak anak-anak yang putus sekolah untuk membantu orang tua) (wawancara pada Sabtu tanggal 15 Juni 2013).

3.      Pendidikan yang diperlukan masyarakat petani?
Jawaban :  “Apabila anak sudah habis pendidikan di Sekolah Dasar, hendaknya anak itu diarahkan pada hal-hal pelajaran yang agamis, karena dalam lingkungan pesantren atau madrasah kakanakan dapat materi yang lebih berharga dari pada di sekolah biasa”(Apabila anak sudah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar, hendaklah anak tersebut diarahkan pada hal-hal pelajaran yang agamis, karena dalam lingkungan pesantren atau madrasah, anak-anak akan mendapat materi yang lebih berharga ketimbang di sekolah biasa) (  Wawancara pada Sabtu tanggal 15 Juni 2013)

Nama : Umar Baqi (Kepala Desa)
1.      Latar belakang anak petani putus sekolah?

Jawaban : “Kakanakannya dasar kada mau sekolah, lalu dasar orang tuanya mamalar tanaga kakanakan supaya membantu kuitan bahuma. Anak-anak di Desa Sungai Limas ini dasar banyak yang ampih sekolah karena orang tua mahandaki anaknya tadi pang mancari duit lawan kada tapi mementingkan pendidikan”.(Anak-anak di Desa Sungai Limas banyak yang putus sekolah karena banyak orang tua yang menginginkan anaknya mencari uang dan kurang mementingkan pendidikan) (wawancara pada Sabtu tanggal 15 Juni 2013)

2.      Pandangan anda terhadap pendidikan?

Jawaban : “Pendidikan gasan kakanakan tu buat aku sangat penting, di desa Sungai Limas banyak kakanakan tidak melanjutkan sekolah. Mereka lebih memilih begawi sebagian besar mereka adalah murid yang putus di SMP. Mereka begawi dengan alasan untuk membantu kuitan. Anak lalakian biasanya begawi sebagai buruh bangunan, sedangkan anak perempuan kebanyakannya begawi sebagai tukang warung dan maulah kerajinan tangan. Gawian-gawian tu digawinya sambil mahadang musim katam. (Pendidikan buat anak-anak itu buat saya sangat penting, di desa Sungai Limas, banyak anak-anak tidak melanjutkan sekolah. mereka lebih memilih untuk bekerja sebagian besar mereka adalah murid yang putus di SLTP. Mereka bekerja adalah dengan alasan untuk membantu orang tua. Anak laki-laki biasanya bekerja sebagai buruh bangunan, sedangkan anak perempuan kebanyakan menjadi penjaga kantin, dan warung-warung nasi, serta membuat kerajinan rotan. Pekerjaan-pekerjaan seperti itu mereka lakukan sambil menunggu musim tanam dan musim panen tiba) (wawancara pada Sabtu tanggal 15 Juni 2013)

3.      Pendidikan yang diperlukan keluarga petani?
Jawaban :“Pendidikan gasan semua masyarakat yang penting adalah pendidikan yang setinggi mungkin, apabila kemampuan ekonomi kuitan mendukung, jangan sampai kakanakan putus sekolah. Pendidikan kawa didapatakan lawan berbagai cara baik itu formal, dan banyak juga yang nonformal yang kaya pesantren, terlebih lagi dengan semakin mendukungnya perkembangan alat-alat elektronik wayahini”. (Pendidikan untuk semua masyarakat yang penting adalah pendidikan yang setinggi mungkin, apabila kemampuan ekonomi orang tua mendukung, jangan sampai anak-anak putus sekolah. Pendidikan dapat diperoleh dengan berbagai cara baik itu pendidikan formal, dan juga yang nonformal seperti pesantren, terlebih lagi dengan semakin mendukungnya perkembangan alat-alat elektronika sekarang ini) (wawancara pada Sabtu tanggal 15 Juni 2013)
Nama : Ibu Rita (Kepala Sekolah SMPN 2 Amuntai Utara)
1.      Yang menyebabkan anak-anak petani putus sekolah?

Jawaban :  “Penyebab anak putus sekolah disini terutama kadada biaya dan lemahnya kesadaran akan pentingnya pendidikan. Belum lagi si anak umpat mancari nafkah meringankan beban orang tua. Hal umumnya terjadi pada petani. Kuitan biasa menyuruh anaknya bahuma, anak yang sudah kalapahan kada kawa lagi disuruh sekolah”. (Penyebab anak putus sekolah disini terutama ketiadaan biaya dan  lemahnya kesadaran akan pentingnya pendidikan. Apalagi kemudian si anak diperlukan tenaganya untuk turut mencari nafkah meringankan beban orang tua. Hal begitu umumnya terjadi pada petani. Orang tua biasa mengajak anaknya bertani untuk membantu menggarap sawah, anak yang sudah kelelahan bekerja tentu tak bisa diajak masuk sekolah) (hasil wawancara pada Sabtu tanggal 15 Juni 2013).

2.      Pandangan anda tentang pendidikan anak?

Jawaban : “Pendidikan ini sangat penting gasan kehidupan, aku sebagai guru hanya dapat memberikan pengarahan untuk perbuatan dalam kenyataan hidup mereka, tetapi para orang tua di desa Sungai Limas ini khususnya para orang tua yang bermata pencaharian sebagai petani susah untuk merubah pandangan mereka untuk smementingkan pendidikan, mereka lebih mengutamkan gasan mencari duit”.( Pendidikan sangat penting buat kehidupan, saya sebagai pendidik hanya memberikan pengarahan bagi perbuatan dalam kenyataan hidup mereka, namun bagi orang tua di  desa Sungai Limas ini khususnya bagi orang tua yang berprofesi sebagai petani sulit untuk merubah pandangan mereka untuk mementingkan pendidikan, mereka lebih memilih untuk mencari uang). (wawancara pada Sabtu tanggal 15 Juni 2013)

3.      Pendidikan seperti apa yang dibutuhkan untuk keluarga petani?

Jawaban :  “Sabujurnya pendidikan itu semuanya sesuai pada semua lapisan masyarakat, karena pendidikan merupakan hal utama kayapa membentuk peradapan manusia yang mempunyai karakter sesuai dengan kepribadian bangsa. Pendidikan di desa Sngai Limas wahini dasar dianggap rendah karena masih kurangya ekonomi keluarga. Sehingga supaya anak-ananknya tetap menuntut ilmu maka kebanyakan mereka itu sesudah lulus SD atau SMP  menempuh pendidikan ke pesantren. Ini memungkinkan supaya anak-anak mereka tetap menuntut ilmu. Pendidikan ke pesantren yang dianggap sebagai nonformal menurut saya menjadi solusi gasan masyarakat supaya anak-anak mereka itu tetap medapatkan ilmu yang kenanya kawa membawa perubahan bagi kehidupan mereka sendiri maupun orang lain”. (Sebenarnya pendidikan itu semuanya sesuai pada semua lapisan masyarakat, karena pendidikan merupakan hal utama bagaimana membentuk peradaban manusia yang mempunyai karakter sesuai dengan kepribadian bangsa. Pendidikan pada masyarakat Desa Sungai Limas pada saat ini memang dianggap rendah karena masih kurangnya tingkat ekonomi keluarga. Sehingga agar melihat anak-anak mereka untuk tetap menuntut ilmu maka kebanyakan dari mereka setelah lulus SD atau SMP menempuh pendidikan ke pondok pesantren. Hal ini memungkinkan agar anak-anak mereka tetap menuntut ilmu. Pendidikan ke pondok pesantren yang dianggap sebagai nonformal menurut saya menjadi solusi bagi masyarakat agar anak-anak mereka tetap mendapatkan ilmu yang nantinya dapat membawa perubahan bagi kehidupan mereka sendiri maupun orang lain) (wawancara pada Sabtu tanggal 15 Juni 2013)



























Nama : Bapak Wardi  (orang tua anak)
1.      Yang menyebabkan anak anda putu sekolah?

Jawaban : “Menyekolahkan anak tu kada perlu tinggi-tinggi cukup bisa membaca dan menulis haja. Bilanya sudah bisa membaca dan menulis, lalu kada bakalan kana bongoli orang dalam kehidupan, yang kaya kita mehadapi kehidupan yang semakin ngalih, bisa membaca dan menulis kawa haja sudah umpat dalam membangun desa”. (Menyekolahkan anak tidak perlu tinggi-tinggi cukup sampai anak dapat membaca dan menulis saja. Karena dengan dapat membaca dan menulis, maka kita tidak akan tertipu dalam kehidupan, seperti apabila kita akan menghadapi kehidupan ekonomi yang makin sulit dan dengan membaca dan menulis kita sudah dapat ikut serta dalam membangun desa) (wawancara pada  Minggu tanggal 16 Juni 2013)

2.      Pandangan anda tentang pendidikan itu seperti apa?

Jawaban : “Pendidikan kami kada usah tinggi-tinggi, kalau mampu gasan begawi. Yang penting  bisa becari duit, apalagi kami sebagai petani kalau bukan anak-anak kami siapa lagi yang akan membantu gasan balacak”. (Pendidikan kami tidak perlu tinggi-tinggi, kalau mampu untuk bekerja, langsung kami hadapkan untuk bekerja. Yang penting bisa mencari uang, apalagi kami seorang petani kalau bukan anak-anak kami siapa lagi yang akan membantu untuk menggarap sawah).(hasil wawancara pada Minggu 16 Juni 2013)

3.      Pendidikan yang diperlukan untuk keluarga anda?

Jawaban : ”Pendidikan sagan keluarga petani kaya kami ini kada tapi penting, tapi kebanyakan dari kakanakan yang memilih kepesantren, disana inya kawa memperdalam agama islam, lawan dipesantren ne kada tapi banyak mengeluarakan biaya. (Pendidikan bagi keluarga petani seperti kami ini kada tapi penting, tapi kebanyakan dari anak-anak yang memilih pesantren, disana dia dapat memperdalam agama islam, dan dipesantren ini tidak banyak mengeluarkan biaya) (wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni 2013)





Nama : Ibu Rahmi (orang tua anak)
1.      Yang menyebabkan anak anda putus sekolah?

Jawaban : “Karena kurang biaya, pandapatan bahuma yang kada menentu lalu kada sanggup menyakolahakan anak. Pandapatan hanya gasan makan sehari-hari haja. Balum lagi gagal panen kadada tatambahan pemasukan, apalagi gasan menyekolahakan anak”.(Karena kurang biaya, penghasilan sebagai petani yang tidak menentu sehingga tidak mampu untuk membiayai sekolah anak. Penghasilan hanya cukup untuk makan sehari-hari. Belum lagi jika gagal panen maka tidak ada tambahan pemasukan untuk biaya sehari-hari, apalagi untuk biaya sekolah anak)(wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni 2013)

2.      Pandangan anda terhadap pendidikan anak?

Jawaban : “Kakanakan cukup sekolah sampai bisa baca tulis karena kenanya kakanakan dihadapkan pada gawian di pahumaan. Kakanakan harus dilajari bahuma supaya mereka kawa makan lawan yang paling penting kakanakan bibinian harus belajar dalam lingkungan keluarga yang kaya bamasak”. (Anak-anak cukup sekolah sampai bisa baca tulis karena pada akhirnya kakankan akan dihadapkan pada lapangan pekerjaan dilahan pertanian. Selain itu anak-anak harus diajarkan pendidikan pertanian agar mereka dapat cukup makan memenuhi kebutuhannya, dan yang terpenting anak-anak perempuan harus belajar dalam lingkungan rumah tangga seperti memasak) (wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni 2013 )

3.      Pendidikan yang diperlukan keluarga ibu?

Jawaban : ”Kalau sagan kami ne pendidikan agama itu lebih penting dari pada pendidikan di sekolah-sekolah lain. Yang kaya pesantren ilmu yang didapatkan lebih beberkah”. (Kalau untuk kami ini pendidikan agama itu lebih penting dari pada pendidikan di sekolah-sekolah lain. Seperti pesantren ilmu yang didapat lebih beberkah). (wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni 2013)








Nama : Ibu Yana (orang tua anak)

1.      Yang menyebabkan anak anda putus sekolah ?
Jawaban : “Anak ku jadi aku suruh ampih sekolah nyaman maganii aku bahuma, maka abahnya sudah tuha, kadada yang mangganii aku lagi, salajurai jua aku suruh bacari duit bila mahadang musim katam. (Anak saya berhenti sekolah agar dapat membantu aku bersawah, belum lagi ayahnya yang sudah tua, tidak ada lagi yang membantu aku, dan juga untuk mencari uang sebelum musim panen) ( Wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni 2013)
2.      Bagaimana pandangan anda terhadap pendidikan ?
Jawaban : “Ya pendidikan itu penting pang, tapi ngarannya sudah keadaan kami kaya ini kada kawaai lagi, jadi tapaksa anak kami ampih sekolah”. (Ya pendidikan itu penting, namun karena sudah keadaan kami seperti ini, jadi terpaksa anak kami berhenti sekolah) (wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni 2013)
3.      Pendidikan yang anda inginkan untuk keluarga anda?
Jawaban : “Pendidikan yang kami inginkan sagan anak kami ni pendidikan yang tinggi, tapi ya masalah biaya yang kada cukup” . (Pendidikan yang kami inginkan untuk anak kami pendidikan yang tinggi, tapi ya masalah biaya yang tidak cukup). (wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni 2013)











Nama : Hair (anak yg putus sekolah)
1.      Apa yang menyebabkan anda putus sekolah?

Jawaban : “Amun ulun lanjut sekolah, balum tantu ulun dapat gawian  baik pada kuitan ulun, jadi baik ulun maganii kuitan ulun dari pada membuang-buang waktu mahabisakan duit kuitan gasan sekolah, yang belum tentu jua dapat gawian kenanya”. (Apabila saya terus melanjutkan sekolah, belum tentu saya dapat memperoleh pekerjaan yang lebih bagus dari orang tua saya, jadi lebih baik saya membantu orang tua saja, dari pada membuang waktu dan menghabiskan biaya untuk sekolah,yang tidak pasti memperoleh pekerjaan atau tidak) (wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni 2013 )
             
Nama : Sanainiah (anak yg putus sekolah)

1.      Apa yang menyebabkan anak anda putus sekolah?
Jawaban : “Ulun lebih memilih ampih sekolah karena kada handak mengalihi kuitan, jadi lebih baik ulun kawin supaya mengurangi beban kuitan”. (Saya lebih memilih putus sekolah karena saya tidak ingin merepotkan orang tua sehingga saya memilih untuk menikah untuk mengurangi beban orang tua) (wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni 2013 )

















Nama : Rahman (anak yg putus sekolah)
1.      Apa yang menyebabkan anda putus sekolah?
Jawaban : “Ulun merasa kuitan ulun kada sanggup membiyayai sekolah ulun, jadi ulun mangganii kuitan ulun bagawi. Gasan apa sekolah tinggi-tinggi ujung-ujungnya mencari duit baik mulai wahini mencari duit”. (Saya merasa orang tua saya tidak mampu untuk membiayai sekolah saya, jadi saya lebih baik membantu orang tua saya bekerja. Buat apa sekolah tinggi-tinggi, ujung-ujungnya juga mencari uang, jadi lebih baik dari sekarang mencari uang) (wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni 2013 )
2.      Bagaimana Pandangan anda terhadap pendidikan?

Jawaban : “Ulun merasa pendidikan itu biasa haja kada terlalu penting, cukupae lulus SD kawa sudah maganii kuitan cari duit”. (Saya merasa pendidikan itu biasa saja, cukup lulus SD sudah bisa membantu orang tua cari uang) (wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni 2013)

3.      Pendidikan yang seperti apa yang anda inginkan?
Jawaban : “Pendidikan yang ulun handak tu yang gratis, barang haja dimanakah, yang penting gratis”. ( Pendidikan yang saya inginkan itu yang gratis, terserah dimana yang penting gratis) ( wawancara pada Minggu tanggal 16 Juni2013)   
























Gambar 1.  Gerbang Desa Sungai Limas

Gambar 2. Akses Jalan Menuju Desa Sungai Limas

Gambar 3. SMPN 2 Amuntai Utara
Gambar 4. SDN Sungai Limas

Gambar 5. Wawancara dengan Informan
Gambar 6. Wawancara dengan Informan
Gambar 7. Wawancara dengan Informan
Gambar 8. Wawancara dengan Informan
Gambar 9. Lahan Pertanian Desa Sungai Limas
Gambar 10. Lahan Pertanin Desa Sungai Limas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar